Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surya Dharma, Pejuang dari Ulujadi Tuntaskan Wajib Belajar 12 Tahun Belajar

24 Oktober 2023   22:13 Diperbarui: 24 Oktober 2023   22:58 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surya Dharma ( sumber : Instagram @pkbmkhatulistiwa)

"Dengan Ilmu Kita Menuju Kemuliaan " ( Ki Hajar Dewantara)

Palu, Oktober 2018

Memasuki Kota Palu pada Oktober 2018 bukanlah perjalanan biasa. Hampir semua tempat dalam keadaan rusak. Dari Bandara Mutiara Sis Al Djufri hanya butuh 15 menit untuk sampai ke tengah kota.

Sepanjang jalan dari Bandara terlihat kerusakan parah akibat gempa 7,4 SR, rumah, kantor pemerintahan, sekolah, hotel dan fasilitas umum lainnya. Selain gempa, dampak lanjutannya  adanya  tsunami yang menghantam teluk Palu yang sore itu ada event besar yang diadakan pemerintah Kota Palu, di sepanjang pantai ini banyak  korban jiwa .

 Selain  dampak gempa timbul bencana yang lebih mengerikan  Likuifaksi, pergerakan tanah akibat pengaruh gempa. Akibat likuifaksi ini, ratusan rumah terkubur dan terputusnya jalan utama. Apa yang dialami Kota Palu memang sangat membuat miris

Selain Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan juga sebagian Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) juga terdampak gempa. Selama seminggu pasca gempa keadaan Kota Palu lumpuh, listrik mati, BBM menipis, terjadi kerusuhan dan penjarahan  karena kesulitan mendapatkan makanan.

Salah satu tempat yang terkena dampak adalah kecamatan Ulujadi di pesisir pantai Talise. Tak jauh  dari pusat Tsunami yang banyak memakan korban jiwa. Ulujadi merupakan wilayah terdampak yang cukup parah. Beruntung satu bangunan tempat belajar yang dimiliki  Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Khatulistiwa yang berada di Jalan Cemara 1 No.51 Kelurahan Ulujadi Kota Palu  selamat, bangunannya  relatif utuh dan masih bisa dipakai. 

Sang pemilik Surya Dharma bersyukur , bangunan tempat memberikan pendidikan untuk anak anak putus sekolah masih bisa digunakan. Surya Dharma adalah seorang anak muda yang berprofesi sebagai guru. Sejak 2011 ia bersama istrinya membangun PKBM dibantu para relawan  untuk membantu anak anak yang untuk bisa mengikuti Paket A hingga Paket  C. Di PKBM, tak hanya pelajaran formal yang diajarkan namun pelajaran tentang keterampilan juga diajarkan. Hal ini merupakan nilai tambah yang diberikan Surya Dharma untuk anak anak didiknya   

Tapi  saat bencana besar terjadi tak ada yang bisa dilakukan selain menyelamatkan diri dan keluarga. Peserta didiknya juga terdampak, ada yang keluarganya menjadi korban atau rumah tempat tinggalnya rusak tak bisa digunakan lagi.

Gempa berimbas  ditutup sementara seluruh aktivitas pembelajaran  di PKBM Khatulistiwa. Surya Dharma dan istri ikut mencari tempat aman terlebih dahulu, karena gempa gempa susulan masih sering terjadi.

Kegiatan Belajara di PKBM (sumber Instagram @pkbmkhatulistiwa)
Kegiatan Belajara di PKBM (sumber Instagram @pkbmkhatulistiwa)
Resah dan Miris dengan Angka Putus Sekolah 

Menurut data BPS, Sulawesi Tengah masuk dalam 10 provinsi tertinggi angka putus sekolah. Kelompok usia 7-12 angka tidak sekolah 2,59 persen , kelompok usia 13-15 angka tidak sekolah 4,7 persen , untuk kelompok usia 16-18 angka tidak sekolah mencapai 9,55 persen angka tidak sekolah. Polanya  semakin naik kelompok usia semakin tinggi pula persentasenya. 

 Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi. Sulawesi Tengah termasuk provinsi dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi, sehingga berpengaruh  terhadap angka partisipasi sekolah (APS) yang rendah. 

Banyak orang tua yang kesulitan membiayai pendidikan anak hingga jenjang SMP dan SMA. Selain itu ada sebagian budaya yang menganggap pendidikan tidak menjadi prioritas utama. Sehingga anak anak banyak dibiarkan tidak mengenyam pendidikan lanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun