Mohon tunggu...
NovelMe
NovelMe Mohon Tunggu... Penulis - Baca dan Tulis ya NovelMe!

Joyful Unlimited Reading! Aplikasi Membaca & Menulis Novel. Tersedia di Google Play Store dan App Store.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

My Sweet Husband

16 Maret 2019   13:00 Diperbarui: 16 Maret 2019   13:41 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

".." umpatan itu terus mengalun bagai lagu  yang terdengar gaduh disebuah kamar bernuansa pink putih peminim, khas perempuan remaja kebanyakan.
"
". Apa tadi kata mama?! Aku akan dijodohkan?" Remaja itu terus meracau tidak jelas.
"Gak! Gak! Gak!! Aku gak mau....."
"Aaa," Gadis itu terus menjerit, mengumpat disetiap katanya, sambil menendang-nendang udara dan berguling-guling diatas kasur mewahnya.
"Ya ampun Clara. Ada apa sih? Lo abis nelen sound sistem, ya?  tau gak gue lama-lama dengerin suara  Lo itu." Cerocos seorang laki-laki yang berumur tiga tahun diatas Clara. Geo -kakak Clara.

"Ya ampun kakakku tersayang, gimana gue gak koar-koar? Cobak Lo bayanggin? Adek Lo yang imut jelita, yang cantiknya mirip Jesica Mila ini. Mau dijodohin. Apa kata dunia?" Cerocos Clara dengan dramatisnya.
"Alay Lo, Ngapain juga Lo heboh. Tenang aja ngapa, santai. Lagiankan kata mama laki Lo ganteng, jadi Lo ngapa heboh bener kayak Dora?"

Clara mendengus kesal dengan sikap kakaknya itu. Bisa-bisa nya kakaknya ini bersikap santai saja, mendengar adiknya yang paling imut dan manis ini akan di jodohkan! Apakah dia tidak merasa kasihan? Entahlah hanya kakaknya lah, kakak paling peka didunia.

"Gimana gue mau santai, kalau yang dijodohkan sama gue itu lebih tua dari gue sepuluh tahun. Lo denger gue SE-PU-LUH tahun." Clara histeris, bayangkan itu berarti ia akan menikah dengan om-om? ya ampun. Ia bahkan tidak pernah membayangkan menikah diusia muda dan hidup bersama om-om.  

Hilang sudah citra nya. Ya kalau om-om yang dinikahinya mirip dengan Nick Bateman atau Sean o'pry. Itu masih menguntungkan, setidaknya ia akan menikah dengan pria  dan , bukan? Tapi jika yang ia nikahi sebelas-dua belas dengan Kiwil?  Ia bersumpah akan guling-guling ditanah dari Medan sampai Palembang. Itu mimpi yang paling buruk didunia.

"Santai aja kali siapa tau, dia lebih ganteng dari mantan Lo, kan?" Geo keluar dengan santai dari kamar adiknya, membiarkan sang empu histeris dikamarnya.
"Aaaaa, kakak jahanam! Gak ngertiin perasaan adiknya. Adikmu ini butuh pertolonganmu!! Aaaa. Kak Geo... Kakak taik." Clara menjerit-jerit histeris sambil berguling-guling dikamarnya, tak lama ia langsung terlelap ke alam mimpinya.
***
"Pagi ma, pa." Ucap Clara sambil buru-buru menuruni tangga.
"Pagi sayang." Jawab Rio -papa Clara. Dengan mata yang tak lepas dari koran digenggamnya.
"Pagi sayang. Pelan-pelan Cla. Nanti kamu jatuh." Ujar Meta -mama Clara. Melihat anaknya itu tergesa-gesa menuruni tangga.
"Gak bisa pelan ma, aku udah telat ini. Mama sih, gak banguni aku, repotkan jadinya." Clara mendengus kesal sambil memajukan bibirnya kedepan.
"Loh, bukannya tadi mama bangunin, tapi kamu bilang lima menit lagi. Akhirnya apa kamu tidur sampai setengah jamkan. Kalau dibangunin malah kamu yang marahin mama balik." Meta mendengus tidak terima disalahkan. Ia tadi sudah menggedor-gedor kamar Clara, tapi sang empu terus berkata lima menit lagi. Tapi lima menit bagi Clara itu sama dengan setengah jam. Dan selalu begini jika Clara terlambat bangun, dia menyalahkan mamanya balik. Sungguh anak durhaka.
"Yaudah deh, Cla pergi dulu. Udah telat banget, ini."  
"Cla, ada Nathan di depan."  
Clara mengerutkan dahi, apa tadi mama-nya bilang Nathan? Siapa itu Nathan? Seingat Clara, ia tidak pernah mempunyai teman bernama itu.
"Hah, siapa ma?" Tanya Clara  
"Nathan, sayang." Jawab Meta dengan nada lembut.
"Nathan, siapa sih ma?"
"Calon suami kamu, yang mama bilang tadi malam." Dengan spontan mata Clara melebar.  Mama-nya ingin bercanda? Apa tadi kata mama-nya? Calon suaminya didepan?, ingin rasanya Clara tengelam didasar bumi sekarang juga.
"Ngapain dia kemari?" Clara dengan nada jengkelnya.
"Dia mau ngantar kamu sampai sekolah. Dia ada didepan, lagi ngobrol dengan kakak kamu." Jawab Meta santai.
"Gak!! Cla gak mau di antar dia."
"Loh, harus mau sayang, itu tahap biar kamu bisa dekat dengan dia."
"Ck, kenapa sih ma Cla yang dijodohin? Kenapa gak kak Geo aja?" Clara berdecak sebal.
"Cla sayang, kakak kamu itu laki-laki, Masa iya, kakak kamu kami jodohkan sama Nathan? Inikan perjodohan udah dari kalian kecil."
"Tapi, kenapa Cla baru tau sekarang?"  
"Hmm, kami memang merencanakannya dari dulu sayang. Tapi tak lama setelah kami merencanakan Nathan melanjutkan study nya diluar negeri. Jadi kami tidak yakin untuk melanjutkan perjodohan ini, tapi sekarang dia sudah kembali. Orang tuanya masih kekeh merencanakannya, Sayang." Clara rasanya ingin menangis sekarang juga. Bahkan saat untuk pertama kali giginya baru lepas dia sudah dijodohkan?  
"Terserah, Cla pergi ma, pa. ." Ucap Clara sambil mencium punggung tangan orang tuanya.
"." Jawab kedua orang tuanya bersamaan.
Clara meneruskan langkah kakinya keruang tamu, penglihatannya mulai melihat laki-laki memakai kemeja putih, jas hitam yang membalut kemejanya dan celana bahan senada dengan warna jasnya. Lelaki itu tengah berbicara dengan kakak laki-lakinya.
Dari yang dilihat lelaki itu... Hemm tampan. Gak malu-maluin, buat diajak kondangan. Tapi jika dilihat, bahkan lelaki itu lebih tua dibanding kakaknya. Tapi tetap kesan tampan diwajahnya tidak luput dari penglihatannya. Bahkan jika dilihat lelaki itu bisa dikatakan... Errr  
, sekarang Clara akui otaknya mungkin sudah mulai konslet.
Clara terus berjalan menuju sofa ruang tamunya, sampai disana ia langsung menyalim tangan kakaknya.
"Kak, Cla pergi. ."  
"Eh, . Kamu perginya sama Nathan kan dek?" Tanya Geo pada adik nya.
"Em, kata mama tadi gitu." Bingung Clara sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya, kamu perginya dengan saya, ayo. Kalau begitu saya pergi dulu Geo."  
"Eh, ia hati-hati." Cikuk Geo. "." Ucap Geo dalam hati.
Clara dan Nathan berjalan beriringan keluar rumah. Sampai depan rumah Clara dapat melihat mobil  mewah berwarna hitam terparkir manis dihalamannya. Nathan langsung memutari mobilnya, menuju kursi pengemudi tanpa membukakannya pintu terlebih dahulu untuk Clara.
Clara mendengus kesal. "Gak ada romantis-romantisnya, dibukain pintu kek, biar romantis. Ini gak." Gumamnya.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan. Hening, hanya musik yang mengalun indah yang terdengar. Lagu  Charlie Puth yang terdengar oleh kedua orang berbeda jenis kelamin itu. Sesekali Clara juga ikut menyanyi mengikuti lagu yang didengarnya.
"Eh, Om jangan kelewatan. SMA Nusa Bangsa, jangan lupa loh." Suara Clara memecah keheningan.
"Om-om, saya ini calon suami kamu, bukan calon suami Tante kamu." Nathan kesal. Yang benar saja, ia ganteng mirip dengan Francisco lowski begini, panggil om oleh anak ingusan ini.
"Lah, salah ya. Jadi mau dipanggil apa? Kakek? Oppa? Eyang? Atau, Mbah?" Tanya Clara sambil memutar mata jengah. Ia baru menyadari, bahwa ia akan dijodohkan dengan om-om sok keren yang tidak sadar bentuk seperti ini? Benarkan Clara memanggil om? Kalau tidak dia mau memanggil apa? Toh, lelaki ini memang lebih cocok dipanggil om.
"Eh bocah, Saya gak setua itu kamu panggil Mbah."  
"Lah, jadi mau manggil apa?"  
"Panggil nama aja."  
"Kan gak sopan, ya? Masa aku, manggil yang lebih tua nama."  
"Udahlah, toh kamu kan memang gak sopan." Jawab Nathan santai.
"Eh, enak aja. Saya ini anak baik-baik ya. Cantik-cantik gini, saya di ajarin sopan santun." Bela Clara.
Nathan menatap Clara dengan wajah jijik. "Kamu itu memang punya tingkat kepercayadirian tinggi, ya?"
Clara hanya mendengus kesal, berdebat dengan om-om seperti ini akan membutuhkan tenaga ekstra untuk membalas setiap kata om-om disampingnya ini. Clara memilih memperhatikan pohon yang tumbuh dipinggir jalan dari jendela mobil, dari pada melihat wajah om-om menyebalkan disampingnya.
"Udah sampai kamu mau disini aja nemenin saya?" Suara Nathan memecah lamunan Clara.
"Ish, gak la. Entar dikira apaan? Anak sekolah bukannya sekolah, malah nempel sama om-om."  
Plakk
"Adawww." Nathan langsung memegangi kepalanya yang baru dihadiahi sebuah tabokan dari gadis munggil disampingnya. Yang benar saja seorang Jonathan Nelson yang selalu dihormati dimanapun ia pergi. Dan barusan, dengan seenak udelnya bocah ingusan disebelahnya memukul kepalanya. Ini kekerasan!!
"Apa?!" Ucap sinis Clara ketika Nathan memiringkan kepalanya melihat gadis sebelahnya ingin protes.
"Barusan kamu mukul saya?!" Seru Nathan tidak terima.
"Terus?!"  
"Dan itu sakit!! Ya ampun asal kamu tau aja ya ANAK KECIL! Bahkan semua orang saja sangat mensegani saya dan kamu dengan seenaknya mukul kepala saya." Clara langsung melotot spontan. Apa tadi katanya anak kecil? Bahkan dia sudah berusia tujuh belas tahun.
"Enak aja anak kecil. Saya ini udah tujuh belas tahun om!" Clara tidak terima.
"Tapi badan kamu aja, kelihatan kayak anak kelas 1 SMA." Nathan menyelengos.
"Terserah om. Terus ngapain om jemput aku segala? Pake acara manggil-manggil aku sayang lagi."  
"Kamu lupa hari ini kita mau  baju?"
"Ya terus kenapa om pake acara manggil aku sayang segala?" Clara mendengus. Seenaknya om-om ini memanggilnya sayang. Untung besok libur jika tidak... Pasti besok akan ada wawancara dadakan dari ketiga temannya, dan kehebohan dari teman-teman satu sekolahnya. Habislah kau Clara.
"Ya terserah saya. Mulut-mulut saya." Ujar Nathan santai sambil memfokuskan matanya kejalanan padat dihadapannya. Clara hanya memutar mata malas.
Clara lebih memilih melihat pepohonan dari luar jendela mobil dan memikirkan apa yang akan ia jawab jika nanti ketiga temannya menjadi wartawan dadakan. Tapi didalam hati ia merapalkan doa semoga teman-teman tidak mengingat kejadian tadi.
"Eh, bocah kita udah sampai. Kamu mau disini aja?" Suara bariton Nathan menyadarkan Clara dari pikiran yang sedang berseliweran di kepalanya.
"Iya, sabar napa om. Cerewet banget kaya Dora." Clara dan Nathan langsung keluar menuju butik yang terlihat mah itu. Tempat itu yang Clara dengar adalah tempat langganan Lensi -mama Nathan.
Mereka langsung berjalan bersama masuk kedalam butik. Didalam mereka melihat ada tiga orang wanita paruh baya yang tengah duduk di sofa. Dua orang itu mama Clara dan mama Nathan dan satu wanita berpenampilan  sepertinya pemilik butik.
"Wah. Udah datang calon pengantin. Sini-sini duduk sayang." Ucap Meta antusias.
"Clara makin cantik ya sayang." Lensi dengan senyum hangatnya.
Nathan mendengus lihat mama-nya baru calon saja sudah melupakan anaknya, apa lagi nanti jika dia sudah menikah. Sedangkan Clara menampilkan senyum canggung, lagi dipuji sama camer. Iya CAMER. Calon mertua cuy.
"Sayang mama sama Tante Lensi udah milihin gaun bagus untuk kamu. Gres mana ya gaun yang kami pilih kemari?" Tanya Meta pada pemilik butik.
"Sebentar ya saya ambil dulu." Gres beranjak dari sofa.
"Eh, kamu ini Ta masa calon mertua dipanggil Tante, panggil mama jugak dong!" Protes Lensi.
"Masih CALON ma." Celetuk Nathan.
Bukk.
"Masya Allah. Sakit ma." Bayangkan tas  milik mama-nya langsung melayang dikepalanya, padahal ia hanya bicara itu. Tadi di mobil ia ditampol dan barusan kepalanya di pukul menggunakan tas. Ckckck lama-lama ia gegar otak.
"Mama ya ampun, sakit ini." Ujar Nathan sambil mengelus kepalanya. Malang nasibmu nak.
"Abisnya omongan kamu itu. Bikin Mama gemes, jadi pengen nabok." Lensi sambil tersenyum canggung pada Clara dan meta.
"Ck, kejam banget."  
Lensi tidak mengidahkan kata-kata anak laki-laki nya. Ia lebih memilih berbincang dengan calon besan dan calon menantunya yang imut disampingnya.
"Oh ya sayang, gimana sekolahnya?" Tanya Lensi pada calon menantunya.
"Mm, ya gitu Tan- eh Ma. Udah kelas 12 jadi pusing mikirin tugas." Jawab Clara sekenanya.
"Oh. Eh, berapa bulan lagi sih ujian kelulusan?"  
"Sekitar tiga bulan sih Ma." Tidak lama ucapan pemilik butik mengintriksi kedua wanita beda usia itu.
"Jeng, ini gaun yang kemarin kalian pesen." Pemilik butik itu langsung bergabung dengan membawa gaun pengantin yang sangat glamor menurut Clara.
"Gimana sayang? Suka gak?" Tanya Meta, Lensi tersenyum dan Nathan hanya menumpukan badannya disofa sambil melirik calonnya.
"Bagus ma, Clara suka." Clara memperhatikan gaun yang dirancang indah itu. Gaun putih yang mewah panjang menjuntai. Serta manik-manik yang menghiasi bagian dada dan pinggang.
"Coba dipakai sayang."  
"Yaudah, Clara keruang ganti dulu ya ma." Clara berjalan menuju ruang ganti. Setelah lima belas menit ia keluar dengan mengenakan gaunnya.
Nathan langsung terpaku melihat calonnya. Cantik, itulah yang menggambarkan calon istrinya itu.
"Wah, cantik banget anak mama."  
"Cantik banget kamu sayang." Ujar Lensi antusias.
Clara tersenyum hangat memandang dua wanita paruh baya itu. Matanya bergerak ke kanan melihat lelaki yang akan menikahinya. Lelaki itu tengah terpaku melihatnya tak lama tersenyum canggung karena terpergok tengah menatap cantiknya calon istrinya itu. Dengan wajah yang luar biasa idiot, mulut terbuka lebar, mata buat membesar. Oke Nathan sangat kelihatan idiot jika memasang wajah begitu. Kemana wajah  nya tadi?
"Gimana Nathan? Clara cantik gak pakai gaun itu?" Tanya Lensi pada anaknya.
"Cantik banget." Bugam Nathan sambil memilih memandang kearah lain. Sontak pipi Clara memerah mendengar bugaman yang hampir tidak terdengar itu.
"Mm, udah kan ma? Kalau udah Cla mau ganti lagi."  
"Iya udah. Sekarang giliran Nathan." Kedua wanita itu memutar mata menatap satu-satunya lelaki diantara mereka.  
"Nanti aja lah ma aku cobanya, lagian kan aku udah  kemarin." Ucap Nathan malas berapa kali harus mencoba baju? Kemarin sebelum bersama Clara dan calon mertuanya ia sudah mencoba baju karena mama-nya terlalu antusias, masa ia harus mencoba lagi.
Clara membuang napas kecewa pasalnya ia ingin sekali melihat seberapa tampannya lelaki itu. Tapi apa boleh buat? Ia tidak bisa memaksa. Clara melangkah menuju ruang ganti.
Setelah keluar dari ruang yang didominasi kaca itu ia langsung menghampiri mama-nya.
"Ma pulang yuk, Cla tadi belum makan. Begitu pulang langsung di tarik kesini sama Nathan." Clara merengek kepada mama-nya berusaha memelas agar ia bisa pulang dengan namanya saja. Ia lagi  dengan om-om calon suaminya itu.
"Gak sayang mama tadi sama mama Lensi sebelum kesini kami makan bersama dulu, Jadi mama gak lapar. Gimana kalau sama Nathan aja? dia kan juga belum makan dari kantor langsung jemput kamu." Mata Clara langsung membulat. Apa tadi kata mamanya? Padahal kan ia sedang tidak ingin berdua dengan om-om menyebalkan itu. Ini malah disuruh makan bersama. Yang benar saja.
"Nathan, kamu makan gih dengan Clara, kasian dia pasti lapar." Nathan langsung mengiyakan ucapan mamanya, ia bosan. Tidak ingin berlama-lama berada ditempat ini. Nathan langsung berdiri dari tempatnya duduk.  
"Ayo. Kamu laperkan?" Tanya Nathan pada gadis yang menggembung kan pipinya itu. Menggemaskan, batin Nathan.
"Iya. Ma, Mama Lensi kita pergi dulu ya." Ucap Clara sambil pergi berbarengan dengan Nathan. Nathan langsung menggenggam tangan gadis berseragam SMA itu. Tanpa sadar bahwa gadis itu sedang menahan napas karena sentuhan pria berjas itu.
"Seru batin Clara.
--------------------------------------------------------------

Penasaran dengan lanjutan ceritanya? Nantikan terus update dari NovelMe ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun