Bayangkan jika setiap anak bisa berangkat sekolah tanpa rasa takut diintimidasi. Sayangnya, kenyataan berbicara lain, saat ini kasus perundungan di sekolah justru terus meningkat. Data pada 2024 mencatat 573 kasus kekerasan di sekolah naik lebih dari 100% dibanding tahun sebelumnya dengan sepertiga di antaranya merupakan perundungan (Fitriyani et al., 2024). Angka ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan dan menegaskan bahwa anak-anak kita butuh lebih dari sekadar pelajaran akademik. Mereka perlu belajar empati, kontrol diri, dan rasa hormat agar tercipta lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Salah satu pendekatan yang menjawab tantangan ini adalah Islamic Montessori, yakni metode yang memadukan kebebasan belajar khas Montessori dengan nilai-nilai Islami seperti adab, akhlak, dan ibadah (Afidah, Rahmatullah, & Madjid, 2022). Pendekatan ini memandang setiap anak sebagai individu unik dengan fitrah bawaan yang perlu diarahkan dengan lembut, bukan dipaksa. Hasilnya, perkembangan anak lebih seimbang, bukan hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga matang secara sosial, emosional, dan spiritual.
Prinsip Montessori & Keselarasan dengan Pendidikan Islam
Montessori mengajarkan respect for the child, yaitu menghormati proses belajar anak, memberi kebebasan memilih aktivitas, dan tidak mengganggu konsentrasinya. Hal ini sejalan dengan konsep fitrah dalam Islam, yaitu potensi bawaan yang perlu diarahkan agar berkembang optimal. Selain itu, Montessori juga mengajarkan konsep absorbent mind. Konsep absorbent mind sendiri menjelaskan bahwa enam tahun pertama adalah masa emas di mana anak menyerap pengalaman seperti spons. Di sinilah peran orang dewasa sebagai teladan (uswah hasanah) menjadi sangat penting. Montessori juga mengenalkan sensitive period atau fase ketika anak paling siap belajar keterampilan tertentu. Islam pun menyesuaikan kewajiban sesuai usia, misalnya mengajarkan shalat sejak tujuh tahun.
Keduanya menekankan prinsip auto-education yang berarti anak belajar aktif karena rasa ingin tahu dari dalam dirinya dan orang tua dapat berperan menjadi fasilitator. Peran ini didukung dengan prepared environment, yaitu lingkungan belajar yang rapi, aman, dan sesuai kebutuhan anak.
Cara Memulai Islamic MontessoriÂ
Setelah memahami filosofi dan keselarasan prinsip ini, pertanyaannya adalah: bagaimana cara memulai metode Islamic Montessori ini? Memulai metode Islamic Montessori tidak harus mahal atau rumit. Hal terpenting adalah memahami filosofi Montessori yang menekankan kemandirian, eksplorasi, dan kebebasan yang terarah, lalu menggabungkannya dengan nilai-nilai Islami. Orang tua berperan sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan belajar aman, rapi, dan sesuai tahap perkembangan anak, sambil menanamkan kebiasaan Islami seperti berdoa sebelum dan sesudah aktivitas.Â
Sebelum memulai, penting bagi orang tua untuk mempelajari dasar-dasar Montessori dan prinsip Islam yang akan diterapkan. Pemahaman ini memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak hanya meniru aktivitas tanpa makna, tetapi benar-benar menanamkan nilai tauhid, adab, dan akhlak sebagaimana dianjurkan dalam pendidikan Islam (Aminah, 2020; Andriani et al., 2023). Anak akan lebih mudah menyerap kebiasaan Islami jika melihat orang tuanya mencontohkan secara konsisten. Menjaga salat tepat waktu, membaca doa sebelum beraktivitas, bersikap sabar, dan berbicara dengan baik adalah teladan sederhana yang akan direkam anak dalam memorinya (Hidayati et al., 2023; Bahtiar, 2024).
Orang tua juga dapat memulai dari area paling sederhana. Montessori memiliki beberapa area pembelajaran utama seperti Practical Life, Sensorial, Language, dan Mathematics yang semuanya bisa diadaptasi dengan sentuhan Islami. Di area Practical Life, anak bisa berlatih wudu, shalat, dan menjaga kebersihan. Di area Sensorial, anak mengenal warna sambil mengucapkan dzikir. Di area Language, anak mempelajari huruf hijaiyah melalui kartu bertekstur, sedangkan di area Mathematics, anak belajar berhitung dengan konteks sedekah atau zakat (Mukaromah, 2020). Montessori juga menekankan penggunaan bahan konkret sebelum abstrak, sehingga anak diajak mengalami secara langsung, misalnya mempraktikkan wudu atau memegang kartu huruf hijaiyah bertekstur sebelum belajar menulis (Sari, 2021).
Penerapan Islamic Montessori di Rumah
Setelah pemahaman terbentuk dan persiapan ini dilakukan, penerapan Islamic Montessori di rumah akan lebih optimal. Orang tua bisa mulai dari hal sederhana: