Ikebana, seni tradisional Jepang dalam merangkai bunga, dipilih sebagai media pelatihan karena mampu melatih ketelitian, kesabaran, serta estetika, sekaligus mudah diadaptasi oleh siswa berkebutuhan khusus. Dalam pelatihan ini, siswa diajak merangkai bunga dengan memanfaatkan bahan alami dan ramah lingkungan, sehingga karya yang dihasilkan tidak hanya indah tetapi juga bernilai jual.
"Kami ingin memberikan pengalaman belajar yang konkret bagi siswa tunagrahita, sekaligus menanamkan nilai ecopreneurship, yaitu berwirausaha dengan tetap peduli terhadap kelestarian lingkungan," ujar salah satu dosen Universitas Negeri Malang yang menjadi ketua tim pengabdian.
Produk hasil karya siswa berupa rangkaian bunga Ikebana kemudian dipamerkan dan dipasarkan dalam lingkup sekolah serta masyarakat sekitar. Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi siswa untuk mengenal proses kewirausahaan, mulai dari produksi, pengemasan, hingga pemasaran.
Kepala SLB-AC Dharma Wanita Sidoarjo menyampaikan apresiasi atas pelatihan yang diberikan. "Kegiatan ini sangat bermanfaat, karena selain melatih motorik dan kreativitas, siswa juga belajar percaya diri, mandiri, dan memiliki wawasan tentang kewirausahaan," ungkapnya.
Program pengabdian ini mendapat respon positif dari para guru dan orang tua siswa. Mereka melihat bahwa kegiatan seperti ini mampu membuka peluang baru bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk lebih berdaya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya sinergi antara UM dan sekolah luar biasa, diharapkan pelatihan berbasis ecopreneurship seperti Ikebana dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan pendidikan keterampilan yang inklusif, kreatif, dan berorientasi pada kemandirian siswa tunagrahita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI