Mohon tunggu...
novance silitonga
novance silitonga Mohon Tunggu... Penulis - senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perayaan Kebangkitan Nasional

20 Mei 2022   01:08 Diperbarui: 20 Mei 2022   01:10 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Peristiwa yang dirayakan pada 20 Mei setiap tahunnya adalah memori bangsa untuk menyadari penjajahan membawa penderitaan yang sangat fundamental. 

Bangsa kita cukup lama dijajah sehingga cukup lama pula kebodohan menetap di pikiran rakyat yang memang sangat tidak berpendidikan saat itu. 

Mereka yang mampu dan boleh mengenyam pendidikan secara baik adalah mereka yang terlahir dari pribumi golongan bangsawan dan anak-anak keturunan Belanda. 

Institusi sekolah di masa kolonial Belanda bisa dibilang cukup tersedia namun tetap saja orang pribumi yang bukan bangsawan tidak boleh bersekolah. 

Pemerintahan Hindia Belanda saat itu tidak punya kewajiban untuk menyekolahkan dan mencerdaskan seluruh rakyat jajahannya (pribumi). Hak bersekolah bukan merupakan hak konstitusional rakyat karena berada di bawah jajahan kolonial.

Namun lambat laun angin kesadaran itu datang menghampiri kaum terdidik yang adalah orang-orang pribumi dan orang tuanya adalah orang-orang terhormat secara sosial. Sebut misalnya Sutomo yang adalah anak dari seorang priyayi pegawai pangreh yang terhormat dan berkecukupan. 

Dia ini memang anak ningrat sehingga pendidikan dokter dapat dijalankan tanpa harus bersusah-susah dari aspek ekonomi. Syukurnya ia pula yang memicu kesadaran bagi generasi-generasi tertindas. Ia mampu dan mau berpikir selangkah lebih maju dari orang-orang sejamannya. 

Walaupun masih bergerak dalam skala mikro yaitu lintasan etnis dan teritorial Jawa, pada 20 Mei 1908 ia mendirikan Budi Utomo dan  menjadi alat perjuangan membuka kesadaran bangsanya. 

Organisasi ini ia yakini mampu membawa bangsanya kearah kebebasan dari ketertindasan. Ia membayangkan sebuah bangsa yang merdeka dan dapat memiliki kehidupan sendiri. 

Pikiran Sutomo saat itu pastilah tidak picik karena berani berpikir yang seharusnya tidak patut dipikirkannya sebagai seorang mahasiswa kedokteran.

Budi Utomo kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi lainnya yang memiliki semangat yang sama dalam membentuk kesadaran kolektif akan sebuah ketertindasan. Indische Partij (IP) empat tahun kemudian didirikan Douwes Dekker bersama kedua temannya, Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo tahun 1912. 

Bahkan setahun kemudian, 1913 Suwardi Suryaningrat seakan mempercepat gerak dan laju perjuangan dengan mendirikan Komite Boemi Poetra (Bumiputera). 

Sayang ia harus didera oleh pemerintah kolonial Belanda karena tulisannya di de Express "Seandainya aku orang Belanda". 

Tulisan ini menyindir Pemerintah Hindia Belanda yang merayakan pembebasan satu abad Belanda lepas dari cengkraman Perancis namun menggunakan uang dari negara jajahannya. 

Sejarah telah menegaskan bahwa Budi Utomo adalah gerakan awal mencapai Indonesia merdeka dan hari kelahirannya 20 Mei menjadi hari kebangkitan nasional yang kita rayakan hari ini (20 Mei 2022). 

Kita bersyukur atau setidaknya mengenang kembali pikiran besar anak bangsa untuk mulai membangkitkan kesadaran lepas dari cengkeraman penjajahan lebih dari satu dekade lalu (1908-2022). 

Kita merayakan kebesaran bangsa ini sambil mengingat gagasan-gagasan yang telah diukir oleh para pendahulu dalam membangkitkan kesadaran kolektif bangsa. Kesadaran memang harus senantiasa di gugah agar tidak kembali terlena oleh gemerlap kemerdekaan.  

Kebangkitan nasional seyogyanya dirayakan agar bangsa ini tidak tertinggal dan terlindas dari arus zaman. Kita wajib membangkitkan kesadaran akan kebodohan bersama menghadapi derasnya hoax yang membuat kita terpecah. 

Kesadaran juga perlu dibangkitkan agar kita menjadi manusia Indonesia yang cerdas dalam menghadapi era post truth dimana kebenaran tampil dalam wajah kebohongan.

Akhirnya kita juga perlu bangkit dari keterpurukan kita selama ini akibat dari euforia buta atas dukungan politik di pemilihan presiden lalu. Selamat merayakan kebangkitan nasional.

Penulis adalah peneliti di Populus Indonesia 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun