(Suara Hati Seorang Anak yang Tumbuh Tanpa Sosok Ayah)
“Ayah, kau mungkin tak pernah tahu bahwa kepergianmu meninggalkan lubang yang tak pernah benar-benar bisa ditambal. Ibu telah berjuang sekuat tenaga membesarkanku seorang diri, namun ada bagian dalam diriku yang tetap terasa kosong.”
Aku menulis ini bukan untuk membuka luka lama, apalagi menyudutkan satu pihak. Aku menulis ini karena masih banyak anak-anak yang seperti aku, tumbuh dalam kehampaan, bertanya dalam hati kecilnya: ke mana ayah? Mengapa ia pergi? Dan kenapa kami harus menjadi korban dari ego orang dewasa?
Peran Ayah yang Tak Tergantikan
Banyak yang bilang, asal ada ibu yang hebat, semua akan baik-baik saja. Aku tidak menampik betapa luar biasanya ibuku.
Ia adalah pahlawan yang tak pernah lelah, tak pernah menyerah. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa ia gantikan; kehadiran seorang ayah.
Ayah adalah rasa aman pertama anak. Sosok yang membuat kita percaya bahwa dunia bisa dihadapi.
Ketika teman-temanku datang bersama ayahnya saat pentas seni, saat wisuda, atau bahkan saat sekadar bermain bola di lapangan, aku hanya bisa berdiri diam. Tersenyum setengah hati, seolah baik-baik saja.
Padahal tidak!
Ibu Hebat, Tapi Tetap Bukan Ayah