Mohon tunggu...
Nur Laila Chasanah
Nur Laila Chasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru Taman Kanak-Kanak dan Penyiar Radio

Interest terhadap musik dan bahasa asing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Elit VS Sekolah Ekonomi Sulit

30 November 2022   16:40 Diperbarui: 30 November 2022   16:44 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah Elit VS Sekolah Ekonomi Sulit

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam agama, suku bangsa, budaya, bahasa dan seterusnya sampai dengan beragam status sosial yang imbasnya adalah terjadi kesenjangan ekonomi sampai dengan kesenjangan pendidikan. Nah, dari keadaan tersebut maka muncullah ada dua kubu sekolah di negeri ini. 

Yang pertama, sekolah di pedesaan atau daerah pelosok yang biaya pendidikannya meliputi biaya SPP, buku-buku, dll. yang relatif murah atau bahkan ada sekian persen yang belum atau tidak bisa membayar. Yang kedua, sekolah di perkotaan atau sekolah elite swasta berbasis islami atau mungkin boarding school. Kubu yang satu ini tentu memungut biaya yang tidak murah alias mahal utuk uang masuk dan iuran bulanannya. Sebut saja di daerah saya, kota/ kab Mojokerto, sekolah berlabel favorit setingkat pre school , TK dan SD saja sudah memungut biaya jutaan rupiah belum termasuk biaya lain-lain. Namun, peminat tetap membludak entah karena gengsi, kualitas, ikut-ikutan atau nilai plus berupa pengajaran materi-materi yang baik dan sesuai dengan yang orangtua harapkan.

Setiap orangtua pasti menginginkan segala yang terbaik untuk anak-anaknya termasuk urusan pendidikan. Ungkapan “Ada harga, ada kualitas” ini hampir sepenuhnya benar, karena nampak jelas perbedaan antara sekolah elite dan sekolah murah dari segi sistem pendidikan yang dipakai, kurikulum, layanan juga fasilitas, sampai dengan cara pengajarannya.


Berikut saya membagikan pengalaman saya sebagai mahasiswa ketika melakukan praktik mengajar di salah satu sekolah favorit di Mojokerto, juga sebagai tenaga pendidik selama kurang lebih 6 tahun, serta berbagi cerita kepada Anda dengan memposisikan diri sebagai masyarakat awam ;


1. Biaya


Sebelum memutuskan sekolah yang dipilih. Orangtua pasti memikirkan pembiyayaan yang akan dihabiskan selama anak bersekolah. Sekolah elite jelas biayanya jauh lebih mahal disbanding sekolah biasa pada umumnya.Jutaan versus ratusan ribu rupiah, dibayar lunas sekaligus di awal versus dicicil bahkan dalam kurun waktu yang terkadang sangat panjang.


2. Konsep pendidikan yang menjadi tujuan


Konsep pendidikan yang diinginkan, tujuan proses pendidikan jangka panjang saat memasukkan anak sekolah, tentu orantua mempunyai alasan konsep pendidikan seperti apa yang orangtua inginkan. Sekolah elite seringkali memiliki rancangan pembelajaran berbasis modern atau bahkan memiliki rancangan kurikulum sendiri yang sudah disesuaikan dengan icon yang diusung sekolah. Sementara sekolah murah di pedesaan atau pelosok seringkali menggunakan rancangan pembelajaran seadanya atau copy paste turun temurun tiap tahunnya.


3. Lingkungan Pendidikan


Mempelajari sebanyak-banyaknya lingkungan anak-anak bersekolah, bagaimana kepribadian para orangtuanya, guru-gurunya serta semua orang-orang yang berada di sekolah selama proses pembelajaran adalah hal yang sangat penting. Terlebih Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar. Jangan sampai gara-gara lingkungan karakter anak menjadi rusak. Tidak bias dipungkiri, entah sebuah kebetulan atau tidak. Pada umumnya anak-anak sekolah favorit cenderung memiliki karakter yang lebih stabil dan tidak aneh-aneh, mungkin dikarenakan ada observasi terlebih dahulu sebelumnya pada saat pendaftaran awal tahun ajaran, ada sistem gugur dan tidak, sehingga secara tidak langsung siswa-siswa yang sekolah adalah siswa-siswa terpilih secara kepribadian atau bahkan akademis untuk sekolah tertentu. Berbalik dengan sekolah murah, tidak ada filter sama sekali untuk siapa yang bisa mendaftar di sekolah tersebut, hanya patokan usia yang menjadi dasar. Bahkan di tengah tahun ajaran pun, jika ada siswa yang mendaftar, tentu diterima dengan tangan terbuka.


4. Reputasi sekolah


Reputasi sekolah di mata masyarakat dan bagaimana pelayanannya, prestasi-prestasi sekolah tersebut. Cukup berkompetenkah ? hal-hal tersebut juga menjadi pembeda yang nampak sekali antara sekolah murah dan sekolah mahal.


5. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Mungkin untuk poin ini hanya dipahami oleh orang-orang tertentu yang sudah bergelut lama dalam dunia pendidikan. Jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk sekolah favorit faktanya lebih proporsional dibanding sekolah murah atau sekolah biasa di desa-desa. Jumlah guru proporsional dengan jumlah murid tiap kelasnya, Tenaga Kepala Sekolah juga fokus pada tugas utamanya (tidak ikut mengajar), tenaga TU (administrasi) tersedia, struktur tugas sekolah dan atau yayasan terkoordinir secara baik dan jelas, tenaga tukang kebun dst. Juga tersedia, bahkan untuk urusan mengantarkan anak-anak yang ingin ke kamar kecil juga tersedia, untuk hal ini mungkin lebih pada lembaga sekolah pendidikan dasar seperti pre school atau TK.


6. Pendapatan Tenaga Pendidik atau Tenaga Kependidikan


Ups! Ini adalah hal yang serasa tabu untuk dibicarakan. Namun secara ringkas, pepatah mengatakan “Orang tidak akan bisa bekerja dengan baik jika orang tersebut lapar”. Mari kita maknai secara tersirat ungkapan tersebut. Yang jelas dalam hidup ini memang tidak semua bisa diukur dengan uang pun dalam urusan pendidikan anak. Namun, ada banyak fasilitas dan penunjang pendidikan yang baik dan berkualitas ya harus disediakan pakai uang.


Hal yang harus disadari oleh masyarakat adalah bahwa ada "kelas sosial" yang tercipta sejak zaman dahulu. "Kelas atas" memang harus dipersiapkan untuk menduduki peran yang lebih berat dari kelas sosial di bawahnya. Anak orang kaya dipersiapkan untuk meneruskan mengelola harta keluarga yang luar biasa besarnya. Nah, wajar mereka harus dididik dengan cara yang jauh berbeda dengan yang lainnya. Sementara “Kelas bawah” terkadang ingin menyamai tanpa menyadari kapasitas pribadi. Maka muncul lah sikap membanding-bandingkan yang sifatnya negatif. Padahal, ketika kita menyadari kapasitas diri maka akan menganggap 'wajar' kelebihan orang lain dalam segala hal. Termasuk urusan pendidikan ..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun