Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mahasiswa Gugat Hukum, Mahkamah Konstitusi Beri Kado Perlindungan untuk Para Penjaga Bumi

2 September 2025   08:54 Diperbarui: 2 September 2025   14:52 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Markus Spiske: https://www.pexels.com/id-id/foto/iklim-poster-pertarungan-perkelahian-2990612/ 

Bayangkan suatu pagi Anda berjalan di tepi sungai dekat rumah. Airnya yang dulu jernih kini berubah keruh, berbau busuk, penuh limbah pabrik. 

Hati Anda panas. Ingin rasanya memotret, melapor, atau menulis surat ke pemerintah. Namun, sebelum sempat melakukan itu, ada suara dalam hati yang mengingatkan: hati-hati, jangan sampai Anda yang dilaporkan balik.

Kisah semacam ini bukan fiksi. Banyak aktivis, akademisi, hingga warga desa kecil di Indonesia pernah mengalaminya. Niat tulus membela lingkungan justru berbalik menjadi jerat hukum. 

Mereka digugat perusahaan dengan pasal pencemaran nama baik, dituntut ganti rugi, bahkan dijerat pidana. Alih-alih mendapatkan penghargaan karena peduli, mereka justru menghadapi risiko dikriminalisasi.

Inilah problem laten yang sejak lama menghantui gerakan lingkungan. Di atas kertas, Indonesia memiliki Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang sering dipuji sebagai instrumen hukum progresif. 

Salah satu pasalnya, Pasal 66, dirancang sebagai tameng bagi warga: "setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata."

Sepintas, kalimat ini indah. Frasa "setiap orang" terdengar luas dan inklusif. Namun, di baliknya tersembunyi penjelasan yang justru mempersempit. 

Dalam Penjelasan Pasal 66, disebutkan bahwa perlindungan itu hanya berlaku bagi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum. Dengan kata lain, jika Anda seorang aktivis yang melakukan kampanye di media, seorang ahli yang memberikan kesaksian, atau wartawan yang menulis investigasi, maka payung perlindungan itu tak otomatis berlaku.

Bayangkan sebuah payung yang semestinya cukup besar untuk menaungi semua pejuang lingkungan, tiba-tiba dilipat hingga hanya muat untuk dua orang. 

Di ruang kosong itulah ancaman SLAPP, Strategic Lawsuit Against Public Participation, masuk dengan leluasa. Perusahaan besar yang merasa terganggu suaranya bisa mengajukan gugatan miliaran rupiah kepada aktivis desa, hanya untuk membuat mereka bungkam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun