Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Emak, Pencarian Minyak Goreng dan Deglobalisasi Ekonomi

17 Maret 2022   19:12 Diperbarui: 17 Maret 2022   22:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perkebunan kelapa sawit ini tersebar di 26 provinsi, dan paling luas terdapat di Provinsi Riau dengan 2,89 juta ha atau 19,16% dari total luas areal perkebunan sawit di Indonesia. Tentu saja Riau dalam hal ini juga mampu menyumbangkan 20,66% produksi kelapa sawit nasional atau 10,27 juta ton pada 2021.

Tentu saja secara rasional seharusnya dengan produksi tanaman sawit, sudah mampu mensupply kebutuhan minyak goreng agar para Emak tak lagi antri lagi. Akan tetapi, tentu saja dengan hari ini dimana sawit bisa untuk supply kebutuhan bio diesel dengan harga yang lebih tinggi. 

Bahkan pada 2021 diproyeksi sekitar 9,2 juta kiloliter didapatkab melalui produksi B30 dan mencapai renewable energy pada 2030 diangka 7,8 persen. Sehingga kelapa sawit menjadi andalan utama dalam green biodiesel, pengganti minyak solar, green gasoline (bensin), bioavtur (pengganti avtur fosil).

Jika dihitung harga sawit pada Maret 2022 sebesar Rp.3.930,94 per Kg, dan perbandingan minyak goreng curah dari harga Rp. 11.500,00 pada Februari 2022 kini naik menjadi Rp. 14.000,00 pada 17 Maret 2022, sehingga sangat fluktuatif dan beberapa toko pasar tradisional menjualnya diatas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Sedangkan perbandingan harga bio diesel per Maret 2022 adalah Rp.14.436 per liter. Tentu saja dengan harga ini, akan sangat menguntungkan untuk ekspor sawit dalam kapasitas kebutuhan besar untuk supply kebutuhan bio diesel di bidang energi, tak hanya dari sisi harga yang lebih kompetitif, namun juga kecepatan serapan demand, hingga kebijakan politik perdagangan sawit dunia hari ini.

Deglobalisasi: Dampak Krisis Perang Global dan Tatanan Ekonomi Baru


Indonesia, hari ini yang menjadi pemasok terbesar Sawit setelah Malaysia, mengalami transmisi inflasi global yang berimbas dalam negeri melalui 'tingginya harga minyak goreng' dan bahan pokok komoditas pertanian ditengah situasi Covid 19, pemulihan ekonomi, memasuki bulan Ramadhan. 

Hal ini terjadi tak hanya pada bahan pokok dan minyak goreng namun juga bahan baku, penolong dan industry dengan tekanan konflik Rusia sebagai produsen energi fosil terbesar dunia dengan pemenuhan kebutuhan 40% minyak mentah dan 17% gas alam untuk Uni Eropa, pemasok gandum 95% untuk Afrika dan Timur Tengah.

Kecenderungan ini sangat mungkin, membuat tatanan ekonomi baru, yang nantinya mengawinkan antara kebutuhan dasar manusia yang semakin lama berkembang, meningkatnya kebutuhan sumber daya, transformasi digital yang harus berpacu dan memadukan berbagai potensi negeri ini. 

Dampak inflasi global dengan krisis ini tak bisa dihindari, termasuk Indonesia yang juga importir kebutuhan minyak goreng maupun minyak bumi yang cukup besar. Bagaimana tidak? Untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, maka secara kebijakan pasar harus membeli CPO dengan harga internasional yang menyeret harga tinggi.

Ada banyak hal yang bisa kita cermati dalam hal ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun