Mohon tunggu...
Noviyanti
Noviyanti Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa Master of Public Health dengan fokus di bidang infectious diseases dan zoonosis di Kansas State University. Dia juga adalah seorang dokter hewan yang selalu ingin berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya. Merindukan Palangka Raya, Bogor, dan Manokwari, sebagai kota yang sudah menuliskan banyak sejarah baginya. Menulis adalah kegiatan di sela-sela perkuliahan, terkadang sekedar untuk melepas penat ataupun karena ingin berbagi ilmu yang didapatkan di ruang kuliah. Semoga bermanfaat. Korespondensi langsung di: novi85.yanti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaka Su Tau Renang: Sebuah Kisah Nyata dari Anak-anak di Timur Indonesia

27 Mei 2017   09:41 Diperbarui: 27 Mei 2017   10:24 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi... mirisnya.. lagi-lagi anak ini menanggapi serius, “Ayo Kaka, tong su biasa renang seberangi pulau.  Kaka, kam ikut e (Ayo kak, kami sudah biasa berenang menyeberangi pulau.  Kakak ikut ya)”. 

img-20151011-wa0004-5928e3b5537b618b048b4567.jpg
img-20151011-wa0004-5928e3b5537b618b048b4567.jpg
Di tengah-tengah laut itu, untuk pertama kalinya saya mendengar cerita dari mereka bahwa mereka sudah biasa berenang menyeberang pulau kalau mereka mau ke sekolah dan tidak ada perahu untuk mereka pergi ke sekolah.

Pulau ini belum punya gedung sekolah, sehingga anak-anak yang ada di pulau ini (anak-anak usia TK dan SD sekitar 30-40 orang, dan beberapa anak usia SMP dan SMA) harus menyeberang pulau apabila mau bersekolah.  Fasilitas terbaik adalah perahu motor; tapi tidak jarang juga mereka harus mendayung perahu atau bahkan berenang karena kadang orang tua mereka tidak punya cukup uang untuk mengisi bahan bakar bagi perahu motor.  Beberapa kali anak-anak ini bercerita bahwa kadang sampai sekolah mereka sudah terlalu lelah karena harus mendayung perahu atau berenang, akibatnya mereka mengantuk di kelas dan tidak konsentrasi lagi mengikuti pelajaran di sekolah. Beberapa anak-anak memilih tidak berangkat ke sekolah.

Beberapa anak juga pernah bercerita kepada kami bahwa mereka sudah kelas 3 SD dan diharuskan mengulang lagi dari kelas 1 SD karena ketertinggalan mereka dalam menguasai materi pelajaran.  “Tidak bisa begini terus, Kaka” ujar salah satu anak saat menutup ceritanya.  Mereka sendiri ingin sekali mengubah nasibnya, tapi keterbatasan-keterbatasan yang diluar kemampuan mereka membuat mereka melihat masalah ini seperti tidak ada jalan keluar.

Saya lalu membandingkan masa kanak-kanak saya yang tidak pernah mengalami bahkan untuk sekedar terlintas pikiran akan masalah seperti itu.   Pendidikan, baik dari segi kualitas pengajar, sarana dan prasarana di sekolah, ataupun biaya pendidikan tidak pernah menjadi kendala bahkan hingga saya lulus kuliah.  Saya ingin mereka bisa merasakan indahnya dunia pendidikan seperti yang pernah saya rasakan.  Ide-ide bagi permasalahan mereka masih terus saya dan teman-teman pikirkan bersama.  Sementara itu, kami terus pergi ke pulau ini setiap Sabtu, sekedar untuk mengulang pelajaran yang mereka dapat di sekolah dalam kemasan yang lebih menarik. Semoga ada titik terang bagi permasalahan mereka.

Facebook page: Rumah Belajar Pulau Lemon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun