Mohon tunggu...
Noor Hanna
Noor Hanna Mohon Tunggu... Mahasiswa

Antusias dalam dunia digital dan isu terkini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

H. Agus Salim: Diplomat Ulung dan Pejuang dengan Pena

21 September 2025   18:09 Diperbarui: 21 September 2025   18:09 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

H. Agus Salim adalah salah satu tokoh besar bangsa Indonesia yang tergabung dalam Panitia Sembilan. Beliau lahir dengan nama Mashudul Haq pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Sumatera Barat. Latar belakang keluarganya yang religius serta kecerdasan yang menonjol sejak kecil membentuk karakter dan wataknya. Dari usia muda, Agus Salim dikenal sebagai pribadi yang haus ilmu dan memiliki daya juang tinggi. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan Hogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Di HBS, ia pernah menempati peringkat pertama dari seluruh siswa, namun kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda tidak ia peroleh karena keterbatasan kuota beasiswa. Meski begitu, kegigihan Agus Salim membuatnya tetap belajar mandiri. Ia kemudian menguasai sekitar delapan bahasa asing, di antaranya Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, Turki, hingga Arab.

Kecintaannya pada ilmu pengetahuan mendorong Agus Salim terjun ke dunia jurnalistik. Ia bekerja di surat kabar Neratja dan beberapa media lainnya, di mana ia banyak menulis artikel yang kritis terhadap kebijakan kolonial. Dari sini terlihat bahwa Agus Salim menggunakan pena sebagai senjata perjuangan. Pandangannya yang tajam, gaya bahasa yang lugas, serta sikapnya yang berani menjadikannya sosok yang disegani, meski sering berhadapan dengan risiko politik dari pemerintah Hindia Belanda.

Dalam ranah pergerakan, Agus Salim aktif di Sarekat Islam (SI) sejak 1915 dan kemudian menjadi salah satu tokoh penting dalam organisasi tersebut. Kiprahnya semakin terlihat ketika ia dipercaya duduk dalam Panitia Sembilan BPUPKI pada 1945. Panitia ini bertugas merumuskan Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945. Pada saat perdebatan sengit mengenai dasar negara, Agus Salim hadir sebagai sosok penengah yang menekankan pentingnya persatuan bangsa. Ia memahami bahwa perjuangan melawan kolonialisme hanya bisa berhasil apabila seluruh golongan bersatu. Pandangannya yang bijak inilah yang menjadikan kontribusinya begitu berarti dalam perumusan dasar negara.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Agus Salim tetap memainkan peran vital, khususnya dalam bidang diplomasi. Sebagai seorang diplomat ulung, ia beberapa kali dikirim menjadi wakil Indonesia di forum internasional, termasuk dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lake Success, Amerika Serikat. Dengan kecakapan berbahasa asing yang mumpuni, ia mampu memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia. Kemampuan Agus Salim dalam berdiplomasi membuat banyak negara kagum dan akhirnya mengakui eksistensi Indonesia sebagai negara merdeka.

Selain perannya sebagai diplomat, Agus Salim juga pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam beberapa kabinet pada era awal kemerdekaan. Dalam setiap jabatan yang ia emban, Agus Salim selalu menunjukkan sikap sederhana, rendah hati, serta konsisten dalam memperjuangkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Hidupnya jauh dari kemewahan meski kedudukannya sangat tinggi. Ia bahkan dikenal mendidik anak-anaknya dengan prinsip kesederhanaan dan kemandirian, sebuah nilai yang hingga kini menjadi teladan.

H. Agus Salim kemudian dijuluki "The Grand Old Man" karena kebijaksanaannya, keluasan ilmu, serta pengaruh besar yang ia miliki di tengah bangsa Indonesia. Julukan itu bukan hanya penghormatan terhadap usianya yang panjang, tetapi juga pengakuan terhadap kebijaksanaan dan keteladanan hidupnya. Ia wafat pada 4 November 1954 di Jakarta. Atas jasa-jasanya yang sangat besar, pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional.

Dari perjalanan hidupnya, dapat dipetik banyak pelajaran berharga. Pertama, bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci penting untuk memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan. Kedua, persatuan dan kebersamaan jauh lebih penting daripada kemenangan kelompok. Ketiga, kesederhanaan dan ketulusan dalam mengabdi adalah teladan sejati bagi generasi penerus. H. Agus Salim telah membuktikan bahwa perjuangan tidak hanya bisa dilakukan dengan senjata, tetapi juga dengan kecerdasan, pena, dan diplomasi. Warisan nilai-nilai inilah yang membuatnya tetap relevan hingga sekarang.

Referensi

1. Anhar Gonggong, Agus Salim: Diplomat Ulung dan Negarawan Sejati. Jakarta: LP3ES, 1992.

2. Ensiklopedi Tokoh Nasional, "H. Agus Salim", Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun