Hati-hatilah jika berbicara dengan manusia. Jangan engkau ke sana ke mari mengeluh pada mereka, mengadukan penderitaanmu. Engkau mengeluh kepada sesama manusia dengan niat agar mereka membantu menyelesaikan penderitaanmu.Â
Itu tidak mungkin!...Â
Manusia tiak mampu mendatangkan manfaat atau memberikan mudharat. Sikap yang demikian ini sama saja menggugat Tuhan. Mana mungkin Tuhan engkau gugat? Sungguh, engkau orang bodoh yang tak tahu diri.Â
Hentikan keluh kesahmu!...Â
Orang yang bijak, tidak pernah mengumbar keluhan. Mereka menyembunyikan penderitaan dan musibah-musibah sehingga orang lain tak pernah mengetahuinya.Â
Pikirkanlah!...Â
Manusia diciptakan mempunyai akal dan hati nurani. Sedangkan hewan diciptakan hanya mempunyai naluri. Meskipun demikian, ia bisa mengendalikan nafsunya. Cobalah untuk mengamati burung elang yang buas ia bisa melawan tabiatnya dan meninggalkannya sejenak, hingga ia tidak sembarang memakan umpan yang menjebak dirinya. Mengapa engkau sebagai manusia tidak mampu menunda hawa nafsumu?
Dirimu lebih bisa mengendalikan hawa nafsu. Ajarilah dan pahamkanlah nafsumu hingga ia tidak memakanmu, mencabik-cabikmu, dan tidak pula mengkhianati amanat Tuhan.Â
Ajarilah nafsumu sampai ia benar-benar mau belajar, paham, dan tenang. Jika sudah tenang bawalah serta ia kemana pun engkau menuju dan jangan sekali-kali melepaskannya dalam segala keadaan.Â
Jika nafsumu telah paham dan tenang, ia menjadi penyabar dan ridha menerima apa adanya yang dikehendaki takdir. Nafsu tidak akan membedakan-bedakan antara biji gandum dan roti terigu. Nafsu tidak akan menyuruhmu untuk berkeluh kesah sepanjang jalan dan kepada setiap orang.Â
Jika sudah demikian, nafsumu menjadi penyantun, murah hati dan zuhud terhadap dunia. Inilah yang kemudian disebut nafsu mutmainah (nafsu yang tenang).Â
Singisari, 30 Juni 2019
@J.Barathan.