Di balik keberhasilan implementasi pendidikan inklusif di sekolah, ada peran-peran krusial yang kerap terlupakan—salah satunya adalah komite sekolah.Â
Sebagai representasi orang tua dan masyarakat, komite sekolah (seharusnya) menjadi garda depan dalam mendorong transparansi, empati, dan kesetaraan di lingkungan belajar, terutama bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Pendidikan Inklusif: Lebih dari Sekadar Label
Pendidikan inklusif bukan hanya tentang menerima siswa ABK ke dalam kelas reguler, tetapi tentang menciptakan ekosistem sekolah yang mendukung pertumbuhan semua anak, tanpa diskriminasi.Â
Tantangan dalam implementasinya nyata: keterbatasan sumber daya, kurangnya pemahaman, hingga minimnya pelibatan pihak luar.
Sayangnya, komite sekolah yang seharusnya menjadi jembatan antara sekolah dan masyarakat, sering kali hanya hadir saat ada urusan administratif atau kegiatan seremonial. Padahal, potensi mereka jauh lebih besar dari itu.
Asesmen ABK: Data yang Harus Diolah, Bukan Disimpan
Setiap anak berkebutuhan khusus membutuhkan pendekatan yang berbeda, dan itu diawali dengan proses identifikasi dan asesmen. Sayangnya, hasil asesmen sering hanya tersimpan dalam berkas atau menjadi konsumsi internal guru-guru.
Di sinilah semestinya komite sekolah masuk dan dilibatkan. Sekolah dapat menyampaikan hasil identifikasi secara terbuka (dengan etika) kepada warga sekolah termasuk komite.
Komite dapat membantu menjelaskan kepada orang tua lain, dan meluruskan miskonsepsi dan stigma negatif serta menumbuhkan penerimaan utuh dan empati terhadap kehadiran ABK di tengah siswa siswi regular yang ada.