Di sebuah kampung kecil yang bernama "Kampung Nelayan" hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Riko. Riko adalah seorang anak nelayan yang tinggal bersama Ayah, Ibu, dan Adik perempuannya di sebuah rumah sederhana di tepi pantai. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh Riko yaitu membantu orang tuanya dalam mengelola hasil laut. Riko secara sukarela membantu mereka tanpa peduli dengan usianya yang seharusnya sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Sebenarnya Riko ingin sekolah seperti teman-temannya, akan tetapi apa daya jika kedua orang tuanya hanyalah seorang nelayan dengan upah yang kecil. Semesta sungguh tidak adil bagi orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Pagi ini tampaknya semesta tengah berbahagia. Hal tersebut terlihat ketika mentari pagi menyinari bumi dengan sangat benderang. Selain itu, derai ombak dan angin di laut pun terlihat begitu anggun ketika menyambut pagi. Riko berjalan ke tepi laut, memandangi langit di pagi hari yang cerah, lalu selanjutnya Riko memejamkan mata. Aku harap, hari ini adalah hari yang bahagia. Itu adalah mantra Riko di setiap pagi hari.
Setelah melakukan ritual di pagi hari, Riko pun menghampiri Ayahnya yang ada di tepi laut nusantara. Kini Ayah sedang mengeluarkan hasil laut dari sebuah perahu nelayan ke dalam sebuah kotak untuk segera dijual ke pasar. Biasanya Riko akan membantu Ayah mengirim kotak tersebut ke sebuah pasar yang berada di pusat kota bersama pamannya dengan mengendarai Bentor (Becak Motor).
Melihat sang anak selalu menghampirinya di pagi hari, Ayah merasa tidak enak hati. Perasaan itu selalu menghantui Ayah di sepanjang hidupnya. Ayah merasa dirinya sudah memberikan takdir yang buruk kepada Riko, sehingga Riko pun harus ikut terjerat dalam kesengsaraan ini.
"Ayah sudah pernah bilang, bahwa Riko tidak usah membantu Ayah dalam hal ini. Riko cukup di rumah, bermain bersama adik dan menjadi anak yang baik." Itu adalah ucapan yang selalu Ayah katakan di pagi hari, terutama ketika Riko selalu membantu Ayah mencari nafkah.
"Tidak Ayah...Riko akan selalu membantu Ayah. Setidaknya jika Riko tidak sekolah, Riko bisa membanggakan Ayah dengan cara ini." Riko menolak Ayahnya dan bersikeras mengambil kembali kotak yang berada di tangan pria paruhbaya itu.
Tiba-tiba Paman menghampiri Riko dan Ayah yang sedang berdebat kecil, "Wah...sepertinya kamu sangat ingin bersekolah ya Riko?"
"Iya Paman, Riko ingin sekolah dan mewujudkan cita-cita Riko." Riko menjawab dengan penuh semangat.
Perkataan Riko barusan membuat Ayah mengembuskan napasnya dengan sangat kasar. "Memangnya apa cita-cita kamu Riko? Ayah tidak pernah mendengar cerita mengenai cita-cita kamu." Ayah bertanya kepada Riko.
"Sejak Riko bertemu dengan Tuan Hadi pekan lalu, Riko bermimpi untuk membuat kapal-kapal laut keren seperti dia. Dengan begitu, Riko dapat membantu Ayah dan para warga di kampung nelayan untuk memiliki sebuah kapal yang memadai. Setelah itu, kalian semua dapat menangkap ikan dengan aman dan lancar." Riko menjawab pertanyaan Ayah sambil melayangkan jari telunjuknya ke arah kapal yang melintas di tengah laut.