Mohon tunggu...
NOVA FAJAR HARYANTO
NOVA FAJAR HARYANTO Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - willy nilly

willy nilly

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Extraterritorial Jurisdiction: Alternatif Perlindungan Hukum bagi Anak Korban KBGO

2 Desember 2021   10:28 Diperbarui: 2 Desember 2021   10:56 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan teknologi informasi telah menjadikan dunia tidak lagi mempunyai sekat-sekat yang membatasi antar negara di dunia. Perkembangan pesat teknologi informasi melahirkan kecanggihan peranti-peranti yang dapat digunakan untuk menjelajahi dunia  tanpa harus berpindah tempat secara fisik. Perkembangan teknologi informasi ini juga berdampak pada perkembangan kejahatan yang menjadi masalah baru bagi negara. Tindak kejahatan telah mengalami transformasi dari cara-cara konvensional yang dilakukan secara fisik menjadi bentuk kejahatan yang dilakukan tanpa menyentuh dan dilakukan dari tempat yang berbeda. Salah satu bentuk kejahatan yang difasilitasi teknologi adalah kekerasan berbasis gender online(KBGO).

Nah, apa itu KBGO?

Ini jawabannya, KBGO merupakan kekerasan terhadap seseorang didasarkan atas seks atau gender yang dilakukan secara online di dunia maya. Pelaku KBGO adalah seseorang yang berada dalam satu negara maupun seseorang di luar negari yang melakukan aktivitas di dunia maya, sedangkan korban KBGO dapat berupa orang dewasa ataupun anak-anak yang juga melakukan aktivitas di dunia maya atau biasa disebut daring(dalam jaringan internet). Adanya potensi anak menjadi korban KBGO ini bukan tanpa alasan, mengingat dalam masa pandemi Covid 19 ini banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya untuk belajar secara online maupun bermain gadget.

Kemudian, jenis KBGO yang sering terjadi pada anak adalah jenis kekerasan seksual secara online. Hal ini berdasarkan hasil survei Plan International pada tahun 2020 menemukan 32 persen anak perempuan pernah mengalami kekerasan di media sosial. mengalami kekerasan di media sosial sebanyak 56 persen. Survei ini melibatkan 500 anak perempuan di Indonesia dengan rentang usia 15-20 tahun. Survei tersebut selaras dengan data Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak(KPPA) yang menyebutkan ada 2556 kekerasan seksual kepada anak, yang mana terdapat 354 kasus KBGO yang terjadi pada tahun 2020. Banyaknya kasus KBGO pada ini merupakan konsekuensi dari adanya interaksi yang masif dari anak dalam menjelajahi dunia maya sehingga menjadi pintu masuk untuk kejahatan ini. Kondisi inilah yang berpeluang besar membuat anak-anak menjadi korban KBGO. Hal ini tentu menjadi isu hukum yang penting terkait sejauh mana peran negara melakukan perlindungan hukum terhadap anak-anak yang menjadi korban KBGO ini.

Lalu, sudahkah hukum negara kita berkontribusi melindungi anak dari KBGO?

Di Indonesia, ada tiga undang-undang yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan perlindungan hukum kepada anak-anak dari KBGO. Saat ini, Indonesia mempunyai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak beserta perubahannya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya, serta ada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.     

Pertama, Pasal 76I dan Pasal 88 UU Perlindungan Anak memberikan ancaman kepada pelaku eksploitasi anak dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 200 juta rupiah. Kelemahan dalam pasal ini adalah belum mengatur hukuman bagi pelaku tindak eksploitasi anak yang dilakukan secara online. Kedua, untuk menutup celah yang ada pada UU Perlindungan Anak tersebut muncullah Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang dapat menjerat pelaku KBGO. Ketiga, ada Pasal 34 UU Pornografi yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan yang menjadikan anak sebagai objek pornografi dan  diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda 5 milyar rupiah. Lalu, dimana letak permasalahan yang negara kita hadapi? Indonesia selau kesulitan dalam menegakan hukumnya ketika dihadapkan dengan pelaku KBGO yang berada negara lain atau berada di luar negeri. Bagaimana untuk mengatasi hal itu? dalam hukum terdapat konsep Extraterritorial Jurisdiction yang bisa menjangkau para pelaku KBGO di luar Indonesia.

Lantas, Apa itu Extraterritorial Jurisdiction?

Extraterritorial Jurisdiction atau biasa disebut ETJ  merupakan konsep hukum yang memungkinkan suatu negara mengadili pelaku yang melakukan kejahatan, walaupun berada di luar wilayah negara. Konsep ETJ ini sudah dikenal di Indonesia dalam menangani kejahatan-kejahatan besar seperti terorisme dan narkotika. Konsep ETJ dalam rangka perlindungan hukum terhadap anak sebenarnya berpeluang besar diterapkan di Indonesia, hal ini mengingat Indonesia telah meratifikasi Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornograph(Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak) melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography. Adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 ini dapat menjadi jalan alternatif bagi negara untuk menjerat para pelaku KBGO dan memberikan keadilan bagi anak.

Dengan demikian, masih banyak aspek hukum yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam perlindungan anak. Konsep ETJ ini dapat menjadi paradigma baru hukum Indonesia dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak korban KBGO. Sembari pemerintah bekerja membenahi hukum Indonesia, kita dan keluarga lah yang menjadi garda terdepan dalam melindungi anak-anak dari kejahatan dunia maya.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun