Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Saya yang Masih Mengandalkan Uang Tunai

27 Agustus 2019   18:16 Diperbarui: 28 Agustus 2019   06:14 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cash is King (ilustrasi: Tribunnews/Shutterstock)

Sejak kepulangan saya ke Indonesia sekitar tahun 2008, saya selalu menyediakan uang tunai (cash) dalam dompet. Bukan hanya untuk berjaga-jaga kalau di jalan ada apa-apa, tapi memang menjadi suatu keharusan.

Ke mana-mana saya pakai transportasi publik. Belanja ke warung tetangga maupun sekadar bersedekah kepada pengemis. Semua itu tidak bisa saya lakukan dengan penggunaan kartu, baik e-money maupun credit card.

Bahkan di Transjakarta saya sering menggunakan cash dalam melakukan pembayaran, karena sering mesin yang dipakai tidak sama dengan kartu e-money yang saya punyai.

Haruskah saya mempunyai 3 kartu e-money, hanya untuk melakukan pembayaran ongkos naik bus? Lebih baik saya memegang cash daripada saya mempunyai 3 kartu e-money. Bukankah itu merupakan penghematan dan membuat dompet saya lebih ramping dan mudah dimasukkan ke tas?

Begitu juga kalau saya belanja di supermarket, mereka pun punya kebijakan sendiri. Seringnya bank yang dipakai sebagai kerja sama tidak mengenakan biaya, sedangkan bank lainnya dikenakan biaya seperti biaya transfer.

Akhirnya kalau saya ingin belanja di tempat tersebut, tetapi saya bukan menjadi nasabah di bank tersebut, praktis saya tidak mempunyai kartu debitnya. Jalan satu-satunya, yaa saya harus menggunakan cash untuk pembayarannya.

Bagaimana dengan kartu kredit, alhamdulillah sampai sekarang belum punya kartu kredit. Entahlah saya beranggapan masih belum perlu untuk punya saat ini.

Hal ini karena saya berprinsip, belanjalah kalau saya punya uang. Kalau belum yaa ditunda dulu, karena pakai kartu pun saya tetap harus bayar. Walaupun pembayarannya bisa sedikit ditunda, tapi tetap saya harus bayar.

Tidak punya kartu kredit kok bangga? Hehehehe. Bukan itu maksud saya, mungkin saya belum perlu banget. Suatu saat saya pasti butuhlah, namanya juga manusia kan?

Terus apa kelebihannya lagi dengan menggunakan uang cash? Bukankah hal itu "menuh-menuhin" dompet kalau pakai cash?

Iya betul, kalau belanja dalam jumlah besar, ya tinggal diatur saja. Kapan saya mau belanja banyak atau dalam jumlah besar, tinggal dihitung untung ruginya atau manfaat dan kerugian. Selama ini saya terbilang orang yang cukup hati-hati dalam bertindak. Walaupun masih juga sering tertipu, karena keluguannya. Nasib... Nasib, hahahaha.

Namun pada intinya, uang cash masih menjadi andalan saya ke mana-mana. Yang berarti uang cash harus ada di dalam dompet.

Kalau tidak punya cash, lebih baik saya tunda dulu rencana pergi atau belanjanya. Hal ini untuk menjaga agar saya tidak pergi dengan sia-sia dan tidak bisa memaksimalkan apa yang sudah menjadi rencana semula. Bukankah waktu adalah kekayaan kita yang sangat berharga? Dan itu menjadi semboyan saya, "Never wasting your time".

Cash Money vs Blackout
Inilah salah satu manfaat yang sangat luar biasa. Di saat terjadi listrik padam merata di mana-mana (blackout), membuat simpanan uang di kartu maupun di bank menjadi tidak berdaya, karena semua mesin yang dipakai mati. Praktis semua transaksi keuangan yang menggunakan perangkat mesin atau elektronik, terputus mendadak. Bahkan KRL dan MRT pun berhenti di tengah jalan. 

Kejadian ini tentu membuat  kita menjadi gagap mendadak. Semua kegiatan terasa kembali hidup di jaman dulu tanpa adanya kemajuan teknologi. Padahal kita selama ini sudah terbiasa dan sangat tergantung pada teknologi.

Bahkan tidur pun ditemani dengan HP, ibaratnya kita tidak bisa lepas dari barang ajaib yang namanya informasi. Bangun tidur yang dicari langsung HP. Ah! Itulah mengapa cash jadi begitu berharga.

Beruntunglah listrik padam cuma 6 jam, meski ada yang sampai 24 jam untuk beberapa daerah. Kadang-kadang memang ada listrik mati bergilir tapi tidak seheboh yang terjadi pada saat listrik benar-benar padam semua.

Saya sendiri memang sudah hampir sampai di rumah waktu blackout itu. Hanya mampir sebentar buat belanja.

Kaget saja waktu saya belanja kok hp saya tidak bisa dipakai, hanya ada pesan emergency calls only dan baterai juga sudah mau sekarat alias habis. Eh sampai rumah listrik sudah mati dan baru menyala lagi jam 6-an sore. Ternyata semua punya cerita sendiri dengan kejadian listrik padam yang nyaris menimpa seluruh pulau Jawa?

Semoga kejadian tersebut merupakan yang pertama dan terakhir. Namun kita perlu bersimpati bagi mereka yang sampai sekarang belum bisa menikmati listrik 24 jam setiap harinya.

Adakah kita sudah tergantung  pada pemanfaatan listrik untuk setiap kegiatan sehari-harinya? Silakan jawab sendiri, kalau saya sih iya, walaupun mungkin pemakaian saya tidak begitu banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun