Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengalaman Pertama Naik LRT, Ini Catatan Saya

4 September 2023   09:05 Diperbarui: 5 September 2023   02:02 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peron LRT dibatasi barier | Foto : Pribadi

Volume Gerbong LRT yang terlihat tidak terlalu besar dengan jumlah tempat duduk yang sangat terbatas. Dengan tampilan arterior  nampaknya LRT akan lebih menyasar ke kalangan menengah. Dengan tiket yang lebih mahal dari KRL Commuter, sebagai informasi tiap kilometer pengguna akan dikenakan Rp 700 dengan tarif tetap di awal Rp 5000. Jadi bila perjalanan menempuh 10 km maka tarif yang dikenakan: Rp 5000 + ( 10 km x Rp 700) maka tarif yang dikenakan Rp 12.000.

Jadi tarif yang berlaku adalah tarif progresif berdasarkan jarak tempuh. Namun karena masih dalam taraf ujicoba, hanya dikenakan tarif dasar Rp 5000 berapapun jarak yang ditempuh.

LRT merupakan produk PT INKA , artinya LRT merupkan produk dirakit oleh anak bangsa sendiri. Teknologi yang dipakai sudah menggunakan teknologi otomatis, sehingga LRT bisa berjalan secara nirawak alias autopilot.

Teknologi LRT memungkinkan jarak antar kereta (headway) bisa 25 meter antar kereta. Namun untuk keamanan KAI LRT saat ujicoba headway antar kereta 10-20 menit. Saat ujicoba masinis tidak duduk dikursi kemudi. Tapi berdiri didalam kabin.

Saya sempat berbincang dengan masinis yang bertugas, ia bertugas untuk bersiaga bila ada malfungsi saat ujicoba, selain masinis ada teknisi khusus dari INKA setiap perjalanan LRT yang juga ikut mengawasi. Sistem LRT memang dikendalikan secara otomatis. Tenaga LRT disuplai dari rel ketiga, bila terjadi pemadaman listrik, LRT masih mampu bergerak hingga stasiun terdekat untuk menurunkan penumpang.

Yang masih mengganggu saat saya naik LRT adalah saat pengereman yang terasa tidak smooth sehingga penumpang LRT akan terdorong ke depan. Bila dalam keadaan penuh penumpang hal ini bisa sangat mengganggu.

Tidak Ada Feeder dan Tidak Ada Kantong Parkir

Isu kemacetan dan polusi udara karena emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi bagian penting dari keberadaan LRT di Jabodebek. Sebagai moda transportasi berbasis rel yang tidak mengenal macet dan waktu yang terjadwal. LRT adalah bagian dari solusi penting terhadap dua isu ini.

Stasiun LRT yang saya coba adalah stasiun Jati bening baru dan Stasiun Cikunir 1. Saat turun di Stasiun Jati bening baru, stasiun berada didalam kompleks perumahan , akses keluar menuju jalan utama tertulis 300 meter.

Tak ada transportasi pengumpan (feeder) , entah karena masih taraf ujicoba sehingga belum terpikir integrasi antar moda atau memang seperti ini saja layanan di stasiun LRT. Setelahnya terserah anda…

Saat saya turun di Cikunir 1, stasiun tepat berada di sisi jalan utama. Ini malah berpotensi membuat kemacetan saat beropersi penuh. Badan jalan yang tidak terlalu lebar dan lokasi naik dan turun yang tidak terlalu luas bila tidak diantisipasi akan menjadi biang kemacetan.

Langsung menuju akses jalan raya, potensi menjadi biang kemacetan | foto: pribadi
Langsung menuju akses jalan raya, potensi menjadi biang kemacetan | foto: pribadi
Saya juga agak kaget karena Stasiun LRT tidak dilengkapi kantung parkir untuk roda dua dan roda empat. Agak aneh bila ada statement untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan berganti dengan LRT untuk menuju Jakarta.   

Bila harus meninggalkan kendaraan pribadi di rumah maka akan sulit untuk mencapai stasiun. Misal harus mengandalkan  ojek online hal ini sangat tidak efektif, selain menambah biaya juga waktu yang menjadi lebih lama karena ada waktu tunggu kendaraan ojek online tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun