Membiasakan Bijak Berbahasa Sejak Dini
Bahasa adalah cerminan hati dan pikiran. Dalam budaya Sunda, ada sebuah peribahasa yang sangat bijak, "Hade goreng ge ku basa!", yang berarti baik dan buruknya sesuatu tergantung pada bahasa.Â
Ungkapan ini mengajarkan kita bahwa tutur kata memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari---bisa menjadi jembatan untuk menjalin hubungan yang baik atau justru menjadi pemicu perselisihan.
Menariknya, orang Sunda juga memiliki ungkapan lain yang masih berkaitan, yaitu "Basa mah teu meuli"---bahasa itu tidak perlu dibeli.Â
Artinya, sebanyak apa pun kita berbicara, kita tidak akan dikenai biaya atau denda. Maka, mengapa tidak menggunakan bahasa dengan baik? Mengapa tidak membiasakan diri untuk berkata sopan, penuh empati, dan memberikan apresiasi kepada orang lain?
Saat ini, di era digital dan interaksi yang serba cepat, peribahasa ini semakin relevan. Berkomunikasi bukan hanya sekadar berbicara, tetapi juga tentang bagaimana kita menyampaikan maksud dengan cara yang tepat dan beradab.Â
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menanamkan kebijaksanaan dalam berbahasa sejak dini kepada anak-anak.
Bahasa sebagai Cerminan Diri dan Penghormatan Terhadap Orang Lain
Dalam budaya Sunda, orang yang tutur katanya halus dan penuh tata krama akan dihormati dan disenangi. Sebaliknya, mereka yang berbicara dengan kasar atau tanpa perasaan sering kali dijauhi. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan karakter seseorang.
Berbahasa dengan bijak tidak hanya berarti menghargai orang lain, tetapi juga menghargai diri sendiri.Â