Tidak banyak yang berani menyentuh realitas kehidupan "wanita panggilan" secara terbuka. Di balik stigma dan pandangan negatif, ada kisah-kisah kemanusiaan tentang perjuangan, tekanan ekonomi, dan keinginan untuk sembuh. Kisah inilah yang mendorong mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang (UNNES) untuk turun langsung ke lapangan melalui kegiatan Konseling Komunitas, berfokus pada komunitas wanita panggilan di Kota Semarang. Melalui Konseling Komunitas, mahasiswa BK UNNES yaitu Avrila Carissa Putri, Novelia Ramadhani, Dhiya Ayu Setyaningrum, Artika Farhana Salsabila, Gracia Putri Kinasih, dan Dinda Ayu Nurlita Listiani, melakukan asesmen terhadap komunitas wanita panggilan di Kota Semarang. Kegiatan ini bertujuan memahami faktor sosial, ekonomi, dan psikologis yang melatarbelakangi keterlibatan perempuan dalam pekerjaan berisiko tersebut.Â
Dalam kegiatan asesmen lapangan, mahasiswa menemukan adanya sebuah komunitas perempuan di Kota Semarang yang hidup dalam situasi sosial dan ekonomi yang kompleks. Komunitas ini terdiri atas perempuan-perempuan yang memilih bekerja dengan menawarkan jasa "menemani" laki-laki, mulai dari menemani minum alkohol hingga hubungan seksual, demi memperoleh penghasilan yang menjanjikan. Aktivitas tersebut dikoordinasikan oleh seorang perantara yang biasa disebut "mamih", yang berperan menghubungkan anggota komunitas dengan para klien. Sistem kerja di komunitas ini berlangsung secara cepat dan kompetitif, siapa yang lebih dulu merespons permintaan pekerjaan, maka dialah yang berkesempatan mendapatkan penghasilan pada hari itu.Â
Dari hasil wawancara dan observasi, diketahui bahwa faktor ekonomi menjadi pendorong utama keterlibatan perempuan dalam dunia malam. Pendapatan yang mereka peroleh sering kali jauh melebihi Upah Minimum Regional (UMR) Kota Semarang, sehingga dianggap sebagai cara praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah sulitnya mencari pekerjaan tetap dengan penghasilan layak. Di balik penilaian moral masyarakat, tersimpan cerita tentang tekanan hidup, keterbatasan lapangan kerja, serta rasa bersalah yang menekan batin. Berdasarkan temuan lapangan tersebut, mahasiswa kemudian menciptakan enam karya edukatif dan reflektif yang diserahkan kepada Organisasi Keluarga Mahasiswa Pelajar Lampung (Kamapala) Semarang sebagai bentuk kontribusi nyata dalam meningkatkan empati dan kesadaran sosial terhadap komunitas perempuan rentan.Â
Modul "Asesmen dan Intervensi Konseling Komunitas Wanita Panggilan" oleh Novelia Ramadhani
Modul ini disusun sebagai panduan bagi lembaga atau organisasi dalam melakukan asesmen dan intervensi konseling berbasis komunitas. Modul ini berisi langkah-langkah praktis untuk memahami kondisi psikososial anggota komunitas serta strategi pendampingan yang ramah dan bebas stigma. Harapannya, modul ini dapat membantu lembaga memahami dinamika psikologis komunitas wanita panggilan secara komprehensif serta menyusun program intervensi yang empatik dan berkelanjutan.
Poster Edukasi "Bijak Jaga Diri" oleh Gracia Putri Kinasih
Poster ini mengangkat pesan moral tentang bahaya seks bebas dan pentingnya menjaga diri di era modern. Menggunakan visual yang menarik dan bahasa yang mudah dipahami, poster ini dirancang sebagai media kampanye kesehatan reproduksi dan edukasi moral bagi remaja serta kelompok rentan. Melalui karya ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya perilaku bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan hidup yang lebih sehat.
Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) "Penerimaan Diri" oleh Artika Farhana Salsabila
RPL ini berfokus pada pengembangan kemampuan penerimaan diri, terutama bagi individu yang merasa terasing karena pengalaman hidupnya. Karya ini menjadi panduan bagi konselor dan pendamping komunitas dalam melaksanakan sesi konseling yang menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri, dan ketahanan psikologis.
Poster "Kesehatan Mental Wanita Panggilan" oleh Avrila Carissa Putri