Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Harto Ikut Mendamaikan Konflik Palestina-Israel

16 Mei 2021   12:18 Diperbarui: 16 Mei 2021   13:29 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Noor Johan Nuh      

Minta Bertemu Presiden Soeharto                                                                     

          Dalam majalah TEMPO edisi 23 Oktober 1993, memuat tulisan berjudul "Empat Yang Mengundang Tanya" yaitu tentang kunjungan Perdana Menteri Yitzhak Rabin ke Jakarta.

           Ditulis di TEMPO antara lain; Sebuah Boeing 747 milik Angkatan Udara Israel mendarat di Pelabuhan Udara Militer Halim Perdanakusuma, pada Jumat, 19 Oktober 1993, pukul 12.30. Setelah pintu dibuka dan tangga diturunkan, tampak turun orang yang paling mendapat berita besar yakni Perdana Menteri Yitzhak Rabin, yang langsung terbang dari Beijing ke Jakarta.                                                                        

Dibalik Kunjungan Rabin ke Jakarta

           Bagaimana proses hingga Yitzhak Rabin bisa datang ke Jakarta diceritakan oleh mantan Ketua Badan Koordinasi Intelijen Indonesia (BAKIN) Letnan Jenderal Sudibyo.

            Pada satu hari di bulan September, seorang warga negara Eropa (tidak disebut negaranya) menemui ketua BAKIN di kantor. Tamu itu menyampaikan pesan bahwa Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan rombongan sedang berada di Beijing, China. Dalam penerbangan kembali ke Israel---disebutkan tanggal dan jamnya---pesawat yang membawa Rabin dan rombongan berada di wilayah udara dekat dengan Jakarta. Jika diijinkan Rabin bertemu dengan Presiden Soeharto, pesawat bisa mendarat di Jakarta sekitar pukul 14.00, setelah bertemu Presiden, pukul 16.00 pesawat sudah meninggalkan Jakarta.

          Jenderal Sudibyo yang adalah kepala intelijen di Indonesia, melalui jaringannya, mengindentifikasi tamunya itu. Melalui imigrasi dan berbagai jaringan, hingga diketahui indentitas tamu itu dengan tepat.

          Selanjutnya hal itu dibahas bersama Wakil Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI Letnan Jenderal Ary Sudewo. Dari pembahasan itu disimpulkan bahwa data dan pesan yang disampaikan tamu tersebut bisa dipercaya.

          Pertanyaan selanjutnya apakah informasi ini perlu dilaporkan kepada Presiden Soeharto atau tidak. Mereka berdua sadar betul tentang status Israel dalam kebijaksanaan dilplo-matik Indonesia. Namun sepakat bahwa Badan Intelijen tidak boleh membekukan informasi penting kepada pimpinan apa lagi mempunyai nilai mendekati "dapat dipercaya." Juga disepakati BAKIN belum perlu melaporkan kepada Menko Polkam dan Departemen Luar Negeri karena informasi ini masih perlu diperlakukan sebagai informasi dengan klasifikasi "sangat ra-hasia."

 

Yitzhak Rabin Tiba Jakarta                                                                                

          Disepakati pendapat intelijen tentang informasi tersebut, namun menyarankan  kepada Presiden Soeharto bahwa permintaan tersebut tidak perlu disetujui karena apa bila disetujui umat Islam Indonesia pasti akan sangat marah.

          Kemudian kedua pimpinan intelijen itu menghadap Presiden Soeharto, melaporkan tentang tamu yang datang ke BAKIN dan pesan yang terkandung di dalamnya, serta pendapat dan saran yang telah disimpulkan oleh mereka berdua.

          Di luar dugaan, Presiden Soeharto ternyata memberikan perhatian dan memerintahkan Kepala BAKIN untuk melakukan cross check atau rechecking informasi tersebut, dan melaporkan kembali.

          Tamu yang menginap disalah satu hotel di Jakarta, diundang ke kantor BAKIN. Dilakukan rechecking atas pesan yang disampaikan sebelumnya, dan ternyata bertambah yakin atas pesan tersebut.

