Masa remaja sering kali membuat banyak orang tua geleng-geleng kepala. Anak yang dulunya penurut dan manis, tiba-tiba berubah menjadi lebih mudah ngambek, sering galau, dan tampak asyik dengan dunianya sendiri. Di balik perubahan sikap yang kadang terasa drastis ini, sebenarnya ada proses penting yang sedang berlangsung, yaitu pencarian jati diri. Remaja mulai berpikir lebih kritis, mempertanyakan aturan, dan mencoba berbagai peran sosial. Mereka sedang mencari tahu siapa diri mereka sebenarnya, dan kadang caranya memang membuat kita sebagai orang dewasa merasa kesal atau bingung.
Menurut teori psikologi perkembangan dari Erik Erikson, masa remaja adalah tahap “identity vs. role confusion”, yaitu masa di mana mereka mencoba mengenali dan menentukan identitas diri. Ibaratnya, mereka memegang banyak topeng sekaligus: sebagai anak baik, teman yang seru, siswa teladan, bahkan kadang sebagai “si pemberontak”. Semua ini mereka lakukan bukan untuk mencari masalah, tetapi untuk menemukan peran mana yang paling sesuai dengan diri mereka. Wajar jika di tengah proses ini muncul perilaku yang terlihat seperti drama: mudah marah, gampang kecewa, atau tiba-tiba berubah mood.
Menariknya, ngambek dan galau sebenarnya punya peran penting. Itu adalah cara remaja mengekspresikan emosi yang sulit mereka jelaskan dengan kata-kata. Ketika mereka merasa kecewa, kesepian, atau tidak dimengerti, sering kali yang muncul adalah sikap diam, marah, atau menarik diri. Di sinilah peran orang tua dan orang dewasa di sekitar mereka sangat dibutuhkan — bukan untuk langsung menasihati atau memarahi, tetapi untuk mendengarkan dan memahami perasaan mereka. Remaja mungkin terlihat cuek atau pura-pura tak peduli, tetapi sebenarnya mereka tetap membutuhkan rasa aman dan kasih sayang tanpa syarat.
Menyikapi masa remaja memang butuh banyak kesabaran. Komunikasi terbuka menjadi kunci penting, bukan hanya ketika ada masalah, tetapi juga dalam keseharian. Obrolan santai sambil makan bersama, jalan-jalan sore, atau sekadar menonton film bisa menjadi cara sederhana untuk menjaga kedekatan. Selain itu, memberi ruang bagi mereka untuk mencoba hal baru, meskipun terkadang tidak sesuai dengan selera atau harapan kita, juga sangat penting. Selama pilihan mereka tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain, percayalah proses ini akan membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan percaya diri.
Pada akhirnya, masa remaja memang penuh warna: ada ngambek, galau, dan pencarian diri yang sering kali membuat kita khawatir. Namun, justru di masa inilah karakter dan jati diri mereka terbentuk. Dengan kesabaran, empati, dan cinta yang konsisten, kita bisa menjadi teman perjalanan yang membantu mereka melewati fase ini, hingga akhirnya mereka menemukan siapa diri mereka sebenarnya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI