Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Komitmen Aktif Meredam Provokasi di Media Sosial

2 November 2018   07:36 Diperbarui: 2 November 2018   08:20 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerdas Bermedsos - www.validnews.id

Entah apa yang salah dengan sebagian masyarakat. Era kemajuan teknologi informasi, justru tidak mendorong budaya literasi kian meningkat. Sebaliknya, praktek menebar kebencian justru semakin menguat. 

Banyak pihak menduga hal ini berhubungan dengan tahun politik. Dan kebetulan pula sekarang ini sudah memasuki masa kampanye. Jadi kampanye negative dengan saling mencari kejelekan, eskalasinya terus meningkat. Bahkan, kadang kampanye hitam pun juga dimunculkan. Tujuannya agar elektabilitas paslon yang didukung meningkat, dan paslon yang lain mengalami penurunan. 

Cara-cara semacam ini memang lumrah terjadi dalam perhelatan politik. Namun, ketika dan fakta tidak bicara, yang terjadi hanyalah tuduhan yang tidak mendasar. Ketika tuduhan itu sudah dianggap sebagai kebenaran, pada titik inilah kita harus berpikir, apakah negative dan black campaign itu masih diperlukan? Karena dampaknya sangat mengerikan bagi negeri ini.

Di masa kampanye ini, memang berita bohong masih terus bermunculan. Ujaran kebencian yang ditujukan untuk paslon tertentu, atau timses tertentu masih juga terjadi. Jika pihak lain terlihat kejelekannya, diharapkan akan mempengaruhi persepsi publik tentang paslon dan timsesnya. 

Untuk bisa melakukan hal tersebut, tidak jarang paslon, partai politik, ataupun timsesnya, menggunakan jasa buzzer yang cenderung negatif. Mereka dibayar hanya untuk memproduksi konten-konten negatif. Perilaku elit yang cenderung pragmatis, telah memunculkan hubungan simbiosis mutualisme, untuk munculnya provokasi-provokasi baru.

Padahal, dimasa kampanye ini semestinya harus diperbanyak dengan pembahasan ide dan gagasan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Paslon harus terus mendorong kepada timsesnya, untuk aktif menebarkan pesan-pesan creative, inovatif dan brilliant. Namun pesan-pesan tersebut juga harus tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan. Harus factual tidak boleh direkayasa. Ingat, saat ini erahnya sudah modern. 

Kebohongan publik bisa cepat ditelusuri, untuk memastikan informasi tersebut faktual atau tidak. Kasus Ratna Sarumpaet misalnya. Mari kita belajar dari kasus ini. Karena begitu kuat dilandasi kebencian, provokasi dan hoax diciptakan meski mereka sadar betul, konsekwensi dari semua itu adalah harus dipenjara.

Politik adu domba jelas tidak mendidik. Politik provokasi jelas hanya akan memunculkan amarah dan kebencian yang tak berujung. Mari kita belajar dari kasus Ratna, mari kita belajar dari kasus pembakaran bendera HTI yang bertuliskan kalimat tauhid, mari kita belajar dari peristiwa pembakaran tempat ibadah di Tanjungbalai, Sumatera Utara dan mari kita belajar dari segala peristiwa sebelumnya. Sekali lagi, politik adu domba jelas tidak ada manfaatnya. Dan sebagai tokoh, sebagai elit politik, sebagai calon pemimpin negeri, semua pihak harus aktif mencegah maraknya provokasi dan hoax di media sosial.

Jika hal ini tidak segera dilakukan sejak saat ini, masyarakat Indonesia akan terus saling bertikai, hanya karena provokasi media sosial. Mari kita saling introspeksi. Sebarkanlah konten positif yang penuh kedamaian. Indonesia adalah negara besar yang perlu generasi pemersatu, bukan generasi penyebar berita bohong ataupun kebencian. 

Perhelatan politik bertujuan mencari dan menciptakan pemimpin yang bertanggung jawab, bukan menciptakan permusuhan baru. Elit politik adalah calon wakil rakyat yang dipercaya menjalankan amanah. Karena itu, segala ucapan dan perilakunya pun harus santun, penuh kedamaian, agar masyarakat di level akar rumput juga bisa saling berdampingan dalam perbedaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun