Bicara lingkungan kerja toksik sebenarnya agak berlawanan dengan saran para konsultan. Konsultan dan motivator selalu bilang bahwa ada di dunia pekerjaan ini yang bisa kita ubah, ada juga yang tidak bisa kita ubah. Lingkungan adalah produk eksternal, selama kita bukan pengambil keputusan, maka itu sudah given alias ya sudah diterima saja. Kalau gak kerasan tinggal kabur atau resign.
Nah, sejatinya ada yang dalam kontrol penuh kita, yakni diri sendiri. Alih-alih meributkan lingkungan yang toksik, malah mungkin diri kita yang toksik. Ketimbang meratapi tanpa upaya yang berarti, maka lebih baik memperbaiki diri dan meningkatkan kompetensi. Jadi nantinya bisa mengubah lingkungan, sesuai dengan posisi diri yang baru setelah sebelumnya sudah berupaya keras meningkatkan kualitas diri.
Nah, ada hukum halal haram yang unik sebagai upaya mapping diri di tengah lingkungan kerja.
(1) Karyawan wajib
Karyawan ini yang paling dicari perusahaan. Ia wajib hadir setiap hari karena memang diperlukan. Selalu dicari. Dan diberikan banyak kerjaan yang bisa menjadi sangat berat jika over kapasitas.
Jika orang tipe wajib ini tidak hadir, maka kerja akan berantakan karena adanya ketergantungan kepada dia atau mereka. SIngkat kata, kalau kamu termasuk kategori "wajib" ini, bersyukurlah karena kamu adalah karyawan yang memang dibutuhkan perusahaan.
Risikonya adalah pekerjaan bisa bertubi-tubi diberikan. Tinggal manajemen waktu untuk solusi.
(2) Karyawan mubah atau halal
Kalau karyawan tipe mubah ini adalah hadir boleh tidak hadir ya tidak dicari. Biasanya tipe ini karyawan yang supporting pekerjaan, dan bukan tipe kreatif inovatif. ARtinya kalau hadir ya bisa diberikan kerjaan, kalau tidak pun tidak akan dicari. Seperti orang di management trainee, fokusnya adalah pembelajaran bukan pekerjaan. Maka kalau atasan ngasih kerjaan, sifatnya menguji dan mendidiklatihkan, bukna mengejar deadline akhir pekerjaan.
Ada juga karyawan yang keseringan ijan ijin wae... mubah dan cenderung malah jadi haram. Gak usah hadir malah bikin repot. Namun kalau karyawan yang mubah, hadir dimanfaatkan, tidak hadir dibiarkan.
(3) Karyawan makruh
Tipe ini yang kalau hadir malah mengganggu, mengajak ngobrol ketika karyawan lain sedang sibuk kerja. Maka tipe makruh, yang kalau hadir malah mengganggu, kalau tidak hadir malah jadi adem. Hehehe.. kasihan juga ya karyawan model begini. Kehadirannya tidak diharapkan, meskipun kalau hadir ya dianggap biasa, bisa juga diberdayakan. Namun sebagian yang lain justru mengharapkan dia tidak hadir.
(4) Karyawan toksik atau haram
Kalau tipe keempat ini tanpa ampun sangat tidak diharapkan hadir. Kalau hadir betul-betul akan mengganggu karena ibarat racun yang mencemari lingkungan. Maka karyawan tipe toksik alias beracun ini yang akhirnya akan menstimulasi lingkungan kerja toksik juga.
Parahnya, kalau ia adalah atasan, jadi bahaya bangettt.... Kalau toxic employee ini adalah bawahan, maka solusinya gampang yakni dieliminasi atau diphk atau dikondisikan untuk resign. Namun kalau ia atasan, sebagai bawahan ya hanya bisa berdoa saja. Atau lewat Serikat Buruh bergerak untuk melaporkan kepada manajemen.
Toxic employee versus job envinronment toxic sama-sama berbahayanya. Maka sebagai karyawan, tugas kita mempelajari dinamikanya, dan berusaha mencegah racun masuk dalam jiwa kita. Pada saat kita mulai curiga karyawan lain adalah toksik, maka ada kemungkinan kita juga sejatinya ada potensi toksik.
Seperti virus yang terdeteksi oleh vaksin, maka kita perlu mengenali racun agar tidak keracunan. Lingkungan kerja toksik adalah hasil dari adanya karyawan toksik. (24.05.2021/Endepe)