Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menghitung Manfaat dan Biaya Pencegahan Serta Penanggulangan Korupsi

30 September 2019   13:23 Diperbarui: 30 September 2019   13:36 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disetujui oleh DPR dengan mempertimbangkan masukan-masukan Presiden Jokowi. Banyak Pro dan Kontra tentang revisi UU KPK tersebut. Ada beberapa revisi terhadap UU KPK sebelumnya yaitu: KPK sekarang bagian dari lembaga eksekutif tetapi tetap independen, dibentuknya Dewan Pengawas, penyadapan oleh KPK harus seijin Dewan Pengawas, koordinasi dengan lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi sesuai hukum acara pidana, kewenangan sekaligus kewajiban serta batasan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3),  adanya mekanisme penyitaan dan penggeledahan, serta status pegawai KPK yang diubah menjadi pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

Salah satu bahan pertimbangan DPR mengajukan inisiatif Revisi UU KPK adalah Tidak imbangnya antara Biaya yang dikeluarkan oleh KPK dalam khususnya pemberantasan korupsi dengan manfaat yang diterima. Biaya yang dimaksud oleh yang pro terhadap revisi UU KPK adalah biaya pencegahan korupsi, penanganan perkara korupsi misalnya biaya Operasi Tangkap Tangan (OTT), pengadilan, perampasan aset, pemasyarakatan samapi dengan biaya pegawai.

Sedangkan manfaatnya biasanya diukur dengan hukuman denda uang bagi koruptor. Selama ini kritik utama terhadap KPK adalah sebagian besar koruptor yang ditangkap lewat OTT adalah koruptor "kelas teri" atau yang kecil-kecil. Sementara koruptor besar atau kelas kakap jarang tertangkap dan diproses sampai dihukum.

Data mendukung hal tersebut. Rimawan Pradipto (2009)- staf pengajar UGM- pernah menganalisis hukuman denda uang yang dikenakan kepada terpidana korupsi. Berdasarkan data putusan MA, perbandingan biaya korupsi dan denda uang  kasus korupsi tahun 2001-2009 menunjukkan bahwa total denda uang yang dituntutkan Jaksa hanya 40% dari biaya pencegahan dan penindakan/ pemberantasan korupsi. Dari jumlah tersebut, hanya 7,3% dari total denda tersebut yang dijatuhkan hukuman final (inkracht) oleh hakim.

Ditambah lagi data menunjukkan bahwa  93% biaya eksplisit korupsi yang harus ditanggung negara karena tidak dibebankan kepada koruptor. Beban negara tersebut selanjutnya ditransfer kepada masyarakat dalam bentuk meningkatnya besaran pajak. Dengan demikian beban biaya pencegahan dan penindakan korupsi pada akhirnya ditanggung oleh masyarakat sehingga masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan dalam tindak pidana korupsi yang terjadi.

Beberapa poin revisi UU KPK sebenarnya mendukung efisiensi biaya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Untuk manfaat yang lebih besar sebenarnya usulan bahwa KPK hanya menangani korupsi yang skalanya besar yang menimbulkan kerugian negara atau nilai korupsinya lebih besar dari RP 1 milyar. Tetapi tampaknya hal ini tidak masuk dalam poin revisi. Sebenarnya penulis termasuk yang setuju terhadap poin revisi ini.

Yang Kontra

Namun, yang kontra terhadap pendapat yang demikian mengatakan bahwa ukuran manfaat pemberantasan korupsi tidak hanya diukur dari besarnya denda uang yang dibayarkan oleh koruptor dan dari besarnya nilai korupsi yang berhasil ditangani. Manfaat harus diukur juga dengan efek jera terhadap koruptor dan juga memberikan efek takut bagi calon koruptor.

Terhadap hal ini penulis tidak setuju. Manfaat yang nyata terhadap keuangan negara juga harus diperhitungkan. Denda uang yang besar akan selalu seiring dengan besarnya nilai korupsi. Jadi sebenarnya memang KPK fokus pada penangkapan koruptor besar. Meskipun demikian, manfaat lain seperti yang disebutkan yang kontra juga perlu dipertimbangkan. Tetapi sekali lagi hal itu juga seiring atau paralel dengan nilai korupsinya. Jika yang dijerat adalah koruptor besar maka efek jera juga akan mengenai koruptor besar dan calon koruptor besar.

Memperbesar Manfaat

Peluang memperbesar manfaat juga bisa dilakukan dengan hakim menambahkan hukuman denda uang dengan yang dinamakan uang pengganti. Yang dimaksud uang pengganti ini adalah uang yang harus dibayar oleh terpidana korupsi sebesar bilai korupsinya. Uang pengganti ini memang jarang diterapkan dalam putusan hakim di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun