Masalahnya, kalau mindset ini terus dipelihara, kita bisa jadi konsumtif tanpa sadar.
Gaji naik sedikit, langsung upgrade gaya hidup. Baru terima bonus, langsung beli jam tangan mahal biar bisa dibilang berhasil.
Akhirnya, kerja keras kita cuma numpang lewat di rekening. Masuk hari ini, habis minggu depan.
Yang lebih parah lagi, ada yang sampai rela utang, gesek kartu kredit, atau pakai paylater demi beli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan—semata-mata biar dianggap "udah sukses."
Padahal utangnya baru lunas lima bulan kemudian, sedangkan pengakuan dari orang-orang hanya bertahan lima detik setelah lihat story kita.
Ini bukan soal pelit atau anti barang bagus, tapi soal prioritas dan cara berpikir. Tidak apa-apa beli barang yang kita suka, tapi jangan sampai beli demi membuat orang lain melihat kita sukses, padahal dalam hati kita sendiri lagi berantakan secara finansial.
Pola pikir “kerja keras harus kelihatan dari barang yang kita punya” itu ibarat jebakan halus yang kelihatannya keren, tapi pelan-pelan bisa merusak kondisi keuangan dan mental kita. Ada empat konsekuensi yang sering terjadi tanpa kita sadari:
1. Tekanan sosial buat pamer
Gara-gara lingkungan sekitar (apalagi media sosial), kita merasa harus selalu tampil ‘wah’.
Lihat teman beli motor baru, kita pengen juga. Lihat teman pakai tas branded, langsung merasa minder.
Akhirnya bukan lagi soal kebutuhan, tapi soal gengsi. Tekanan ini membuat kita jadi seperti hidup untuk menyenangkan orang lain, padahal belum tentu mereka peduli.
2. Pengeluaran tidak sebanding dengan pendapatan
Gaji 5 juta, tapi gaya hidup serasa 10 juta. Ini penyakit yang umum. Demi ‘terlihat’ sukses, kita memaksa diri untuk membeli hal-hal di luar kemampuan.