Mohon tunggu...
Nova UlailaDewi
Nova UlailaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm simply an accident. Why take it all so seriously?

I like to discuss abstract concepts. My passion is bring (something) into existence.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

The Next Gusdur

6 Mei 2021   21:43 Diperbarui: 6 Mei 2021   22:41 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nah, siapa sangka keterlambatan Syafii dalam menempuh pendidikan justru berbuah manis? Syafii menunjukkan bahwa tidak ada batasan usia dalam menempuh pendidikan. Belajar itu bukan hanya sepanjang kamu duduk di bangku sekolah. Belajar adalah proses seumur hidup yang bisa kamu peroleh jika kamu memiliki niat yang kuat.

Mengabdi di Muhammadiyah

Dibimbing Muhammadiyah sejak masih kecil membuat Syafii tidak mungkin melupakan organisasi Islam yang telah membesarkan beliau. Beliau kemudian aktif di Muhammadiyah setelah sukses di dunia akademis. Nama beliau mulai dikenal di awal era reformasi tahun 1998. Kala itu Syafii menggantikan posisi Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang terjun ke dunia politik dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Saat itu Syafii bertugas menjaga Muhammadiyah agar tidak ikut terseret ke arus politik. Beliau kemudian menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah sejak 1998--2000. Dalam waktu dua tahun, Syafii berhasil membawa Muhammadiyah ke jalur khittahnya. Kemudian, pada Muktamar Muhammadiyah, Syafii kembali terpilih menjadi Ketua Umum untuk periode 2000--2005.

Kesuksesan dalam pendidikan tidak membuat Syafii lupa untuk kembali mengabdi pada Muhammadiyah, seperti yang pernah beliau lakukan saat masih muda dulu. Satu lagi teladan dari Syafii yang bisa kamu lakukan juga. Segala kecerdasan yang kamu miliki hendaknya bisa kamu kembalikan lagi untuk mengabdi pada masyarakat.

Ahmad Syafii Maarif di Masa Pensiun

Setelah melepas jabatan sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii tetap fokus pada perkembangan Muhammadiyah, Islam, dan Indonesia. Beliau kemudian mendirikan Ma'arif Institute untuk menguatkan pemikiran-pemikiran pluralisme, toleransi, kebangsaan, dan sosial. Para intelektual muda yang memiliki kepedulian akan bangsa berada di dalam Ma'arif Institute ini. Selain itu, laki-laki yang akrab disapa Buya ini juga aktif menulis dan mengisi seminar. Karya-karya beliau antara lain Dinamika Islam, Islam Mengapa Tidak?, serta Islam dan Masalah Kenegaraan. Syafii memperoleh pengharagaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina atas karya-karya tersebut.

Di usia yang sudah tidak muda lagi, presiden Jokowi pernah meminta Syafii menjadi Dewan Pertimbangan Presiden. Namun, Syafii menolaknya. Tidak hanya sampai di situ, presiden Jokowi akhirnya meminang beliau kembali untuk menjadi salah satu Tim Independen yang mengatasi konflik Polri --- KPK pada tahun 2015. Syafii pun menyanggupi hal tersebut dan menjadi Ketua Tim Independen. Di situlah sosok Syafii muncul sebagai pihak yang serius mencari fakta kebenaran dalam kasus tersebut. Beliau tidak segan mengkritisi para anggota DPR yang sempat menyuarakan pendapat untuk membubarkan KPK. Di sini, jiwa nasionalisme Syafii sangat tampak.

Usia senja tidak menjadi halangan untuk berkarya. Itu pula yang tercermin dari sosok Syafii ini. Sebagai sosok cendekiawan muslim, beliau mampu menempatkan diri di posisi yang tepat sebagai warga negara Indonesia. Syafii menjadi salah satu tokoh agama yang menjunjung tinggi nasionalisme.

Humanis dan Tidak Ragu untuk Mengkritik

Nama Syafii sempat menjadi kontroversi saat beliau mendukung Ahok dalam kasus penistaan agama. Menurut Syafii, apa yang dikatakan Ahok bukanlah bagian dari usaha Ahok untuk menyerang agama Islam. Beliau berpendapat bahwa perkataan Ahok di Kepulauan Seribu itu merupakan kritik Ahok kepada tokoh-tokoh terkemuka masyarakat yang mencoba membuat masyarakat agar tidak memilih dirinya sebagai gubernur. Syafii tidak memandang perkataan Ahok merupakan suatu upaya penistaan agama. Atas pendapat Syafii ini, tentu banyak respon yang datang kepada beliau. Terlebih karena pendapat beliau ini berlawanan dengan pendapat mayoritas tokoh Islam Indonesia.

Dari sini kembali dapat dilihat sosok Syafii sebagai cendekiawan muslim yang humanis. Beliau telah lama belajar tentang Islam, kebangsaan, dan pluralisme. Tidak salah rasanya jika kemudian beliau disebut juga sebagai "Bapak Bangsa" yang mirip dengan Gus Dur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun