Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ngasih Tugas Doang Bukan Mengajar! Yuk Kenali Ciri Guru Sejati

13 Mei 2025   10:00 Diperbarui: 13 Mei 2025   06:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru otoriter (Sumber: freepik)

Di balik label "guru", ada tanggung jawab besar yang lebih dari sekadar membagikan tugas atau memberi nilai. Sayangnya, masih banyak ruang kelas yang hanya dipenuhi lembar kerja tanpa penjelasan, bahkan tanpa interaksi yang bermakna.

 Mengajar bukan sekadar memberi tugas atau pun pekerjaan rumah, melainkan menyentuh hati, membentuk karakter, dan menumbuhkan semangat belajar. 

Jadi, mari kita tilik; apa saja sebenarnya ciri guru sejati yang benar-benar hadir untuk mendidik, bukan sekadar menggugurkan kewajiban?

Mengajar Lebih dari Sekadar Memberi Tugas

Mengajar bukan aktivitas mekanis. Ini bukan sekadar datang, menulis di papan tulis, lalu membagikan tugas. 

Mengajar adalah proses hidup; interaksi dua arah antara guru dan murid yang membangun pemahaman, kepercayaan diri, dan rasa ingin tahu.

Ketika seorang guru hanya memberi tugas tanpa arahan, apalagi tanpa evaluasi yang bermakna, maka yang terjadi bukanlah pembelajaran, tapi hanya rutinitas kosong.

Akibatnya, banyak siswa yang merasa lelah, stres, bahkan kehilangan motivasi untuk sekolah. Mereka bukan tidak mau belajar, tetapi mereka kehilangan makna dari proses itu sendiri. 

Tugas demi tugas menumpuk tanpa pemahaman, tanpa arah, tanpa kehangatan. Padahal, para guru digaji bukan untuk sekadar hadir dan memenuhi jam, tetapi untuk mengajar, mendidik, dan menghidupkan harapan anak bangsa.

Empat Tipe Guru dalam Mengajar

Agar lebih mudah dikenali, gaya mengajar guru bisa disederhanakan menjadi empat tipe utama:

  1. Guru Otoriter
    Cenderung kaku, penuh aturan, menuntut kepatuhan tanpa banyak ruang diskusi. Cocok untuk kondisi tertentu, tapi bisa mematikan kreativitas jika berlebihan.

  2. Guru Demokratis
    Terbuka terhadap masukan, mengajak siswa berdiskusi, dan mendorong kemandirian berpikir. Gaya ini sangat mendukung pembelajaran yang bermakna.

  3. Guru Permisif/Pasif
    Terlalu santai, bahkan terkesan lepas tangan. Biasanya hanya memberi tugas tanpa pendampingan, dan inilah yang paling banyak dikeluhkan siswa.

  4. Guru Transformasional
    Menginspirasi, penuh empati, inovatif, dan mampu membangkitkan semangat belajar. Inilah tipe ideal guru sejati yang patut diteladani.

Ciri Guru Sejati yang Patut Diteladani

Guru sejati hadir secara utuh; bukan hanya fisiknya di kelas, tapi juga jiwanya dalam setiap proses belajar. Ia tidak hanya menyuruh, tetapi membimbing. 

Ia tidak hanya menilai, tetapi memberi umpan balik yang membangun. Ia mampu melihat potensi anak, menyesuaikan metode, dan membangun hubungan yang membuat siswa merasa dihargai.

Guru sejati memahami bahwa setiap anak belajar dengan cara berbeda, dan tugas kita adalah memfasilitasi, bukan memaksakan. Ia tahu bahwa tugas bukan tujuan utama, melainkan alat bantu. 

Maka, alih-alih menumpuk tugas, ia menciptakan aktivitas bermakna yang membuat anak ingin belajar, bukan sekadar terpaksa menyelesaikan pekerjaan rumah.

Dampaknya Jelas: Anak Bahagia, Belajar Jadi Bermakna

Ketika guru hadir dengan hati dan niat mendidik, anak-anak akan tumbuh dengan semangat. Mereka tidak lagi merasa sekolah itu beban. 

Mereka belajar dengan gembira, berkembang sesuai potensi, dan tumbuh menjadi pribadi yang utuh; bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga tangguh secara emosional.

Sebaliknya, jika guru hanya hadir untuk menggugurkan jam, menyalin soal, dan memberi tumpukan tugas, maka yang kita hasilkan adalah generasi yang kelelahan, kehilangan arah, dan menjauh dari semangat belajar. 

Kita bukan hanya menyia-nyiakan waktu mereka, tapi juga menghancurkan harapan mereka secara perlahan.

Saatnya Refleksi Diri

Menjadi guru bukan sekadar profesi, tetapi amanah. Kita digaji untuk mengajar, bukan hanya hadir dan memberi tugas. 

Kita dititipi masa depan anak-anak, dan itu bukan beban; itu kehormatan. Maka, mari kita jujur pada diri sendiri: Apakah saya benar-benar mengajar hari ini, atau hanya menggugurkan kewajiban?

Mendidik adalah seni, sekaligus panggilan jiwa. Anak-anak kita pantas mendapatkan yang terbaik. 

Jangan biarkan mereka belajar dari tugas, tapi belajarlah bersama mereka dalam perjalanan hidup yang menyenangkan. Dengan begitu tak hanya pemahaman akademik yang mereka dapatkan tapi pendidikan karakter yang membentuk mereka menjadi sosok yang gemar belajar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun