Mohon tunggu...
Nora Oya
Nora Oya Mohon Tunggu... Buruh - “If you think you are too small to make a difference, try sleeping with a mosquito.” - Dalai Lama

rakyat biasa, ibu seorang putra, yang pecinta binatang, pemerhati budaya dan pecinta wastra

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Lapangan Rumput yang jadi Masjid Sunda Kelapa dalam Film "Bintang Ketjil"

25 November 2019   20:24 Diperbarui: 26 November 2019   15:03 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: nusantaranews.co)

Ada tampak juga di film ini Kebon Binatang pertama di Jakarta sebelum pindah ke Ragunan, yaitu di Taman Ismail Marzuki. Ada pertigaan Cikini Raya, dengan bangunan kantor pos yang bentuknya sama.

Lalu bundaran air mancur Bank Indonesia dengan pemandangan sekelilingnya yang sama sekali lain dengan sekarang, tetapi bentuk air mancurnya masih sama. Juga Bunderan HI, dengan Hotel Indonesia yang masih persis sama, sementara sekelilingnya kosong melompong.

Lalu ada rumah berarsitektur Jengki yang baru dibangun di jalan Wijaya, Kebayoran, yang jadi rumah Maria dalam film ini. Ada Taman Lembang yang begitu mudah dikenali karena tidak berubah banyak.

Jalan-jalan di Jakarta tampak lengang. Mobil-mobil kuno berseliweran satu dua. Tapi tukang becak sudah ada loh!

Sebagian masyarakat Indonesia, pada tahun ini, ada yang beruntung kecipratan bisa nonton Film Bintang Ketjil besutan Wim Umboh dan Misbach Yusa Biran ini.

Memang sudah ada rencana dari Pusbang Film (Pusat Pengembangan Film) Kemendikbud akan memutar film ini di bioskop-bioskop sehingga bisa dinikmati orang banyak. Dengar kabar sebenarnya sudah sempat diputar di Bandung, Yogya, Solo, Medan, dan Surabaya, khusus undangan.

Restorasi yang dilakukan oleh Pusbangfilm Kemdikbud dengan Render Digital Indonesia ini sungguh luar biasa. Terutama buat orang awam seperti saya. Karena tidak ada gambar yang berkedip-kedip atau kotor penuh titik hitam. Juga tidak ada penampakan yang terlalu gelap seperti foto yang kurang cahaya.

Tidak ada juga gambar-gambar rabun yang meyakitkan mata. Yang ada adalah film dengan kualitas gambar yang terang, jernih dan enak ditonton. Tidak kalah dengan film-film dokumenter yang bisa kita tonton di kanal tivi parabola.

Ada lagi yang menarik. Walaupun flm ini dibuat tahun 1963. Yang notabene adalah masa-masa Lekra dan Partai Komunis, tetapi tidak ada sedikit pun propaganda ke arah itu. Atau tidak ada setitik pun bau amis politik. Film ini benar-benar hanya film anak yang bercerita tentang anak-anak. Sungguh film yang indah.

Pesan saya, jika sempat, tontonlah film ini jika sudah diputar di bioskop-bioskop. Film Indonesia yang digawangi oleh sutradara ternama Indonesia ini sangat patut ditonton.

Nikmatilah akting para pemainnya. Puaskanlah mata anda dengan pemandangan Jakarta di tahun 1963. Banjiri mata anda dengan perempuan-perempuan berkebaya, serta anak-anak dengan rok mini dan kaus kaki pendeknya. Reguklah di telinga anda salam yang khas Indonesia. Berapa pun harga tiketnya, anda tidak akan rugi.

Karena, film ini menggambarkan sejatinya Indonesia yang kaya budaya dan benar-benar Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun