Overthinking memang menjadi negatif kalau diarahkan dengan banyak kekhwatiran tentang masa depan, atau hari esok, atau jangan-jangan ada apa-apa nantinya. Dan sejenisnya.
Namun kalau overthinking adalah diarahkan ke proyeksi masa depan yang optimis dan positif, maka bukan lagi "over", melainkan"proportional thinking".
Nah saya sendiri merasa tidak overthinking. Di saat cemas dan khawatir, pengalaman dan pengamatan, maka berpuasa adalah terapinya. Orang puasa itu kegembiraannya minimal ada 2, yakni ketika ketemu waktu berbuka, dan nanti berharap adanya janji Tuhan akan pahala yang sangat khusus.
Jadi bagi kleyan yang sedang merasa overthinking, berpuasa saja. Nanti akan ada hope yang sangat jelas: setidaknya menunggu waktu berbuka. Dan ada nuansa gembira bahagia. Dan rasa bahagia itu akan menjadi psikoteraputik bagi jiwa.
Saya sudah membuktikannya. Banyak keajaiban yang saya temui dalma hidup ini. Ada orang baik yang pernah menawari saya pekerjaan baru, "Eh lu kerja di gua saja, saya liat lu prospek di perushaanku."
Ya saya tahu maksud beliau baik. Lantas saya bertanya berapa gaji di posisi yang ditawarkan ke saya. Beliau sambil berbisik mengatakan sebuah angka. Dan saya pun tersenyum tanpa bermaksud mengecilkan upaya beliau. Saya berterima kasih dan sangat senang dengan upayanya itu.
Dan, nilai gaji yang ditawarkan ke saya itu 1/5 dari take home pay yang saya terima saat itu.
Ya mungkin di mata orang tersebut, saya kelihatan overthinking. Namun sebenarnya saya sedang menikmati proyeksi-proyeksi pemikiran masa depan dan bagaimana kita harus mengantisipasinya.
Ya begitulah. Realitas hidup antara overthinking bisa beda antara yang melihat dan yang menjalani. (20.03.2021/Endepe)