Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Khayalan Sueb

17 Mei 2015   14:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393310707354866437

Sueb termenung di sisi tempat tidurnya yang bersprei warna hijau, di pandanginya lemari pakaiannya yang berpintu tiga yang terbuka lebar, dengan bibir yang sedikit mengerucut.

Ada 14 pasang sepatu bola dengan warna yang berbeda, 7 jaket, 2 jam tangan, 1 kamera DLSR tercanggih dan 6 bangkai ponsel, Ipad yang dibiarkannya tergeletak begitu saja, dan setumpuk pakaian. Semua barang tersebut adalah barang-barang dengan berbagai merek ternama.

Dan semuanya itu dibelinya dari hasil jerih payahnya selama menjadi seorang pemain sepak bola pada salah satu team bergengsi di liga tertinggi Indonesia.

Keningnya berkerut-kerut, sesekali telunjuk tangannya menunjuk ini dan itu, kemudian alisnya berkerut-kerut, seperti ada yang ingin diingatnya. “Ya ampun, ternyata untuk barang-barang ini, aku sudah keluarkan uang sebanyak seratus jutaan lebih,” pekiknya.

Tanpa menutup pintu lemarinya, Sueb merebahkan dirinya. Dan meraih ipodnya. Telunjuknya bergerak-gerak mencari sebuah lagu. “Barang sekecil ini aja harganya jutaan,” lagi-lagi Sueb berbicara pada dirinya sendiri.

Matanya menatap lurus, menandang langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih, sementara kaki kanannya yang bertumpu pada kaki kirinya bergoyang-goyang. Tak di hiraukannya headset yang terlepas dari telinga kanannya.

Matanya menatap kosong.

Kamu kan satu bulan terima gaji, hampir 30 juta. Kalau kamu hemat, pasti bisa lah beli tanah satu kapling. Carilah yang murah-murah. Ukuran 8 x 10 kisarannya 30 jutaan, kan bisa kamu cicil dua kali. Tanah itu untuk investasi jangka panjang, daripada uangnya kamu habiskan untuk gaya hura-hura dan lifestyle glamour ga jelas” saran dari Tiara, pacarnya.

“Sueb, ini ada ruko dijual murah, nich. Dp awal 20 juta, angsuran perbulan 5 juta atau 10 juta. Ambil, Eb. Sapa tahu nanti kamu bosan jadi pemain bola, kamu bisa buka usaha di ruko.” Saran Daus, sahabatnya.

“Gaji gede, tapi tiap akhir bulan ngutang mulu. Duit sebanyak itu lu apain, Eb. Lu ngasih keluarga kan katanya sebulan jatahnya 5 juta doang. Nah sisa 25 jutanya lu kemanain, lu makan, yak? “ Sewotnya Octa, karena kerap dijadikan bankir saat tanggal 10 belum ada kabar gajian

Sueb memiringkan badannya sambil menghembuskan nafasnya sekuat mungkin.

“Andai saja dulu aku pergunakan uang gajiku dengan bijaksana” batinnya.

***

Mak, aku minta uang 50 ribu, untuk kirim lamaran ke kantor pos, sekalian mau beli koran, nyari lowongan kerja,” pinta Sueb pada ibunya yang baru saja datang dari pasar.

Sueb kini telah berubah. Dari bintang lapangan bola kini menjadi bukan apa-apa. Aura bintangnya bukan hanya redup, namun telah mati, tak bersinar lagi.

Dari penghasilan sebulan berkisar 30jutaan kini demi uang 50ribu harus meminta pada ibunya.

Hari-harinya kini hanya bisa menyesal dalam hati, ternyata syndrome super star sudah membutakan pikirannya. Merasa menjadi sorotan khalayak, Sueb yang sederhana telah berganti “kulit” menjadi Sueb yang bergaya hedonisme.

Sueb melupakan bahwa terang benderangnya sebuah bintang tak pernah kekal, benderang itu akan habis di lahap pagi, Sueb pun melupakan bahwa uang yang banyak tanpa pengelolaan yang bijak akan membawa dirinya pada kondisi tak memiliki apapun.

Ingin rasanya menjual semua barang-barang bermerek dalam lemarinya, agar dirinya tak perlu meminta-minta uang pada  mamaknya.

Namun, beberapa barang yang ditawarkan belum ada yang berminat untuk membelinya.

Sejak diputuskan bahwa Liga Bola ditiadakan, dirinya kini bak layangan putus. Kesana kemari tanpa kejelasan tujuan. Dirinya yang dulu dielu-elukan kini hanyalah seorang pengangguran tanpa kepastian akan bekerja apa dan di mana.

Hari-harinya kini hanya di isi rasa sesal, mungkin jika dulu dia menuruti saran Tiara untuk membeli sebidang tanah, sebagai simpanan disaat dirinya tidak produktif lagi bermain bola, tanah tersebut bisa di jual kembali.

Atau jika dirinya menuruti saran Daus untuk membeli ruko, ruko tersebut bisa disewakan atau kalaupun belum lunas, bisa dijual kembali. Toh dirinya tidak akan merasa rugi, bukankah investasi dalam bentuk tanah dan properti adalah investasi yang berkembang seiring perkembangan waktu.

Andai saja dirinya mau intropeksi diri saat Octa mengomel karena selalu menjadi langganan pelarian, jika gaji belum masuk, padahal sudah tanggal 10.

Ya, penyesalan selalu menjadi bagian terahkir dari sebuah perjalanan.

Dan Sueb kini hanya bisa berandai-andai “Seandainya dulu...”

***

Bpn, 17 May 15

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun