Mohon tunggu...
Theta Indigo
Theta Indigo Mohon Tunggu... Sukarelawan dan mentor di indigo school dan pemgasuh di kunitas indigo

Pengamat dan peneliti lepas independent di dunia edukasi anak dan social secara umum tanpa ikatan/pengaruh /pengkondisian lembaga apapun (aktif di dunia pendidikan sejak th 1999 hingga sekarang) berawal bergabung dalam franchise SEMPOA, Reiki usui tibet, IEC (Intensive English Course, Indie Edu Center, The Indigenous Mind) membuat komunitas Indigenous mind sbg penengah antara dunia edukasi indigo dan praktisi paranormal, supranatural, spiritual dan metafisika lain nya seperti astrologer, human design dll. Juga ikut terjun langsung dalam dunia entertainment metafisika sebagai tarot reader, healer juga educator di beberapa pelatihan2 gifted dan indigo. Saat ini aktif sebagai ketua Dpkw BDJ dari BATTRA SN , pendiri Brain Z Community, penasehat di Lightworkcourse Nusantara (Indigo School) juga aktifis sosial dan anggota dari FKPPAI Pusat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KEMELEKATAN bukan lah semata materi dan keinginan

18 Februari 2025   06:44 Diperbarui: 18 Februari 2025   06:44 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEMELEKATAN


Kemelekatan: Lebih dari Sekadar Benda
 
Kemelekatan. Kata yang seringkali dikaitkan dengan benda-benda materi, harta benda, atau bahkan orang terkasih.  Namun, kemelekatan sebenarnya jauh lebih luas dan kompleks daripada itu.  Ia merambat ke ranah abstrak, membentuk ikatan-ikatan yang tak kasat mata namun begitu kuat, bahkan melampaui batas normal hingga berpotensi merusak keseimbangan hidup.
 
Kita seringkali terikat pada benda-benda karena nilai sentimentalnya. Sebuah boneka usang, foto lama, atau surat-surat tua menyimpan kenangan yang sulit dilepaskan.  Ini wajar, karena benda-benda tersebut menjadi penanda perjalanan hidup kita.  Namun, kemelekatan yang berlebihan pada benda-benda materi bisa menghambat kita untuk melangkah maju, terjebak dalam masa lalu yang tak mungkin diubah.  Kita menjadi takut kehilangan, takut pada perubahan, dan akhirnya terkungkung dalam zona nyaman yang sempit.
 
Lebih jauh lagi, kemelekatan juga bisa terjadi pada hal-hal yang bersifat abstrak.  Misalnya, kemelekatan pada opini orang lain.  Kita begitu takut dinilai buruk sehingga selalu berusaha menyenangkan semua orang, mengorbankan keinginan dan kebutuhan diri sendiri.  Ketakutan akan penolakan dan keinginan untuk diterima bisa menjadi belenggu yang menghalangi kita untuk menjadi diri sendiri.
 
Kemelekatan pada citra diri yang sempurna juga merupakan contoh lain.  Kita terjebak dalam standar kecantikan atau kesuksesan yang dikonstruksi oleh masyarakat, merasa tidak cukup baik jika tidak memenuhi standar tersebut.  Hal ini bisa memicu kecemasan, depresi, dan berbagai masalah mental lainnya.  Kita menjadi terpaku pada pencapaian eksternal, mengabaikan kebahagiaan dan kepuasan batin yang sebenarnya.
 
Ikatan-ikatan yang sudah melebihi batas normal ini seringkali sulit diputus.  Mereka seperti akar yang mencengkeram kuat, menyulitkan kita untuk melepaskan diri dan berkembang.  Kemelekatan pada hubungan yang toxic, misalnya, bisa membuat kita terus bertahan dalam situasi yang menyakitkan, meskipun sudah jelas-jelas merugikan.  Ketakutan akan kesendirian atau rasa bersalah yang berlebihan membuat kita sulit untuk mengambil keputusan yang tepat.
 
Untuk mengatasi kemelekatan yang berlebihan, kita perlu menyadari dan menerima bahwa perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan.  Kehilangan adalah hal yang pasti terjadi, baik itu kehilangan benda, orang, atau bahkan identitas diri.  Menerima hal ini dengan lapang dada akan membantu kita untuk melepaskan ikatan-ikatan yang menghambat pertumbuhan.
 
Praktik mindfulness dan meditasi dapat membantu kita untuk lebih sadar akan pikiran dan emosi kita, sehingga kita bisa mengenali dan melepaskan pola pikir yang memicu kemelekatan.  Dengan menyadari bahwa kita tidak terdefinisi oleh benda-benda atau opini orang lain, kita bisa membangun rasa percaya diri dan kebebasan batin yang lebih besar.  Kebebasan untuk melepaskan, untuk menerima, dan untuk terus melangkah maju.
 
Kemelekatan, dalam bentuk apapun, perlu dihadapi dengan bijak.  Ia bukan musuh yang harus dilawan, melainkan sebuah tantangan yang harus diatasi agar kita bisa hidup lebih seimbang, bahagia, dan bebas.

Berikut beberapa contoh spesifik kemelekatan pada hal-hal abstrak:
 
- Kemelekatan pada citra diri:
 
- Seseorang yang selalu merasa tertekan untuk tampil sempurna di media sosial, mengedit foto, dan membandingkan dirinya dengan orang lain.
 
- Mereka takut kehilangan pengikut atau mendapat komentar negatif, sehingga merasa terbebani untuk menjaga "citra" yang telah dibangun.
 
- Kemelekatan pada opini orang lain:
 
- Seseorang yang selalu takut dikritik atau ditolak, sehingga menghindari konflik dan selalu berusaha menyenangkan semua orang.
 
- Mereka sulit untuk bersikap tegas atau mengungkapkan pendapatnya, karena takut kehilangan teman atau dicap buruk.
 
- Kemelekatan pada status sosial:
 
- Seseorang yang merasa harus memiliki mobil mewah, rumah besar, atau jabatan tinggi untuk dianggap sukses dan dihormati.
 
- Mereka terobsesi dengan status sosial, mengabaikan kebahagiaan dan kepuasan batin yang sebenarnya.
 
- Kemelekatan pada kesempurnaan:
 
- Seseorang yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal, merasa tidak cukup baik jika tidak mencapai standar yang tinggi.
 
- Mereka terbebani dengan tuntutan untuk selalu sukses, sehingga sulit untuk menikmati proses dan merasakan keberhasilan.
 
- Kemelekatan pada masa lalu:
 
- Seseorang yang terjebak dalam kenangan masa lalu, merasa sulit untuk move on dari kejadian yang menyakitkan.
 
- Mereka terus memikirkan kesalahan masa lalu, mengulang-ulang kejadian yang sama, dan sulit untuk menerima kenyataan.
 
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa kemelekatan pada hal-hal abstrak bisa sangat merugikan, karena dapat menghambat kita untuk berkembang dan mencapai kebahagiaan sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun