Mohon tunggu...
Nyak OemarAyri
Nyak OemarAyri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tidak berbakat di bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kasus Canon Menguak, Kebencian dan Sikap Rasisme Masyarakat Luar terhadap Aceh

26 Oktober 2021   09:00 Diperbarui: 26 Oktober 2021   21:22 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by www.beritasatu.com

Media sosial kembali digemparkan dengan berita adanya dugaan tindak kekerasan terhadap hewan. Selasa (19/10/2021) tagar #Aceh dan #JusticeForCanon berada pada puncak trending di berbagai platform media sosial. 

Berawal dari beredarnya video dimana sejumlah anggota Satpol PP tengah mengevakuasi seekor anjing di Kepulauan Banyak, Kabupaten Aceh Singkil menuai banyak kecaman. Pasalnya dalam cuplikan video tersebut diindikasikan adanya tindak kekerasan terhadap hewan. Belakangan diketahui anjing tersebut bernama Canon tersebut tewas akibat proses evakuasi yang dialaminya.

Pada video yang beredar, dalam proses evakuasi tersebut terlihat sejumlah anggota Satpol PP mengeliling anjing Canon dan salah satu dari mereka menggenggam batang kayu dengan ujung bercabang ke arah anjing Canon. 

Merasa terganggu, anjing Canon tersebut sempat menggonggong beberapa kali hingga akhirnya diamankan dari lokasi tersebut. Selanjutnya, berdasarkan isi cuitan dari akun @rosayoeh diketahui bahwa kondisi anjing bernama Canon tersebut tewas setelah dimasukkan kedalam keranjang dan dibawa pergi oleh anggota Satpol PP. Proses evakuasi yang dilakukan terhadap beberapa ekor anjing dari Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu langkah awal dalam pelaksanaan program wisata halal di Aceh yang telah lama dicanangkan.

Merujuk terhadap Qanun Nomor 10 Tahun 2019 yang mengatur tentang penerapan Pariwisata halal di Aceh, hewan seperti anjing dan babi memang dilarang berkeliaran dan berada di kawasan destinasi wisata, dan ini juga diperkuat berdasarkan keputusan gubernur Aceh melalui Surat Edaran Nomor 556/226/2019 tentang larangan memelihara hewan seperti anjing dan babi di seluruh destinasi wisata. Menurut Sukarni yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Disparpora Aceh Singkil, menyatakan bahwa larangan tersebut merupakan bentuk kearifan lokal di Aceh.

Terkait kasus ini, Abdullah Z selaku Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Hubungan Antar Lembaga Dinas Satpol PP dan WH Aceh Singkil turut buka suara. Tuduhan mengenai kematian anjing Canon akibat adanya dugaan tindak kekerasan terhadap hewan dibantah, ia mengungkapkan bahwa anggotanya tidak pernah menyiksa dan melakukan kekerasan terhadap anjing Canon, penggunaan kayu untuk menaklukkan anjing oleh anggotanya hanyalah untuk berjaga-jaga disebabkan anjing itu terus melawan. Ia juga membantah jika kayu itu digunakan untuk memukul Canon. Menurutnya kayu itu hanya ditempelkan ke rantai anjing agar mempermudah proses evakuasi.

Kecamatan Pulau Banyak terus menjadi sorotan setelah anjing bernama Canon milik salah satu pemilik resort diangkut Satpol PP dan kemudian mati. Padahal sebelumnya Camat setempat sudah berupaya melakukan sosialisasi dan mengedarkan surat himbauan berkenaan tentang larangan adanya peliharaan anjing dan babi kepada seluruh pemilik resort setempat. Hingga artikel ini dirilis, anjing Canon kian hangat menjadi perbincangan di media sosial. Imbasnya, muncul beberapa komentar yang terkesan menyudutkan dan berbau rasis terhadap Provinsi Aceh.

Beberapa netizen yang memiliki tingkat literasi dan analisis yang rendah begitu gencar menyerang dan meninggalkan komentar buruk yang bukan hanya ditujukan kepada oknum yang terlibat pada kasus Canon melainkan malah merambat kepada hal-hal yang sebenarnya tidak memiliki sangkut paut terhadap kejadian ini. Contohnya seperti penghinaan terhadap penerapan syari’at Islam di Aceh yang kerap ditemukan pada kolom komentar di berbagai media sosial yang masih menyoroti kasus anjing Canon ini. Mirisnya kasus ini seperti menjadi ajang dalam menjatuhkan Aceh serta program destinasi wisata halalnya.

Bahkan ada beberapa netizen yang mengajak netizen lainnya untuk memboikot destinasi wisata halal di Aceh. Kekerasan terhadap hewan memang bukan suatu tindakan yang dapat dianggap remeh, tetapi penghinaan bernada rasisme dan sumpah serapah terkait tragedi bencana alam yang pernah dialami oleh masyarakat Aceh juga merupakan tindakan yang tidak terpuji.

Dikutip dari laman bbc.com mengungkapkan bahwa menurut Asia For Animals Coalition, Indonesia merupakan negara dengan peringkat satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial. Dari 5.480 konten yang dikumpulkan, sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia.

Namun kemana netizen yang berkoar-koar dan berkomentar tentang Aceh dan syariat yang diterapkan dengan dalih menegakkan keadilan bagi seekor anjing. Mereka semua terkesan tutup mata atas kejadian tersebut. 

Padahal sebelumnya kasus kekerasan hewan juga kerap ditemukan di berbagai pasar tradisional di Indonesia, bukan hanya disiksa, bahkan sebagian besar binatang-binatang tersebut dibunuh untuk dikonsumsi, hal ini justru tidak ada di Aceh. Tentunya penerapan syariat Islam lah yang berperan besar terhadap kontrol dan perlindungan bagi hewan-hewan tersebut. Adanya syariat tentunya memperjelas perihal larangan dan anjuran dalam mengkonsumsi dan memperlakukan hewan.

Aceh sendiri merupakan provinsi di Indonesia yang sudah jauh berabad-abad lalu memahami tentang hak-hak makhluk hidup lain selain manusia. Sehingga dengan adanya kejadian ini seolah-olah menguak tentang bagaimana persepsi dan kebencian masyarakat luar terhadap Aceh. Sayangnya ada beberapa tokoh yang menjadi publik figur, bahkan partai politik turut menyoroti dan memberikan kecaman tanpa adanya analisa dan kajian yang mendalam terhadap kasus ini. 

Mereka semua seolah mengambil kesempatan dari kasus Canon ini untuk unjuk gigi dan berperan sebagai individu dan organisasi menjunjung tinggi hak asasi terhadap hewan demi menaikkan citra dan kredibilitasnya di hadapan publik. Tetapi mereka lupa tentang ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat kurang mampu di luar sana.

Masyarakat Indonesia sangat mudah berkomentar provokatif dan mencela ketimbang membaca dan menganalisis kebenaran fakta dari suatu informasi, sehingga tak heran jika disintegrasi bangsa kerap muncul akibat jahatnya jari-jari netizen. Silahkan usut tentang adanya dugaan kekerasan terhadap hewan, dan silahkan beri hukuman jika terbukti benar dugaan tersebut kepada oknum yang bersangkutan. Tetapi yang perlu diperhatikan juga adalah kebijaksanaan netizen dalam bermedia sosial, berhenti untuk menghina dan melecehkan kearifan lokal suatu daerah. 

Aceh dengan program destinasi wisata halalnya merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa. Sehingga, tidak layak jika kasus Canon ini dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menjatuhkan bahkan memboikot program destinasi wisata halal ini. Kerap ditemukan komentar bernada mengejek dan cercaan yang berisi tentang peristiwa musibah tsunami yang pernah melanda negeri Serambi Mekkah ini, tentunya hal ini sangat menyakiti masyarakat Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun