Rasa khawatir dan takut bukanlah tanda sebuah kelemahan yang ada pada anak. Jika anak-anak merasa takut atau cemas, itu normal. Umumnya, anak mulai memiliki rasa takut terhadap sesuatu saat usia bertambah. Namun, hal ini tetap harus diwaspadai jika melihat anak mengalami ketakutan yang berlebihan. Ini karena rasa takut yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan anak menjadi penakut saat dewasa nanti.
Menurut Endah Kurniadarmi, seorang pengamat pendidikan dan masalah psikologi serta pengembangan anak, perkembangan emosional anak usia sekolah sangat cepat, yang menyebabkan mereka sering mengalami ketakutan, cemas, dan perubahan emosi yang tidak stabil.
Pada titik ini, imajinasi anak luar biasa, tetapi pengolahan logika masih belum sempurna. Anak-anak akan kesulitan memahami apa yang disebut sebagai kondisi wajar atau sesuatu yang tidak logis. Namun, dengan bantuan orang tua, ketakutan atau kecemasan yang disebabkan oleh kondisi ini dapat diatasi dan dihilangkan. Anak akan merasa nyaman. Selain itu, anak akan merasa disayangi oleh kedua orang tuanya.
Mari kita bongkar apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikiran anak-anak yang mudah cemas.
Menurut penelitian yang ada di Amerika dan inggris, bahwa otak anak-anak masih dalam tahap pembentukan. Jadi segala sesuatu yang berkembang pada otaknya masih mengalami perubahan. Amigdala (sistem alarm) sudah sepenuhnya online, tapi korteks prefrontal (logika + ketenangan) masih terus berkembang. Ini seperti memiliki alarm asap tapi belum ada petugas pemadam kebakaran. Mereka belum membangun "perpustakaan" kehidupan. Sesuatu yang baru, bisa terasa berbahaya jika tidak memiliki pengalaman masa lalu untuk membandingkannya. Demikian juga yang terjadi pada perkembangan otak anak.
Hal-hal yang menurut orang dewasa merupakan hal yang remeh temeh seperti : Hari pertama masuk sekolah, Â Menginap pertama kali di rumah kerabat, maju ke depan kelas dan lain sebagainya. Semua berpotensi menakutkan bagi anak-anak yang akan menimbulkan kecemasan dan khawatir. Mereka menconba mengambil stres orang dewasa dan mengcopynya. Mengapa bisa demikian? Karena anak-anak adalah spons emosional yang ahli. Jika orang dewasa mereka cemas, tegang, atau marah, maka mereka dapat merasakannya juga, bahkan meskipun mereka tidak memahaminya. Karenanya berilah contoh-contoh yang baik, termasuk perilaku kita, gaya kita bertutur, sikap dan atau gesture tubuh saat menghadapi sesuatu. Mereka akan menirunya tanpa mereka sadari. Karena orang tua adalah role model mereka. Sekolah pertama yang mereka dapatkan dalam kehidupan.
Saat ini anak-anak hidup di dunia yang serba cepat. Jadwal yang padat, sensorik yang berlebihan, tekanan akademis, ekspektasi sosial, dan masih banyak sekali yang lainnya. Dan sistem saraf mereka belum bisa mengikuti. Mereka belum memiliki alatnya. Bicara pada diri sendiri, membumi, mengatur nafas, menetapkan batasan - semua keterampilan yang dipelajari. Tanpa alat, kecemasan akan menjadi keras dan tidak terkendali.
Sensitivitas bukanlah suatu kekurangan yang dimiliki anak, namun seringkali merupakan kekuatan. Anak-anak yang sangat peka merasakan sesuatu secara mendalam. Empati dan kesadaran yang sama juga dapat membuat mereka lebih rentan terhadap pemicu kecemasan.
Jadi kecemasan pada anak-anak bukan tentang bertindak berlebihan. Ini  tentang kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Uniknya, ketika anak mendapatkan kasih sayang dan cinta dari orang tuanya, rasa takut dan cemas dapat hilang. Namun, jika anak sering mengalami ketakutan atau cemas berlebihan dalam situasi tertentu, sebaiknya jangan sepelekan hal ini. Dengan alat bantu yang tepat, koneksi, dan kesabaran, anak-anak yang cemas tidak hanya akan mampu 'mengatasinya', tetapi juga berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI