Untuk itu pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan perlu diteruskan. Sampai saat ini ada sekitar 30 proyek infrastruktur strategis yang sudah selesai dibangun dengan nilai sekitar Rp 94,8 trilyun.Â
Hasil dari pembangunan infrastruktur strategis tersebut adalah antara lain adanya tingkat elektrifikasi  (masyarakat yang sudah menggunakan listrik) di Indonesia yang saat ini sudah mencapai 98,05 persen, jauh melebihi target tahun 2018 sebesar 97,1 persen. Hasil lain adalah naiknya Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index atau LPI)  Indonesia versi Bank Dunia 17 tingkat sehingga menduduki peringkat 46. Padahal  dua tahun sebelumnya, Indonesia hanya bertengger di posisi 63 dunia dari 160 negara yang disurvai.Â
LPI didasarkan pada enam aspek yaitu, efisiensi customs & border management clearance (bea cukai), kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan pengaturan pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melakukan tracking & tracing, dan frekuensi pengiriman tepat waktu. Tahun 2018 ini Indonesia mencatat skor 3,15.Â
Dari semua aspek penilaian LPI 2018, aspek kepabeanan meraih skor terendah sebesar 2,67. Sementara itu, aspek penilaian tertinggi adalah ketepatan waktu dengan skor 3,67, tracing dan tracking (3,3), pengiriman barang internasional (3,23), kualitas dan kompetensi logistik (3,1), infrastruktur (2,89), baru kemudian kepabeanan 2,67.
Namun naiknya Indeks Kinerja Logistik tersebut ternyata masih menyisakan pekerjaan rumah karena Indonesia masih kalah peringkat dibanding India, Malaysia, Thailand, dan bahkan Vietnam. Thailand, Vietnam, dan Malaysia berturut-turut ada di posisi 32,39, dan 41. Sedangkan Indonesia di posisi ke 46.Â
Dari aspek Kinerja logistik tersebut jelaslah  pekerjaan rumah yang masih tersisa unuk logistik yang akan menarik investasi adalah bidang kepabeanan atau Bea-Cukai. Pemerintah pernah menjanjikan membenahi Bea-Cukai  dengan memperpendek waktu tunggu (dwelling time) keluarnya barang impor dari pelabuhan. Janji ini tampaknya belum dilaksanakan.
Di samping itu pemberantasan korupsi yang merupakan sumber biaya tinggi bagi pengusaha juga perlu terus dilakukan. Perlu dipikirkan efek jera dari penindakan terhadap koruptor misalnya dengan pemiskinan atau menyita seluruh harta kekayaan koruptor dengan merevisi UU Anti Korupsi.