Mohon tunggu...
Nol Deforestasi
Nol Deforestasi Mohon Tunggu... Petani - profil
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nusantara Hijau

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

RI Nekat Ancam Boikot Produk Uni Eropa Demi Sawit

22 Maret 2019   13:42 Diperbarui: 22 Maret 2019   13:57 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia menegaskan akan mengambil langkah-langkah keras dalam merespons diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa terhadap komoditas sawit dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk memboikot produk-produk Uni Eropa (EU) di Tanah Air.

Meskipun belum memastikan pemboikotan perdagangan, dengan tegas Luhut menyatakan bahwa Indonesia akan berdiri dan melawan kebijakan diskriminatif Uni Eropa. Termasuk kemungkinan memboikot perdagangan. "Kami tidak mau didikte! Kami harus tegas," tegasnya di depan puluhan perwakilan perusahaan Eropa dalam media briefing bertajuk "Diskriminasi Uni Eropa terhadap Kelapa Sawit" di Jakarta, Rabu (20/3).

Meski demikian, ia menyebutkan sektor penerbangan di Indonesia akan meningkat tiga kali lipat pada 2034 dengan mencapai 270 juta penumpang per tahun. Atas hal tersebut, bisa saja Indonesia membutuhkan sekitar 2.500 unit pesawat terbang sekelas A320 dalam 20 tahun ke depan. Total nilai investasi pembelian diperkirakan lebih dari US$ 40 miliar dan dapat menciptakan 250 juta lapangan kerja di AS dan Uni Eropa.

Indonesia juga banyak mengimpor bus dan truk Scania dari Uni Eropa serta sedang mempertimbangkan pembelian rangkaian kereta dari Polandia.

Eropa disebutkannya bisa kehilangan pasar cukup besar apabila sampai Indonesia memboikot perdagangan dengan Eropa. "Banyak sekali produk-produk Uni Eropa yang kami butuhkan. Dengan kelas menengah 55 juta orang sekarang dan jumlah penduduk 269 juta orang, pasarnya sangat besar," terangnya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, selain akan menggugat kebijakan Renewable Energy Directives II (RED II) beserta aturan teknisnya melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO, Indonesia bisa saja memboikot produk-produk Uni Eropa.

"Selain langsung ke WTO kita juga bisa retaliasi [tindakan balasan]. Memangnya kenapa? Kalau Uni Eropa bertindak sepihak, masak kita enggak bisa lakukan sepihak," tegas dia.

Dubes Uni Eropa. Netralnews.com
Dubes Uni Eropa. Netralnews.com
Mendengar ancaman itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Gurend menanggapinya dengan santai. Guernd mengatakan, seharusnya kedua belah pihak bisa mencapai solusi yang sama-sama menguntungkan terkait industri sawit yang berkelanjutan, bukan yang akan merugikan kedua belah pihak.

"Kami percaya perdagangan dan investasi baik untuk kedua belah pihak. Jangan lupa, perusahaan Eropa memperkerjakan lebih dari 1,1 juta orang di sini. Dan kalau [pemerintah RI] berhasil menarik lebih banyak investasi Eropa di sini, akan lebih banyak tenaga kerja Indonesia yang terserap," terangnya.

Dia menegaskan Uni Eropa tidak berniat menerapkan proteksionisme terhadap komoditas kelapa sawit, melainkan hanya mensyaratkan produk sawit berkelanjutan yang tersertifikasi untuk kepentingan bahan bakar nabati (biofuel). 

"Kalau Indonesia mau menggugat melalui WTO, saya pikir itu langkah yang tepat. Kami tentu ingin meningkatkan perdagangan dengan Indonesia lebih jauh, baik sawit maupun produk lainnya, tapi melalui cara-cara yang berkelanjutan, yang terbaik bagi planet kita," jelasnya. 

Seperti diketahui, dalam rancangan terbaru regulasi Union Delegated Act RED (Renewable Energy Directive) II yang disahkan pada 13 Maret lalu, Komisi Eropa menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran. Oleh karena itu, pemerintah Uni Eropa akan menghapus secara bertahap pemakaian biofuel berbasis CPO hingga 0% pada 2030. 

Antara/Regina Safri
Antara/Regina Safri
Hasil kajian Komisi Eropa menyatakan bahwa 45% dari ekspansi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2008 telah berujung pada kehancuran hutan, lahan gambut (peatlands) dan lahan basah (wetlands) serta menghasilkan emisi gas rumah kaca secara terus-menerus.

Adapun kajian tersebut menyebutkan bahwa hanya 8% dari ekspansi produksi minyak kedelai (soybean oil) dan 1% dari minyak rapeseed dan bunga matahari (sunflower oil) yang berkontribusi pada kerusakan yang sama, seperti dilansir dari Reuters. Tiga komoditas ini merupakan kompetitor sawit dalam pasar minyak nabati global.

Komisi Eropa sendiri menetapkan angka 10% sebagai batas untuk menentukan produksi tanaman minyak nabati mana yang lebih berbahaya bagi lingkungan. Ketentuan ini diterapkan melalui kriteria indirect land use change (ILUC) yang oleh negara-negara produsen CPO seperti Indonesia dan Malaysia disebut sebagai kriteria yang cacat secara ilmiah dan tidak diakui secara universal. 

Dalam waktu dua bulan sejak 13 Maret lalu, rancangan regulasi RED II yang diajukan Komisi Eropa akan dibawa ke dalam persidangan Parlemen Eropa untuk disahkan menjadi suatu regulasi dengan kekuatan hukum yang mengikat. 

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, Indonesia mengekspor 4,78 juta ton CPO ke Uni Eropa sepanjang tahun lalu. Dari jumlah tersebut, sekitar 61% di antaranya digunakan untuk biofuel.

Sekalipun tampak berani, tidak semua pihak mendukung keputusan pemerintah tersebut. Aktivis Dandhy Laksono menilai, boikot akan mengancam keberlangsungan investasi asing di dalam negeri. Lagipula belum tentu benar argumentasi yang mengatakan bisnis sawit telah menghidupi jutaan orang seperti yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini.

Lewat akun twitter @Dandhy_Laksono secara khusus ia mempertanyakan argumentasi Luhut dan Darmin yang menuduh UE melakukan proteksi terselubung dengan membatasi sawit Indonesia karena lebih murah dibanding minyak nabati produksi Benua Biru.

"Propaganda Darmin dan Luhut: Eropa melakukan proteksi terselubung dengan membatasi sawit RI karena lebih murah dibanding minyak nabati Eropa. Mengapa bisa murah? Tanahnya dari menggusur rakyat, land clearingnya bakar lahan, buru dibayar rendah, dan standar lingkungannya jeblok." 

Acuan:

Indonesia ancam boikot eropa, Luhut: tidak ada toleransi

Sawit RI didiskriminasi, Luhut ancam boikot produk Uni Eropa

Ancam boikot sawit, Uni Eropa kembali ke kubangan masa lalu

Twitter @Dandhy_Laksono 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun