Mohon tunggu...
Nunik Hariyanti
Nunik Hariyanti Mohon Tunggu... -

Master Student of Strategic Communication Management (Chulalongkorn University), Alumnae of Communication Departement - UPN "Veteran" Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kamis Menonton, Apresiasi atau Mengajarkan Hedonis?

26 April 2012   08:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Melihat perkembangan film-film di Indonesia saat ini memang sedang berkembang dan mulai , film terbaik dari karya anak negeri bermunculan. Jika beberapa saat lalu booming film-film di bioskop dengan film yang berbau horor dan porno tetapi saat ini film dengan cerita dan juga teknis yang lebih baik bermunculan.

Hari ini (kamis) salah satu film terbaik yang dimiliki oleh anak bangsa yang berjudul “Modus Anomali” karya Joko Anwar beredar di bioskop. Film yangdibuat dengan menggunakan kamera terbaik yang pernah ada dan dipakai juga dalam salah pembuatan film Pirates of Carribean serta kecanggihannya banyak dilirik oleh videografer di seluruh dunia ini menunjukkan bahwa film yang dibuat anak-anak Indonesia juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Keikutsertaan film ini di festival nomor wahid di Negeri Paman Sam ini juga adalah pembuktiannya.

Berdasarkan beberapa film anak bangsa yang telah di release, para sineas Indonesia lebih memilih hari Kamis untuk mengedarkan film-filmnya di bioskop agar dapat ditonton oleh masyarakat. Film-film tersebut diantaranya Republik Twitter, The Raid, Sehingga muncul istilah “Kamis Menonton” atau “Kamis ke Bioskop”. Dari istilah ini sebenarnya dipakai untuk menanamkan apresiasi tentang film yang dibuat oleh sineas ataukah menanamkan hedonisme kepada masyarakat?

Sejauh ini, bioskop di Indonesia masih menyatu di sebuah pusat perbelanjaan atau Mal sehingga ketika ada ajakan untuk “Kamis Menonton” secara tidak langsung menimbulkan hedonisme masyarakat untuk berkunjung ke Mal. Mungkin awalnya hanya bertujuan untuk menonton tetapi pusat perbelanjaan atau Mal menawarkan banyak tawaran yang tidak dapat dihindari oleh siapa saja. Kembali dengan jika memang ingin perfilman di Indonesia berkembang maka tidak salah jika pemerintah atau pihak yang berwenang menyediakan ruang untuk apreasiasi film.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun