Mohon tunggu...
Novita Giwan Pratiwi
Novita Giwan Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Novita Giwan Pratiwi Mahasiswa ilmu gizi

kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengaruh Obesitas terhadap Beberapa Faktor

14 Januari 2024   15:07 Diperbarui: 14 Januari 2024   15:12 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Obesitas pada remaja memiliki hubungan dengan kebiasaan makan. Obesitas adalah lemak yang berlebih karena adanya ketidakseimbangan antara masuk dan keluarnya makanan yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.  kebiasaan makan remaja menjadi penyebab obesitas karena pola makan yang buruk dan berlebihan, maka akan terus berlanjut ke penambahan berat badan dan menyebabkan remaja mengalami obesitas. Dari hasil penelitian (Dewinta, 2021) diketahui hipotesis kejadian obesitas remaja yang mengalami pola makan kurang sebesar 31 (16,6%) orang, tidak obesitas dengan pola makan kurang sebesar 59 (31,5%) orang, sedangkan obesitas pada responden yang memiliki pola makan berlebih sebesar 64 (34,2%) orang, tidak obesitas dengan pola makan berlebih sebesar 33 (17,6%) orang. Oleh karena itu, pola makan pada remaja memiliki hubungan dengan obesitas.

Obesitas pada remaja memiliki hubungan dengan kejadian stres. Stres pada remaja dapat menyebabkan obesitas karena jika stres tidak dapat dikendalikan maka hormon akan meningkatkan kortisol, hormon mempengaruhi peningkatan nafsu makan kemudian dapat dapat menyebabkan obesitas. Dari hasil penelitian (Sitepu,2020) diketahui hipotesis obesitas remaja yang mengalami stres sebesar 123 (68%) orang, responden normal yang mengalami stres 58 (32%) orang, sedangkan responden obesitas tidak mengalami stres sebesar 160 (80%) orang, responden normal yang tidak mengalami stres sebesar 40 (20%) orang. Dengan demikian, kejadian stres pada remaja memiliki hubungan dengan obesitas.

Obesitas pada remaja memiliki hubungan dengan aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas dapat menyebabkan banyak energi tersimpan sebagai lemak di dalam tubuh, menyebabkan seseorang yang tidak melakukan aktivitas akan menjadi obesitas. Dari hasil penelitian (Fadhillahet et al., 2021) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada seseorang yang mengalami aktivitas fisik ringan sebesar 52 (63,41%)  orang, berat badan normal dengan aktivitas fisik ringan sebesar 30 (36,59%) orang, sedangkan obesitas pada seseorang yang memiliki aktivitas fisik sedang-berat 27 (35,53%) orang, berat badan normal dengan aktivitas fisik sedang-berat sebesar 49 (64,47%) orang. Oleh karena itu, aktivitas fisik pada remaja memiliki hubungan dengan obesitas.    

Riwayat keluarga salah satu faktor penyebab obesitas pada remaja. Riwayat keluarga berfungsi dalam tubuh untuk mengganti sumber makanan menjadi energi, bagaimana tubuh mengatur nafsu makan, dan bagaimana tubuh membakar kalori saat olahraga. Itu yang menyebabkan obesitas mudah menyebar dalam satu keluarga. Dari hasil penelitian (Makmun dan Risdayani,2021) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada seseorang yang mempunyai riwayat keluarga sebesar 48 (69,6%) orang, responden overweight yang memiliki riwayat keluarga sebesar 21 (30,4%) orang, sedangkan pada responden obesitas yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebesar 3 (27,3%) orang, responden overweight yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebesar 8 (72,7%) orang. Dengan demikian, riwayat keluarga menjadi salah satu penyebab obesitas pada remaja.

Kebiasaan merokok memiliki hubungan dengan obesitas pada remaja. Adanya nikotin yang terdapat dalam rokok, pengonsumsian rokok, dan merokok dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan risiko obesitas. Dari hasil penelitian (Susanto et al.,2021) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada remaja yang merokok sebesar 23 (37,1%) orang, pada remaja tidak obesitas yang memiliki kebiasaan merokok sebesar 39 (62,9%) orang, sedangkan pada remaja obesitas yang tidak merokok sebesar 9 (32,1) orang, pada responden yang tidak obesitas dan tidak merokok sebesar 19 (67,9%) orang. Oleh karena itu, kebiasaan merokok mempunyai hubungan dengan obesitas karena remaja yang memiliki kebiasaan merokok lebih banyak yang mengalami obesitas dibandingkan orang yang tidak merokok.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) salah satu faktor risiko penyebab obesitas. Kelebihan IMT memiliki risiko lebih tinggi hipertensi dibandingkan dengan remaja IMT normal karena penumpukan lemak pada tubuh yang berlebih mengakibatkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Dari hasil penelitian (asyfah et al., 2020) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden yang pra obesitas sebesar 17 (18,5%) orang, responden hipertensi yang obesitas sebesar 52 (56,5%) orang. Sedangkan responden yang tidak hipertensi dan pra obesitas sebesar 1 (1,1%) orang, responden tidak hipertensi dan obesitas sebesar 22 (23,9%) orang. Oleh karena itu, obesitas mempunyai hubungan dengan hipertensi.

Obesitas memiliki hubungan dengan diabetes melitus (DM). Obesitas menjadi salah satu risiko diabetes melitus akibat adanya cadangan lemak yang berlebih didalam tubuh terutama dibagian perut. Dari hasil penelitian (Suwinawati et al., 2020) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden yang mengalami diabetes melitus sebesar 25 (67,6%) orang, responden obesitas yang tidak menderita diabetes melitus sebesar 14 (37,8%) orang, sedangkan remaja yang tidak obesitas dan mengalami diabetes melitus sebesar 12 (32,4%) orang, responden tidak obesitas dan tidak mengalami diabetes melitus sebesar 23 (62,2%) orang. Oleh karena itu, obesitas memiliki hubungan dengan diabetes melitus.

Stroke salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Obesitas memiliki hubungan dengan peradangan sistemik tingkat rendah yang memiliki potensi terjadinya risiko stroke. Dari hasil penelitian (Asmawariza et al., 2023) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden yang mengalami stroke hemoragik dengan hasil 3 (12,5%) orang, responden obesitas yang tidak mengalami stroke hemoragik dengan hasil 21 (87,5%) orang, sedangkan responden yang tidak obesitas dan mengalami stroke hemoragik sebesar 16 (69,6%) orang, responden tidak obesitas dan tidak mengalami stroke hemoragik sebesar 7 (30,4%) orang. Oleh karena itu, obesitas memiliki hubungan dengan risiko stroke.

Dislipidemia salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Dislipidemia memiliki kolerasi erat dengan obesitas karena adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Dari hasil penelitian (Sutanto dan Karjadidajaja, 2019) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden yang mengalami dislipidemia sebesar 34 (50%) orang, responden obesitas yang tidak mengalami dislipidemia sebesar 11 (16,2%) orang, sedangkan responden yang tidak obesitas dan mengalami dislipidemia sebesar 11 orang, responden tidak obesitas dan tidak mengalami dislipidemia sebesar 12 orang. Oleh karena itu, obesitas memiliki hubungan dengan dislipidemia.

Preeklamsia salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Obesitas menjadi masalah gizi dikarenakan kalori yang berlebih di dalam tubuh seperti kelebihan lemak dan protein hewani, hal itu menjadi faktor risiko terjadinya preeklamsia. Dari hasil penelitian (Sari, 2022) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden mengalami preeklamsia sebesar 9 (75%) orang, responden obesitas yang tidak mengalami preeklamsia sebesar 1 (2,1%) orang, sedangkan responden yang tidak obesitas dan mengalami preeklamsia sebesar 3 (25%) orang, responden tidak obesitas dan tidak mengalami preeklamsia sebesar 97 (98,9%) orang. Oleh karena itu, obesitas memiliki hubungan dengan preeklamsia.

Kualitas tidur salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Kualitas tidur menjadi masalah faktor terjadinya obesitas dikarenakan seseorang yang mengalami gangguan tidur atau kualitas tidur yang kurang memiliki jumlah konsumsi makan lebih banyak karena waktu tidurnya dibuat untuk makan pada saat malam hari. Dari hasil penelitian (Sumarna et al., 2020) diketahui bahwa proporsi kejadian obesitas pada responden mengalami kualitas tidur buruk sebesar 9 (75%) orang, responden obesitas yang mengalami kualitas tidur baik sebesar 3 (25%) orang, sedangkan responden yang tidak obesitas mengalami kualitas tidur buruk 8 (53,3%) orang dan tidak obesitas mengalami kualitas tidur baik sebesar 7 (46,7%) orang. Oleh karena itu, obesitas memiliki hubungan dengan kualitas tidur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun