Program makan bergizi gratis yang diinisiasi pemerintah untuk anak-anak sekolah menuai perdebatan.Â
Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah maju dalam meningkatkan gizi anak-anak Indonesia dan mengatasi masalah malnutrisi. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa waktu makan yang dialokasikan justru dapat mengurangi jam efektif belajar di sekolah.
Antara Nutrisi dan Efektivitas Waktu
Sebagai program yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan daya konsentrasi siswa, makan bergizi gratis seharusnya menjadi solusi bagi anak-anak yang kurang mendapat asupan gizi di rumah.Â
Namun, tantangan muncul ketika implementasi program ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit, mulai dari distribusi makanan hingga waktu konsumsi yang cukup bagi siswa.
Di beberapa daerah, sekolah-sekolah melaporkan bahwa penyelenggaraan makan gratis membutuhkan waktu tambahan hingga 30--45 menit per hari. Jika dikalkulasikan dalam seminggu, ada sekitar 2,5 hingga 3,75 jam yang "terpakai" untuk program ini.Â
Para pendidik pun mempertanyakan efektivitasnya: apakah waktu ini lebih baik digunakan untuk pembelajaran akademik atau tetap diprioritaskan untuk pemenuhan gizi?
Tantangan Logistik di Sekolah
Tidak semua sekolah memiliki fasilitas kantin atau ruang makan yang memadai. Di banyak sekolah negeri, siswa harus makan di kelas atau di ruang terbuka, yang berpotensi menimbulkan masalah kebersihan dan kenyamanan.Â
Selain itu, pendistribusian makanan juga menjadi kendala, terutama di daerah terpencil.
Faktor lain yang menjadi perhatian adalah variasi menu. Meski program ini didesain untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa, ada laporan bahwa beberapa siswa tidak menyukai menu yang disediakan, sehingga makanan terbuang percuma.Â