          Hasil rechecking dilaporkan kepada Presiden Soeharto, dan Presiden secara tak terduga mengatakan bersedia ber-temu dengan Perdana Menteri Yitzhak Rabin. Rabin boleh datang ke Jakarta untuk bertemu dengannya. Dengan syarat tidak bicara mengenai masalah bilateral tetapi masalah konflik Israel dengan Palestina.

          Selanjutnya Presiden Soeharto meminta agar kepada masyarakat perlu dijelaskan bahwa pertemuan itu dalam rangka melaksanakan tugas internasional yaitu Presiden sebagai Ketua Gerakan Non Blok (GNB), berusaha mewujudkan perda-maian di Palestina.

          Dan Presiden Soeharto memberi petunjuk skenario penyambutan kedatangan Rabin di pangkalan udara Halim Perdanakusuma.  Setelah pesawat mendarat, rombongan yang ada di pesawat dibawa ke VIP Room Halim Perdanakusuma untuk beristirahat dan disuguhi panganan yang diantar dari rumah tangga Istana, sedangkan Rabin bersama seorang pedamping dijemput di tangga pesawat dengan mobil khusus dan langsung dibawa ke jalan Cendana, bertemu dengan Presiden yang didampingi seorang penterjemah dari Sekretariat Negara, dan tanpa acara resmi apapun.                                                             

 

Dikira Tamu Dari RRC                                                                                     

         Persetujuan dan petunjuk Presiden Soeharto disampaikan  kepada tamu yang membawa pesan khusus itu. Dalam hitungan jam tanggapan balik sudah diterima, disertai ucapan terimakasih. Dan jawaban itu dilaporkan kepada Presiden, maka confirm rencana kedatangan Perdana Menteri Yitzhak Rabin.

          Untuk melaksanakan,  Kepala BAKIN hanya melibatkan Asisten I Intelijen Kodam Jaya Kolonel Arie Kumaat, berkoordinasi dengan Komandan Pangkalan Udara Halim Perdana Ku-suma, dan tidak memberitahukan  siapa yang bakal datang.

          Dalam melaksanakan tugas yang sangat rahasia, profesionalisme Kolonel Arie Kumaat di uji, meskipun ia mengaku bahwa perkiraannya semula yang akan datang adalah tamu dari RRC, yang pada waktu itu hubungan diplomatik dengan Indonesia sedang dibekukan. Arie Kumaat pada era periode Presiden Gus Dur diangkat menjadi Kepala BAKIN dengan pangkat Letnan Jenderal.

          Pada hari yang disepakati, pesawat yang ditumpangi Yitzhak Rabin mendarat di Halim tepat pukul 14.00, kurang beberapa menit dari pukul 16.00, pesawat itu sudah terbang ke Singapura. Kurang dari dua jam Yitzhak Rabin berada di Jakarta. Semua berjalan lancar sesuai dengan petunjuk teknis yang diberikan oleh Presiden Soeharto.

          Dalam pertemuan itu sama sekali tidak membicarakan masalah yang bersifat bilateral. Presiden Soeharto hanya menyampaikan kepada Perdana Menteri Yitzhak Rabin pesan-pesan dari negara-negara  yang tergabung dalam GNB, yakni meminta kepada pemerintah Israel untuk segera menghentikan konflik dengan Palestina, dan mengakui hak bangsa Palestina dengan memberikan hak mendirikan negara Palestina.                                                                                                      

          Ditambahkan oleh Presiden Soeharto bahwa negara-negara GNB berpendapat, konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina akan memancing kedua super power (Amerika dan Rusia) ikut terlibat dalam konflik di kawasan tersebut yang akan membuat pertikaian bertambah besar.

          Bagaimana sikap  PM Israel Yitzhak Rabin  mendengar pernyataan Presiden  Soeharto  dalam pertemuan tersebut tidak  pernah dijelaskan kepada siapapun. Nampaknya  Presiden Soeharto menunggu apa pernyataan PM Israel Yitzhak Rabin  yang mungkin akan di-release  kepada  Pers.                           

          Hanya  sebuah komentar sempat diceritakan   oleh  Presiden Soeharto kepada Menteri Agama Tarmizi Thaher,  bahwa  PM Israel Yitzak Rabin menunjukkan sikap yang sangat  "polite"  dan menghormati Presiden Soeharto.  Selama pertemuan  PM Israel Yitzak Rabin tidak pernah mengangkat dan menyilangkan kakinya dan duduknya  rapi. Tarmizi Thaher menghadap  Presiden  Soeharto malam  hari di Jl  Cendana setelah  Presiden Soe-harto  siangnya  bertemu  PM  Isarel  Yitzak Rabin.

          Menurut Letnan Jenderal Soedibyo, Presiden  Soeharto  sebagai Pejuang yang telah membuktikan kekesetiaannya  kepada Proklamasi 1945, Pancasila dan UUD 1945 tentu tidak akan mengkhianati NKRI. Sebagai Presiden yang sangat  Islami dan memperingati Hari Nuzul Quran setiap tahun di Istana Ne-gara, saya yakin beliau  tidak akan mengkianati Umat Islam Indonesia.

          Sebelumnya,  dalam suatu Rapat Polkam yang dipimpin Menko Polkam Letjen TNI Susilo Sudarman,  semula  akan mendesak Presiden Seharto untuk membatalkan rencana per-temuan dengan PM Israel YItzhak Rabin.  Namun sikap Susilo Sudarman   berubah setelah beliau  diingatkan oleh  Wakil  Te-tap   RI di GNB   Dubes Nana Sutrisna bahwa  resolusi Sidang Umum Gerakan Non Blok (SU-GNB) yang menugasi Presiden Soeharto selaku  Ketua GNB untuk mendesak terciptanya perdamaian di tanah  Palestina.                                                                   

           Setelah terjadinya pertemuan antara Presiden Soeharto dengan PM Israel Yitzak Rabin, pada malam hari di aula PWI,  Menlu Ali Alatas menjelaskan kepada undangan seluruh Pim-pinan  Media Massa di Jakarta bahwa pertemuan Presiden Soehartro dengan PM Israel Yitzak Rabin  bukan  membicarakan masalah-masalah yang bersifat bilateral,  tetapi Presiden Soeharto selaku Ketua GNB menyampaikan kepada PM Israel Yitzak Rabin pesan  negara-negara yang tergabung dalam GNB agar Israel  menghentikan konfliknya dengan bangsa Arab-Palestina dengan mengakui hak azasinya mendirikan Negara di Palestina.                                                                                                              

            Namun demikian pertemuan tersebut terjadi bukan karena permintaan Presiden Soeharto tetapi justeru karena memenuhi  permintaan PM Israel Yitzhak Rabin. Untuk  menghindari tanya jawab yang rumit mengenai  proses terjadinya  pertemuan tersebut,  Menlu Ali  Alatas   mengatakan bahwa permintaan PM Israel Yitzhak Rabin  muncul di sela-sela kontak tidak resmi yang terjadi diantara para Kepala Perwakilan   Nega-ra-Negara  anggota PBB di New York. 

 

Bertemu Kembali Dengan Yitzhak Rabin                                 

          Jika sebelumnya pertemuan Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Yitzhak Rabin di Jakarta terkesan tertutup, pada pertemuan kedua di New York sangat terbuka karena disaksikan oleh seluruh delegasi dan pimpinan negara-negara yang hadir di sidang umum PBB.  

Saling Todong Laras Senjata                                                                                          

          Di lobi Hotel Waldorf Tower, New York, Amerika Serikat, tanggal 22 Oktober 1995, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dikelilingi empat pengawal berjalan menuju lift, hendak ke lantai 41, ke presidential suite, tempat Presiden Soeharto menginap.                                                                                                  

          Dapat dipastikan yang mengawal Perdana Menteri Yitzhak Rabin adalah prajurit-prajurit Mossad yang terbaik, karena sejak perang enam hari pada bulan Juni 1967 di mana Israel bertempur melawan Mesir, Jordania, dan Suriah, serta penembakan atlit Israel pada waktu Olimpiade di Jerman---keselamatan warga negara Israel kerap kali terancam pem-bunuhan, apa lagi keselamatan seorang Perdana Menteri. Dan dapat dipastisakan hotel tersebut sudah disteril terlebih dahulu oleh Mossad sebelum Rabin datang.

          Di lobi hotel rombongan itu disambut oleh Kawal Pribadi Presiden Soeharto yaitu Kolonel Syafri Samsudin bersama dua prajurit dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), mereka memperkenalkan diri sebagai protokol Perutusan Tetap Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), artinya mereka adalah personal resmi pengamanan Presiden Soeharto. Presiden Soeharto pada waktu itu adalah Ketua Org-anisasi Kerjasama Islam (OKI), hadir di New York untuk mengikuti Sidang Umum PBB.

          Beriringan mereka berjalan menuju lift. Pada saat hendak memasuki lift yang dapat memuat 12 orang itu, pengawal Perdana Menteri Yitzhak Rabin menghalangi Kolonel Syafrie dan dua orang Paspampres untuk ikut masuk ke dalam lift.  Safrie dan dua orang Paspampres diminta menggunakan lift yang lain hingga terjadi adu mulut antara pengawal Rabin dengan Safrie.

          Terjadi saling dorong karena Syafrie tetap kekeh hendak masuk ke dalam lift sesuai dengan protokol pengamanan Presiden Indonesia,  sedangkan pengawal Rabin, yang tentunya juga memiliki protokol pengamanan  Perdana Menteri Israel, tetap berkeras  tidak memperbolehkan Safrie dan dua Paspampres ikut masuk ke dalam lift.                                                                                                            

          Dengan gerakan sangat cepat, pengawal Rabin menghunuskan laras senapan otomatis Uzi dari balik jasnya dan menempelkan moncong laras senapan mungil paling canggih di dunia buatan Israel itu ke perut Sfafrie. Namun hampir berbarengan, Syafrie yang adalah prajurit Komando Pasukan Khusus, sudah menempelkan laras pistol Barretanya ke perut pengawal itu. Apa jadinya jika dua orang itu saling tembak?

          Insiden di depan pintu lift itu membuat Rabin cemas  lantaran dua prajurit Paspampres dan tiga pengawal Ritzak Rabin juga sudah bersiap dengan senjata mereka masing-masing.  Akhirnya salah seorang pengawal Rabin berkata; "Sorry I understand it", mengakui kesalahan dan arogansinya. Masing-masing secara bersama-sama memasukkan kembali senjatanya dan Safrie bersama dua orang Paspampres diperkenankan ma-suk ke dalam lift, ikut bersama rombongan Rabin naik ke lantai 41.

          Sesampai di lantai 41, Rabin masih harus menunggu sekitar 15 menit di dalam satu ruang yang terpisah dengan ruang Presiden Soeharto menerima Presiden Sri Langka. Pertemuan dadakan tidak terjadwal antara dua kepala negara ini, tidak terlepas dari usaha Presiden Soeharto ikut serta mengusahakan perdamaian antara Israel dengan Palestina.

          Pengawalan terhadap Perdana Menteri Yitshak Rabin agak luar biasa. Tidak kurang dari 25 anggota Mossad ber-keliaran di lobi sekitar satu jam menjelang kedatangan Rabin. Tanpa melakukan gerakan mencolok, mereka dalam waktu singkat berhasil "membersihkan" daerah sekitar lift. Demikian ditulis di buku terbitan KOMPAS berjudul "Warisan (daripada) Soeharto."

 

Yitzhak Rabin Dibunuh                                                                                     

          Belum genap dua minggu setelah pertemuan antara Per-dana Menteri Yitzhak Rabin dengan Presiden Soeharto di New York, 4 November 1995, awan kelabu melingkupi Israel, Yitzhak Rabin tewas ditembak. Seorang pemuda bernama Yigal Amir menembakkan tiga peluru ke dada dan perut Rabin dalam jarak dekat. Yahudi radikal ini tidak pernah menyesali perbuatannya. Dia tidak terima Rabin hendak berdamai dengan Palestina.

          Yasser Arafat menyampaikan duka mendalam atas nama bangsa Palestina terkait wafatnya Rabin; Saya harap---Israel dan Palestina---punya kemampuan untuk melupakan kejadian ini dan melanjutkan proses perdamaian di seluruh Timur Tengah, ucap Yasser seperti dikutip BBC History.

          Tewasnya Rabin yang sedang berusaha dengan berbagai cara agar terwujud perdamaian antara Irael dan Palestina, mengingatkan pada Anwar Sadat yang juga mati terbunuh pada waktu  sedang berusaha mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

          Anwar Sadat yang adalah konseptor Perang Enam Hari atau Perang Yom Kippur, meskipun kesudahan dari perang itu wilayah Israel bertambah luas, pada akhirnya Anwar Sadat meyakini sekaligus menyadari bahwa jalan perdamaian adalah perundingan.

          Dimediasi Presiden Jimmy Carter, Presiden Anwar Sadat melakukan perundingan perdamaian dengan Perdana Menteri Israel Manachen Begin di satu tempat bernama Camp David.

          Langkah yang ditempuh Sadat berdamai dengan Israel membuat marah banyak pihak. Pada 6 Oktober 1981, pada saat menyaksikan parade militer Angkatan Perang Mesir, Letnan Khalid Islambouli diiringi empat prajurit berjalan ke mimbar kehormatan, bersamaan dengan milintas pesawat tempur di udara, Khalid dan empat prajurit memuntahkan peluru kearah Anwar Sadat yang sedang menyaksikan parade di mimbar ke-hormatan.                                                        

          Anwar Sadat tewas pada waktu memakai pakaian kebesaran militer, dan ditengah-tengah prajurit-prajuritnya. Khalid Islambouli penganut Ihkwanul Muslimun, sangat kecewa dengan langkah Anwar Sadat hendak berdamai dengan Israel.  Ia tidak pernah menyesal telah membunuh Sadat. "Saya membunuh Firaun", kata Khalid di persidangan.

          Memang sulit mendamaikan perseteruan antara dua keturunan yang sebetulnya adalah saudara sepupu.  Bani Israel adalah cicit-cicit dari Nabi Ya'qub sedangkan orang Arab adalah cicit-cicit Nabi Ismail. Sedangkan Nabi Ya'qub dan Nabi Ismail adalah anak Nabi Ibrahim. Sampai kapan perseteruan antar kedua saudara sepupu ini akan berakhir?

          Mungkin saja akhir dari perseteruan Arab dan Israel seperti akhir dari kisah Brata Yudha di mana dua saudara sepupu yakni Hastina dan Pandawa perang puput habis-habisan. Akhir dari perseteruan itu adalah mayat-mayat yang bergelimpangan di seluas padang pertempuran Kurukshetra. Konon yang hidup menurut kisah itu hanya 10 orang.

 

Pemimpin Yang Diperhitungkan Dunia                                                 

          Apapun yang dilakukan oleh Presiden Soeharto dalam usaha ikut mendamaikan pertikaian antara Israel dan Palestina, berpotensi juga mengalami pembalasan dari radikalis sa-lah satu kelompok yang akan didamaikan.  Resiko bagi yang ingin mendamaikan konflik Israel dan Palestina seperti dialami Anwar Sadat dan Yizhak Rabin. Resiko itu diambil oleh Pak Harto, seperti resiko  yang pernah ditempuh oleh Presiden Soeharto pada waktu berkunjung ke Sarajewo yang pada waktu itu sedang dalam keadaan  perang saudara, Maret 1995, pada hal sehari sebelumnya, pesawat Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi bolong-bolong kena tembak pada saat mendarat di Sarajewo.                             

           "Sebagai Ketua Non Blok, saya harus datang ke negara anggota yang sedang menghadapi masalah", demikian alasan Presiden Soeharto datang ke Sarajewo. Sebagai Ketua OKI, Pak Harto tampil aktif untuk mendamaikan konflik Irael-Palestina, dengan resiko dapat seperti yang dialami oleh Anwar Sadat dan Yizhak Rabin.  []                                                                                     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun