“Kayaknya aku pernah ngalamin ini deh…”
Suara batin itu muncul tiba-tiba saat kamu berjalan ke sebuah tempat yang belum pernah kamu kunjungi sebelumnya. Rasanya asing tapi akrab. Bahkan, detik-detik yang baru saja terjadi terasa seperti pengulangan masa lalu.
Apakah ini hanya ilusi? Atau sebuah pertanda?
Di berbagai budaya di Indonesia, pengalaman semacam ini kerap dianggap bukan hal biasa. Ada yang menyebutnya sebagai firasat, memori dari kehidupan lampau, bahkan gangguan mistis.
Namun di balik semua itu, dunia medis dan neurologi punya penjelasan ilmiahnya sendiri. Lalu, mana yang harus kita percaya: sains atau budaya? Atau keduanya?
Ketika Otak Salah Membaca Waktu
Déjà vu, dari bahasa Prancis yang berarti "sudah pernah melihat," adalah sebuah fenomena di mana seseorang merasa yakin bahwa suatu peristiwa yang sedang berlangsung pernah dialaminya sebelumnya, padahal secara rasional itu tidak mungkin terjadi.
Secara ilmiah, déjà vu dikaitkan dengan kesalahan pemrosesan memori jangka pendek dan panjang dalam otak. Para ahli neurologi berpendapat bahwa hal ini terjadi karena aktivitas listrik singkat di area otak yang mengatur memori dan persepsi.
Dalam konteks psikologi, déjà vu lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, terutama saat kondisi tubuh sedang lelah, stres, atau kurang tidur.
Penelitian juga menunjukkan bahwa déjà vu bukanlah gangguan mental, melainkan respons otak yang sesaat salah menginterpretasikan waktu. Otak menganggap informasi baru sebagai memori lama karena jalur pemrosesannya tumpang tindih.