Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentangmu dan Aroma Kapulaga

23 Mei 2015   15:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14323710171473587517

Sejak tadi sore hujan turun begitu derasnya, keheningan mengantung di langit-langit kamar. Dari balik jendela, ingin rasanya ku remas butir-butir hujan dengan gemas. Merasakan sensasi dingin yang mengelitik pada tiap jemariku.

Namun, kehadiran petir membuatku urung untuk membuka jendela dan meremas butiran tetes air hujan.

Semakin hujan turun dengan deras, suhu dalam kamarku pun semakin tinggi. Bulu kudukku meremang tegak, memberiisyarat bahwa menikmati sesuatu yang hangat adalah keputusan yang bijak.

Tanpa ku undang, pikiranku terbang menghampiri kenangan yang sudah beberapa purnama ku kubur dalam-dalam. Seumpama perompak yang menemukan harta karunnya, pikiranku melancarkan aksinya membongkar kisah kasih masa lalu. Tentang kamu, yang kini bersama-Nya.

Aku melangkah menuju jendela, menempelkan pipi kananku pada kaca jendela yang mulai lebat tertutup embun, dingin. Aku menikmati rasa dingin ini.

***

Kedua mataku terpejam. Kurasakan seluruh tubuhku bergerak menuju sumber kenangan yang sedang di obrak-abrik isi kepalaku.

Ada seraut wajahmu, ada sepotong senyummu, ada setangkup cintamu, dan ada semangkuk soto Banjar kuin, kesukaanmu. Soto yang begitu kental aroma rempahnya, diantaranya aroma kapulaga yang begitu segar. Saat uapnya menguap begitu tinggi ke udara, saat itulah keinginanmu untuk menyantap soto Banjar kuin berhasil membuatku cemburu, “Aku iri pada aroma kapulaga di sotomu, begitu mudahnya dia menarik perhatianmu.” Ucapku sambil memberikan kecap sebagai campuran sotomu.

Reaksimu hanyalah tersenyum, dan kembali asik dengan kuah berwarna kuning dengan sedikit tumpahan minyak di atasnya.

“Rimbi, kamu tahu sejarah kapulaga, tidak ? Konon orang Inggris sangat menyukainya, loh” katamu sambil mengaduk-aduk sambal dalam mangkuk sotomu. “Bahkan, katanya rokok shisa menggunakan kapulaga sebagai salah satu bahannya”

Aku tak menjawabnya. Dan rupanya sikap diamku mengusikmu.

“Cieee...yang cemburu pada kapulaga” katamu, menggodaku.

“Rimbi, kenapa kamu harus cemburu pada kapulaga ? Buatku kamu dan kapulaga itu sama” ucapmu dengan santai “Aroma dari kapulaga itu manis, sama seperti kamu. Dia juga sabar seperti kamu, sebab demi mendapatkan nilai komersil yang tinggi, dia harus menanti selama puluhan tahun. Dia juga liar tapi kemudian menjadi santun, sama seperti kamu. Perempuan yang sulit aku taklukan namun kini bertekuk lutut padaku” Sebuah cubitan mesra mendarat di pipiku.

***

Aku tersentak dari lamunanku, petir yang begitu keras membuat ingatanku lari tunggang langgang. Yang tersisa kini hanyalah sebuah kerinduan.

Rasa rindu yang berkarat, karena terlalu lamanya terendam dalam cairan penantian berurai airmata.

Ku coba menempelkan kembali pipi kananku pada kaca jendela yang masih berembun, berharap masih bisa menemukan seraut wajahmu, sepotong senyummu, setangkup cintamu, dan semangkuk soto Banjar kuin, kesukaanmu.

Tapi ternyata tak ada lagi semua hal itu. Yang kini terlihat hanyalah gundukan tanah merah, dengan taburan bunga sedap malam. Dan sebuah nisan tertulis namamu, tanggal kelahiranmu dan tanggal kepergianmu.

Tanpa angin, tanpa hujan, kepergianmu yang tengah tertidur seperti suara petir disiang hari.

Airmata menganak sungai, ada yang harus direlakan menjauh namun aku belum bisa merelakan. Ada yang harus dilepaskan pergi namun aku belum siap dengan sebuah kepergian.

Hujan mulai mereda, petir sesekali saja terdengar suaranya. Embun pada kaca jendelaku pun mulai menguap.

Yang tersisa kini hanyalah aku, bersama derai-derai linangan air mata. Dan semangkuk aroma kapulaga yang berada di sudut kamarku.

***

Balikpapan, 23 May 15

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun