Setiap hari, tanpa kita sadari, telinga kita diserbu oleh berbagai macam suara. Mulai dari deru kendaraan bermotor di jalan raya, suara mesin proyek bangunan, hingga musik keras dari pengeras suara di warung kopi. Meskipun terdengar sepele, paparan suara dengan intensitas tinggi secara terus-menerus dapat berdampak serius pada tubuh manusia. Fenomena inilah yang dikenal dengan istilah "sound horeg" atau kebisingan ekstrem suara keras yang mengguncang dan mengganggu kenyamanan bahkan kesehatan.
Kebisingan ini bukan hanya sekadar gangguan kecil, tetapi telah menjadi masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat yang nyata. Menurut data WHO, kebisingan di atas 70 desibel dapat menyebabkan stres, gangguan tidur, bahkan kerusakan pendengaran permanen jika terus-menerus didengar. Dalam konteks fisika, setiap suara memiliki energi yang merambat melalui medium, dan semakin besar energi tersebut, semakin besar pula pengaruhnya terhadap tubuh manusia. Maka dari itu, penting bagi kita memahami bagaimana suara bekerja dan bagaimana fisika menjelaskan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena Fisika yang TerjadiÂ
Secara ilmiah, suara merupakan gelombang longitudinal mekanik yang merambat melalui medium seperti udara, air, atau benda padat. Gelombang ini terbentuk dari getaran sumber bunyi yang menyebabkan partikel di sekitarnya ikut bergetar secara berurutan. Hubungan antara kecepatan bunyi, panjang gelombang, dan frekuensinya dijelaskan dengan rumus dasar:
Bayangkan gelombang suara dari konser musik atau suara mesin pesawat. Getaran udara yang kuat dari sumber suara tersebut akan menyebabkan perubahan tekanan udara yang signifikan di sekitar telinga kita. Ketika amplitudo terlalu besar, getaran itu bisa merusak struktur halus dalam telinga bagian dalam, seperti koklea, sehingga memicu gangguan pendengaran. Fisika membantu menjelaskan bagaimana energi bunyi berpindah, berinteraksi, dan memengaruhi organ tubuh manusia.
Dalam konteks kebisingan, suara yang terlalu kuat memiliki amplitudo besar dan frekuensi tinggi, yang berarti energi getarnya juga tinggi. Energi inilah yang kemudian mengenai gendang telinga kita secara terus-menerus, menyebabkan tekanan akustik tinggi. Besarnya tingkat tekanan bunyi (sound pressure level) dinyatakan dengan rumus:
Dampak
Secara fisika, semakin besar energi getar (amplitudo) suatu gelombang suara, maka semakin besar pula daya rusak yang ditimbulkannya terhadap benda atau makhluk hidup di sekitarnya. Dalam konteks manusia, organ pendengaran kita dirancang untuk menerima rentang frekuensi antara 20 Hz hingga 20.000 Hz. Jika paparan bunyi melebihi 85 desibel dalam jangka waktu lama, sel-sel rambut halus di dalam koklea (organ telinga dalam) akan mengalami kelelahan dan akhirnya rusak. Akibatnya, kemampuan mendengar menurun secara permanen.
Selain kerusakan fisik pada telinga, kebisingan juga berdampak pada sistem saraf dan psikologis. Tubuh manusia merespons suara keras sebagai bentuk "ancaman", memicu produksi hormon stres seperti adrenalin dan kortisol. Akibatnya, seseorang bisa mengalami tekanan darah tinggi, detak jantung meningkat, serta gangguan tidur kronis. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat berkontribusi pada penurunan konsentrasi, kelelahan mental, hingga risiko penyakit jantung. Dengan kata lain, suara bukan hanya fenomena fisika, tetapi juga faktor yang memengaruhi keseimbangan biologis manusia.
Saran / Rekomendasi
Untuk mengurangi dampak kebisingan atau "sound horeg" dalam kehidupan sehari-hari, langkah pertama adalah mengontrol sumber suara. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama menetapkan serta menegakkan batas ambang kebisingan di area publik, seperti maksimal 55 dB pada siang hari dan 45 dB pada malam hari. Selain itu, penggunaan material peredam suara di kawasan industri, sekolah, dan perumahan padat bisa menjadi solusi teknis yang efektif. Di sisi individu, kita juga bisa melakukan langkah sederhana seperti menggunakan earplug atau headphone peredam bising, membatasi volume musik, dan menjaga jarak dari sumber suara keras. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan melalui edukasi tentang bahaya kebisingan, khususnya di kalangan pelajar dan pekerja yang sering terpapar suara keras. Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih tenang, sehat, dan selaras antara manusia dengan prinsip fisika alam.
Kebisingan mungkin tidak terlihat, tetapi dampaknya nyata dan berbahaya. Dalam perspektif fisika, suara bukan hanya getaran --- melainkan energi yang bisa membawa manfaat sekaligus kerugian tergantung cara kita mengendalikannya. Di tengah hiruk-pikuk kota modern, menjaga keseimbangan antara aktivitas manusia dan kenyamanan akustik menjadi tantangan besar. Mari mulai dari hal kecil seperti menurunkan volume musik, menghindari klakson berlebihan, dan menghargai ketenangan lingkungan sekitar. Karena ketika suara berubah menjadi bising, bukan hanya telinga yang lelah --- tapi juga tubuh dan jiwa manusia. Saatnya kita sadar bahwa fisika tidak hanya bicara di ruang laboratorium, tetapi juga di jalanan, di rumah, dan di setiap getaran udara yang kita hirup setiap hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI