Â
Seseorang pernah berkata kepada saya bahwa wine adalah puisi dalam botol. Saya tak tahu pasti apakah dia benar-benar pencinta anggur atau hanya pengagum metafora. Tapi saya tahu satu hal: dalam setetes wine, terkandung sejarah, sains, dan kesabaran. Dan dalam buku Wine Science: Principles and Applications karya Ronald S. Jackson, kita diajak menyusuri jalan panjang yang dilalui tetes itu, dari anggur yang masih bergelantungan di dahan, hingga cairan yang menua dalam botol dengan keanggunan yang nyaris religius.
Jackson bukan penyair. Dia ilmuwan. Tapi buku ini ditulis dengan rasa hormat yang dalam terhadap keajaiban fermentasi. Seperti Galileo yang memandangi bintang, Jackson memandang ragi, asam tartarat, dan molekul tanin dengan takjub. Dan melalui halaman-halamannya, kita diajak menunduk ke dalam dunia mikroskopis yang ternyata mempengaruhi kenikmatan meja makan di restoran bintang lima.
Tentang Ilmu, Rasa, dan Tradisi
Pertanyaan yang tampaknya sederhana: mengapa wine terasa enak? dijawab oleh Jackson dengan panjang lebar. Bukan sekadar enak karena buah anggur manis atau karena usia wine yang tua. Ia menjelaskan bahwa rasa adalah hasil dari simfoni kimia---reaksi asam, alkohol, ester, dan fenol---yang terjadi secara perlahan dalam fermentasi. Sebuah proses biologis yang begitu rumit, namun terjadi dalam kegelapan gua penyimpanan dengan tenang.
Ada saat ketika manusia percaya bahwa fermentasi adalah keajaiban. Sejenis transubstansiasi---seperti dalam misa Katolik, roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah. Tapi Jackson membawa kita jauh dari altar, menuju laboratorium.
Fermentasi alkoholik---inti dari semua wine---adalah saat ketika ragi (Saccharomyces cerevisiae) mengonsumsi gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida. Tapi bukan cuma itu. Ia juga melepaskan aroma, membentuk struktur rasa, menciptakan tekstur yang disebut "body", dan bahkan berpengaruh pada warna.
Di sinilah kita bertemu sebuah ironi: untuk menciptakan rasa yang begitu hidup, kita membutuhkan mikroorganisme yang tak kasatmata. Wine, dengan seluruh kemewahan dan citranya yang aristokratik, adalah hasil kerja dari jamur bersel satu yang bahkan tak tahu bahwa ia sedang dipuja-puji.
Anggur dan Geografi
Jackson tak pernah lelah menjelaskan bahwa asal-usul buah menentukan nasib wine. Terroir---sebuah kata Prancis yang sulit diterjemahkan secara presisi---adalah kombinasi dari tanah, iklim, elevasi, bahkan arah angin. Terroir mempengaruhi bagaimana pohon anggur menyerap air, bagaimana buahnya mengembangkan asam dan gula, serta bagaimana wine akhirnya terasa di lidah.