Mohon tunggu...
Novi Aisah
Novi Aisah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pendidikan

Sedang menempuh pendidikan profesi guru di Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Transformasi Ki Hajar Dewantara

26 Oktober 2023   23:57 Diperbarui: 26 Oktober 2023   23:59 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejarah panjang pendidikan di Indonesia tak lepas dari pengaruh kolonialisme yang terjadi di Indonesia. Konteks pendidikan pada masa penjajahan adalah untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan dan orang-orang pembantu usaha dagang. Meskipun pemerintah Hindia Belanda memberi kelonggaran kepada calon dokter jawa untuk mendapat pendidikan namun tujuannya karena khawatir angka kematian penduduk yang tinggi akibat cacar, akan berdampak pada hasil panen perkebunannya. Pasca kekuasaan kolonial Belanda berganti menjadi pemerintahan Jepang berganti pula tujuan pendidikan di Indonesia. Menurut Syaharuddin & Susanto (2019: 54-55) Tujuan pendidikan pada masa kedudukan Jepang adalah untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (Romusha). Pendidikan pada masa Jepang bahkan lebih buruk dari pendidikan pada masa jajahan Belanda dan makin bertambahnya orang-orang yang buta huruf. Pendidikan di Sekolah Dasar diseragamkan menjadi 6 tahun. Hal ini untuk memudahkan pengawasan baik dalam hal isi maupun penyelenggaraannya.

Pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan warga negara yang mengabdi pada kepentingan penjajah (Makmur dkk, 1993: 73). Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat kedudukan penjajah, karena itu tujuan pendidikan diarahkan kepada kepentingan kolonial, sehingga isi pendidikan itu pun hanya sekedar pengetahuan dan kecakapan yang dapat membantu mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi penjajah. Hal ini sejalan dengan pidato yang disampaikan Ki Hajar Dewantara (KHD) di depan dewan Senat Universitas Gadjah Mada, pada 7 November 1956 bahwa 

"Pendidikan kolonial yang semata-mata mementingkan pengajaran yang intelektualitas serta materialistis. Pada abad 20 sistem pendidikannya tetap menunjukan sifat "intelektualistis", pula "individualistis" dan "materialistis". Sekali-kali tidak mengandung cita-cita kebudayaan. Pada hal pendidikan dan pengajaran itu sebenarnya harus bersifat pemeliharaan tumbuhnya benih-benih kebudayaan".

Baru pada tahun 1920 timbul cita-cita baru dari KHD, yang menghendaki perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan pengajaran. Pada tahun 1922 berdiri sekolah "Tamansiswa" di Yogyakarta. Taman Siswa ada sebagai jiwa rakyat yang merdeka dan bebas. Pengajaran dan pendidikan Taman Siswa adalah untuk membentuk manusia merdeka segala-galanya; merdeka fikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka pula tenaganya, supaya dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah air (Tauchid, 1997: 12-13). Melalui Taman Siswa, KHD menggabungkan konsepsi-konsepsi pendikan dari Barat dengan budaya nasional. Pendidikan yang diharapkan KHD adalah pendidikan yang memajukan budi pekerti (kekuatan batin), fikiran (intelek), dan jasmani anak-anak. Agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakatnya. Pendidikan itu pula bertujuan menuntun segala kekuatan kodrat anak, agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. 

KHD menegaskan bahwa pendidikan yang diterima anak terjadi di tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan kemasyarakatan. Ketiga lingkungan itu disebut Tripusat Pendidikan yang mempunyai pengaruh edukatif dalam pembentukan kepribadian anak. KHD menyebutnya Trikon yaitu pendidikan harus kontinyu, konvergen, dan konsentris. Kontinyu berkesinambungan dan belajar terus menerus, konvengen artinya ilmu bisa dari berbagai sumber, dan konsentris disesuaikan dengan identitas dan konteks dan diri masing individu.Gerakan transformasi pendidikan KHD sebelum dan sesudah kemerdekaan membawa perubahan arah pendidikan Indonesia yang memanusiakan manusia, melihat manusia sebagai makhluk merdeka. Pendidikan yang digagas oleh KHD tersebut seharusnya masih bisa diimplementasikan di abad 21 ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun