Mohon tunggu...
Noto Susanto
Noto Susanto Mohon Tunggu... Dosen - Menata Kehidupan

Saya Sebagai Dosen, Entrepreneurship, Trainer, Colsultant Security dan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Keluarga, Beda Pilihan Tetap Satu Tujuan?

17 Februari 2024   11:23 Diperbarui: 17 Februari 2024   11:31 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum penentuan Calon Presiden dan Wakil Presiden "Saya bersama Istri" sudah mulai tebak-tebakkan sih A, sih B dan sih C yang akan calon Presiden. Kecil-kecilan berdebat dengan istri alasannya masing-masing tidak tahu siapa yang menjadi Bakal Calon Presiden Republik Indonesia.
"Istri saya berkata" dia manggil saya dengan sebutan kakak? Kak, seru juga ya, kalau seandainya Gibran menjadi wakil Presiden-nya Pak Prabowo. Terus lanjut memikirkan bagaimana nasib dengan PDI-P "pasti pecah kongsi" sembari ketawa. Karena masih belum ada keputusan yang sah dari KPU atau Bawaslu.

Waktu terus berjalan "saya dengan istri" mulai binggung untuk mendukung Siapa? Akhirnya kami beda pilihan namun tetap satu tujuan yakni menjalankan hidup bersama-sama sampai akhir hayat. "istri dukung 02 (Pak Prabowo) sedangkan saya sendiri dukung 01 (Pak Anis)". Semuanya adem-adem saja, walaupun debat ringan selalu terjadi karena berbeda pendapat.

"Penilaian saya dengan istri" setiap hari mempunyai keunikan dengan membantah dan memberikan komentar terhadap keunggulan masing-masing sesuai yang di dukung, baik "Pak Prabowo dan Pak Anis". Ini bukan suatu kebetulan karena berbeda pilihan, komunikasi tetap jalan damai, aman dan lancar.

Media sosial semakin mem-viralkan "lagunya Pak Anis yang dari Aceh atau lagi yang berhubungan dengan 01 Amin" sedangkan "slogan 02 goyang gemoy yang  joget semakim disukai oleh semua anak-anak dan pendukung lainnya. Saya coba memutarkan beberapa kali, kemudian istri ikut-ikutan "biar sama-sama ramai" katanya. Terkadang saling tertawa, melihat situasi komunikasi dalam rumah.

Dengan viralnya video dan nyanyian tentang " Pak Anis" dan jogetnya tentang "Pak Prabowo" anak saya di rumah jadi ikut-ikutan nyanyi dan joget. Kebetulan Nayla yang baru TK ikutan dukung 01 "Pak Anis" sedangkan yang 2 tahun Atahllah dukung 02 "Pak Prabowo", keduanya bertengkar kecil dengan polosnya, yang satu ikut ayahnya "dukung 01" dan yang satunya ikut ibunya "dukung 02".

Kemudian saya mengajak komunikasi dengan Athallah umur 2 tahun, "Athallah dukung Pak Anis atau dukung Pak Prabowo" lantas anak kecil ini menjawab dukung "Wowo" padahal tidak ada yang ngajarin untuk dukung Siapa? Karena sih anak kecil, sering nonton video gemoy pak Prabowo yang joget-joget itu....oke gass...ok gass dan seterusnya.

Berdeda dengan anak saya Nayla usia 6 tahun, dia teriak-teriak lagunya 01 Amin sembari nonton lewat hanphone-nya masing-masing. Kebetulan kedua anak, lagi pinjam handphone saya dan istri, seru dengan riang gembira menyambut situasi politik yang pada akhirnya "siapapun pemenangnya tetap jadi Presiden bersama" namun berbicara hati dan dukungan, itu mah masing-masing.

Situasi kampanye diluar kota masing-masing Capres dan Cawapres, kami hanya bisa saling pamer dengan istri, dek...dek "Pak Anis Rame ya kampanye di luarnya, kota Sih A, Sih B dan kota sih C" nih lihat videonya, lalu sepertinya istri ngak mau kalah juga, nih kak coba lihat video Pak Prabowo "Rame juga kok". Sampai dengan kampanye akbar, saya bersama istri saling menunjukin video kampanye setiap Capres dan Cawapres 01 dan 02.

Musyarwarah dan demokrasi bersama istri, terkadang mengikuti politik ini tidak akan ada habisnya dan kenyataannya "hari ini lawan besok jadi kawan" begitu juga politik aslinya bisa juga hati ini kawan besok jadi lawan dan seterusnya. Sangat dinamis juga situasi kampanye politik saling serang  adu kekuatan, dan pastinya lebih hebat dari Paslon lain "itulah yang kita namakan akan memperjuangkan kekuasaan di pemerintahan".

Berbeda ya kalau politik keluarga maksudnya "saya dan istri" pasti berteman, berkawan" kalau lawan sih hanya beda dukungan sementara aja. Walaupun dalam rumah juga, kalau ada yang tidak benar atau salah pasti saling mengakui dengan kondisi adanya terjadi pelanggaran etika dan moral saat Paslon 02, mengajukan pencalonan sebagai Capres dan Cawapres beberapa bulan lalu. Atau sebaliknya dari 01 ada kekeliruan, ya buat apa harus diperdebatan orang hanya "saya dan istri" saja yang mengomentarinya.

Secara jujur di waktu Pemilu 2014 dan 2019 "Saya dan Istri" mendukung Pak Prabowo waktu pasangan dengan Pak Hatta Rajasa dan Pak Sandi Uno. Dua kali ikut kalah, tidak jadi persoalan "tidak mungkin semuanya mau menang dan menjadi Presiden semua". Harus legowo dan berjiwa besar, kalau kalah akui kekalahannya tidak perlu mencari pembenaran dengan alasan curang dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun