Di balik jubah kesalehan dan suara lembut penuh nasihat, sebagian pemuka agama justru menyimpan luka bagi orang-orang yang mereka bimbing. Kasus terbaru yang menyeret nama Kyai Masturo Rohili di Bekasi kembali membuka mata publik: predator seksual bisa bersembunyi di balik simbol keimanan.Â
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia atau pada satu agama saja, tetapi telah menjadi persoalan global lintas keyakinan dan budaya. Sudah waktunya masyarakat lebih waspada dan korban berani bersuara sejak dini untuk memutus rantai kekerasan seksual yang sering tertutup oleh dinding kepercayaan dan rasa malu.
Luka di Balik Kepercayaan
Masturo Rohili dikenal publik sebagai tokoh agama dan pendidik yang kerap berdakwah tentang moral dan kebaikan. Namun publik terhenyak saat polisi menetapkannya sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap anak angkat dan keponakan yang sudah diasuhnya sejak kecil.
Salah satu korban mengaku mengalami pelecehan sejak duduk di bangku SMP, bahkan SD. Hal tersebut terjadi berulang sampai mereka berada di bangku perkuliahan. Bahkan sang anak angkat kerap dipaksa mengirim video tak senonoh dengan iming-iming transfer biaya kuliah.
Bagi masyarakat, kasus ini bukan sekadar dugaan pidana, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan. Sosok yang semestinya melindungi dan menuntun justru menjadi sumber luka. Proses hukum tengah berjalan, namun kisah korban telah menguak betapa rawannya kekuasaan yang tak diawasi.
Fenomena Global: Tak Terbatas Satu Agama
Apa yang terjadi di Bekasi hanyalah potret kecil dari persoalan besar. Sejarah mencatat, di banyak belahan dunia, predator seksual kerap menyamar di balik wibawa agama.
Di India, publik masih mengingat kasus Asaram Bapu, pemimpin spiritual yang dipuja jutaan pengikut namun akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena memperkosa seorang remaja di ashramnya. Nama lain yang sempat ramai adalah Swami Chinmayanand, eks-menteri dan pemuka agama, yang ditangkap karena tuduhan pelecehan dan intimidasi terhadap mahasiswinya.
Di Eropa, skandal Gereja Katolik mengungkap fakta mengejutkan: penyelidikan independen di Prancis menemukan lebih dari 330.000 anak menjadi korban pelecehan oleh anggota klerus dan staf gereja antara 1950–2020. Di Spanyol, laporan resmi memperkirakan lebih dari 200.000 anak mengalami nasib serupa sejak 1940.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!