Mohon tunggu...
Novia Syahidah Rais
Novia Syahidah Rais Mohon Tunggu... Manajer Marketing & Komunikasi -

Bukan soal siapa kita, tapi ini soal apa yang kita tulis!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Saya dan Dua Asisten yang Luar Biasa

12 November 2015   09:31 Diperbarui: 12 November 2015   11:07 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai ibu rumah tangga yang memiliki keterbatasan tenaga dalam mengurus rumah tangga, peran seorang Asisten Rumah Tangga (ART) buat saya sangatlah penting. Terlebih saya memiliki anak-anak yang masih kecil, plus sebagian waktu saya yang habis di kantor, membuat saya tak bisa lepas dari bantuan seorang ART.

Seorang ART? Hehe…ternyata saya belum cukup dengan seorang ART, saya perlu tenaga dua orang ART. Jadi di rumah saya selalu stand by dua ART untuk membantu saya menyelesaikan tugas-tugas kerumahtanggaan yang bejibun. Kebetulan ART saya masih bersaudara (sepupuan) jadi dalam hal komunikasi dan adaptasi mereka cenderung lebih mudah, dan ini memudahkan juga untuk pembagian kerja masing-masing.

Saya gak pernah menentukan tugas si A ini, tugas si B itu. Saya serahkan ke mereka aja gimana enaknya. Kebetulan ART pertama sudah bekerja lama dengan saya, sekitar 4 tahunan, dan yang kedua baru beberapa bulan. Jadi saya cenderung menyerahkan ke ART pertama dalam mengatur urusan pekerjaan mereka. Alhamdulillah hingga hari ini semua berjalan damai sentosa hehe….

Banyak yang bilang, alangkah beruntungnya saya punya dua ART yang baik. Ya, ya, ya! Kalau soal itu, saya memang sangat bersyukur memiliki dua ART yang bisa diandalkan. Saya tidak was-was meninggalkan anak-anak dalam asuhan mereka. Ini mungkin lebih patut disyukuri dibanding materi yang melimpah.

Saya pribadi melihat masalah ART ini seperti jodoh-jodohan. Kadang majikan suka dengan kinerja ART-nya tapi ART-nya yang gak betah. Kadang ART-nya baik minta ampun tapi majikannya jahat gak ketulungan. Jadinya gak berjodoh lama. Contohnya saja ART saya yang baru, ketemu dia sebenernya gak sengaja, saat ART saya pulang kampung lebaran kemaren. Ceritanya ART saya mau silaturahmi ke tempat sepupunya yang sudah belasan tahun gak ketemu. Eh ternyata si sepupu juga lagi pulang kampung dan lagi pengen pindah kerja karena gak betah sama majikannya yang lama di daerah Tanjung Priok. Katanya dia sudah lama ingin berhenti tapi gak tahu harus kemana karena selama ini dia terkurung saja dalam rumah, gak pernah kemana-mana.

Alhasil, saya yang lagi pusing nyari pengasuh buat bayi saya, seakan dapat jodoh begitu ART saya mengabari mau ngajak sepupunya itu. Bayangkan, saya gak akan bisa masuk kerja kalau belum dapat orang satu lagi buat ngasuh bayi saya. Menyerahkannya ke sembarang orang pastilah akan membuat saya was-was saat bekerja. Allah Maha Baik, pada saat genting itu (cuti saya sudah jatuh tempo hehe), ART saya nambah satu lagi. Alhamdulillah…meski dengan eksekusi yang agak dramatis, akhirnya ART saya yang baru berhasil keluar dari rumah majikannya. Meski dihujani kemarahan dan caci-maki, dia bersyukur telah bebas dari sana dan dipertemukan dengan saya, melalui ART saya yang lama tentunya hehe…

Saya menganggap ART itu adalah partner yang perlu dihargai, perlu diperhatikan dan perlu diberi ruang untuk bergerak. Jangan terlalu mendikte mereka dalam perkerjaan, jangan gampang mengomel jika mereka salah, jangan suka berwajah cemberut jika kita kesal atau marah dan jangan lupa berikan gaji sesuai tenaga yang mereka keluarkan.

Saya bukan orang kaya yang mampu memberi gaji besar apalagi untuk dua orang ART. Namun dibandingkan orang yang lebih banyak duitnya, konon gaji ART saya lebih besar. Mungkin sebagian orang akan merasa sayang mengeluarkan uang segitu banyak untuk menggaji ART. Namun tanpa ART apakah kita mampu menyelesaikan semuanya sendiri? Buat saya yang bekerja di luar, plus tenaga saya yang gak seberapa (keseringan ngangkat bayi aja sudah membuat engsel pergelangan tangan saya bergeser) maka arti seorang ART sangatlah besar buat saya.

Makanya saya berusaha untuk tidak membuat mereka tertekan, baik oleh pekerjaan maupun oleh sikap saya. Satu-satunya yang saya tekankan hanyalah agar fokus pada anak-anak, urusan cucian, gosokan, beberes dan memasak ya sebisanya aja. Gak kelar hari ini, tunda besok. Rumah berantakan ya dimaklumi aja, anak-anak masih kecil, memang masih senang berantakan semua. Dan saya tau capeknya beberes sekian kali sehari.

Saya juga selalu menanamkan dalam pikiran saya, bahwa ketika saya meluapkan emosi saya dengan marah-marah atau berwajah merengut, itu bisa dengan cepat berakhir seiring habisnya kemarahan saya. Namun hati orang yang menerima perlakuan kita belum tentu mudah melupakannya. Belum lagi jika buntutnya mereka berpaling alias resign, siapa yang repot coba? Ya saya juga. Sementara saya berharap ART saya bekerja dengan hati karena mereka menjaga dan mengurus anak-anak saya, jika hati mereka sendiri sudah ‘cacat’ pada saya, apakah saya masih bisa berharap lebih pada mereka? Mikir! Hehe, maka silakan tanya pada ART saya, sudah berapa kali saya mengomel atau sekedar berwajah cemberut padanya selama 4 tahunan bekerja dengan saya?

Saya berusaha santai layaknya dengan keluarga sendiri. Jangan sampai mereka kelewat sungkan sama saya. Dulu, awal bergabungnya ART saya yang baru, dia pernah bertanya pada ART saya yang lama, “Mbak, kalau Bunda ada di rumah, kamu ngapain aja biasanya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun