Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sebuah Nama di Balik Danantara: Apa yang Kita Pertaruhkan?

6 Maret 2025   13:28 Diperbarui: 6 Maret 2025   13:56 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ditunjukkan sebagai Anggoata Dewan Pengawas Danantara. sumber: https://www.arina.id

Awalnya, nama itu hanya terdengar seperti berita biasa. Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris, disebut-sebut dalam proyek Danantara, yang dikatakan akan membawa perubahan besar bagi investasi di Indonesia. Bagi sebagian orang, ini tampak seperti langkah maju dalam membangun ekonomi yang lebih kuat. Namun, bagi mereka yang memahami sejarah dan politik global, ada pertanyaan yang lebih besar dari sekadar angka-angka di atas kertas. Apakah ini benar-benar tentang pembangunan, atau ada sesuatu yang lebih dalam yang perlu kita waspadai?

Indonesia sudah lama berhadapan dengan pengaruh asing dalam ekonominya. Dari zaman Soekarno hingga sekarang, kita telah melihat bagaimana modal internasional berperan dalam menentukan arah kebijakan ekonomi kita. Terkadang, investasi asing membawa kemajuan. Namun, ada pula saat-saat ketika keterlibatan luar justru membuat kita kehilangan kendali atas sumber daya dan kebijakan ekonomi kita sendiri. Inilah pertanyaan yang selalu muncul: siapa yang sebenarnya memegang kendali?

Bagi dunia Barat, Tony Blair adalah seorang pemimpin berpengaruh. Namun, bagi banyak negara di dunia, ia juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki rekam jejak panjang dalam kebijakan luar negeri yang kontroversial. Keputusannya mendukung invasi Irak, kedekatannya dengan kepentingan korporasi global, serta keterlibatannya dalam proyek investasi di berbagai belahan dunia membuat banyak orang bertanya-tanya: mengapa dia? Apa yang sebenarnya sedang kita pertaruhkan dengan kehadirannya dalam proyek ini?

Jika kita melihat pola yang terjadi di banyak negara, ada satu hal yang selalu berulang. Negara-negara yang terlalu terbuka terhadap modal asing sering kali menemukan diri mereka dalam posisi yang sulit. Pada awalnya, investasi asing tampak seperti solusi bagi pembangunan yang cepat. Namun, tanpa regulasi yang kuat, ketergantungan terhadap modal luar bisa menjadi jebakan. Malaysia, misalnya, tetap berhati-hati dalam menerima investasi asing di sektor-sektor strategis. Jepang, meskipun terhubung erat dengan ekonomi global, selalu memastikan bahwa sumber daya vitalnya tetap berada dalam kendali domestik. Pertanyaannya, di mana posisi Indonesia dalam hal ini?

Dilema yang kita hadapi sangat jelas. Kita membutuhkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan mengakses teknologi baru. Tetapi, pada saat yang sama, kita harus bertanya: sejauh mana kendali kita terhadap arah pembangunan ini? Apakah kita sedang membangun masa depan yang mandiri, atau justru menyerahkan kontrol kepada pihak lain secara perlahan?

Tony Blair bukan sekadar nama dalam proyek ini. Kehadirannya melambangkan sesuatu yang lebih besar: sebuah pertarungan antara kedaulatan ekonomi dan keterlibatan asing. Ini bukan hanya tentang bisnis atau pembangunan, tetapi tentang bagaimana kita sebagai bangsa memutuskan arah masa depan kita sendiri.

Sejarah telah menunjukkan bahwa kehadiran tokoh-tokoh berpengaruh dari negara besar dalam investasi asing sering kali membawa dampak yang tidak terlihat di awal. Dari Amerika Latin hingga Afrika, negara-negara berkembang telah mengalami bagaimana keterlibatan asing yang berlebihan dapat mengubah kebijakan ekonomi mereka. Apakah Danantara akan menjadi contoh yang sama?

Banyak orang melihat investasi asing sebagai cara untuk keluar dari permasalahan ekonomi. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar memiliki kendali penuh atas investasi ini? Beberapa negara telah membayar harga yang mahal karena terlalu bergantung pada investor asing. Argentina, misalnya, mengalami krisis besar akibat utang dan ketergantungan terhadap pasar keuangan global. Yunani kehilangan sebagian besar kendali atas kebijakan fiskalnya karena tekanan dari kreditor internasional.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita belajar dari sejarah? Keterbukaan terhadap modal asing bukanlah sesuatu yang salah. Namun, yang lebih penting adalah memastikan bahwa keterlibatan asing ini diatur dengan baik, sehingga benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat, bukan hanya bagi segelintir elite ekonomi.

Kita harus melihat lebih dalam bagaimana proyek-proyek besar seperti Danantara dikelola. Apakah pemerintah memiliki peran strategis dalam pengambilan keputusan? Seberapa transparan pengelolaan proyek ini? Dan yang paling penting, bagaimana dampaknya terhadap rakyat dalam jangka panjang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun