Di era teknologi, komunikasi dan informasi yang kecepatannya melampaui kecepatan cahaya (era big data), kita bisa melakukan perjalanan kesuatu tempat dengan sengaja atau tak disengaja-- ter eja a ma dan termanajemen dengan baik. Ia berbeda dengan liburan di akhir pekan yang membutuhkan perencanaan dan manajemen yang terstruktur, masif dan sistematis. Ia melampaui dari itu.
Sebagaimana rangga dan cinta yang melakukan traveling dengan tak disengaja-- yang awalnya hanya sebatas percakapan untuk menumbuhkan kembali perasaan dari pasang surut problematika sosial yang membuat rangga skeptis dalam menjalani hubungan bersama cinta. Huhuhuuu.
Saya pribadi selaku kaum milenial, merasakan dampak dari kencangnya arus digitalisasi yang terkoneksi pada genggam tiap-tiap individu yang membuat bumi seperti datar.
Dalam karya Thomas L. Friedman, World Is Flat: Globalisasi versi baru. Yang menjadi pengaruh terbesar saat ini bagi dunia, karena dampak globalisasi versi baru tadi yang menjadikan bumi seperti datar.
Friedman perna menulis tentang globalisasi. Globalisasi 1.0 (1492-awal 1800) dalam bentuk perdagangan dunia dan arbitrase. Yang di mana negara sebagai aktor menjadikan dunia dari ukuran besar menjadi berukuran sedang.Â
Selanjutnya globalisasi 2.0 (1800-2000), yaitu perusahaan adalah aktor yang merubah dunia dari ukuran medium menjadi berukuran kecil. Dan yang terakhir globalisasi 3.0 (2000-sampai sekarang) yang di mana aktornya bukan lagi negara atau perusahaan tetapi individu yang menjadikan dunia dari ukuran kecil menjadi berukuran sangat kecil.
Di mana individu bisa bersaing, terhubung dan berkolaborasi secara global sebagai individu-- di dunia, di mana semua orang punya smartphone yang ada kamera adalah paparazi, di dunia di mana semua orang punya blog ia adalah kolomnis, di mana semua orang yang punya YouTube adalah pembuat film, setiap yang punya twitter adalah reporter. Di dunia di mana semua orang adalah paparazi, kolomnis, pembuat film, reporter adalah publik figure.
Jadi, individu-individu yang terkoneksi tadi yang menyebabkan bumi seperti datar yang membuat para pelancong di era digital bisa berjalan kebanyak tempat dengan sedikit waktu singga yang kemudian oleh Cody Morris Paris, Profesor Sosiologi di Middlesex University Dubai menyebutnya "Flashpackers".
Dalam jurnal 'Annals of Tourism Research', Vol. 39, No. 2 hal 1094-1115 tahun 2012 memuat artikel yang berjudul "Flashpackers: An Emerging Sub-Culture?" ditulis oleh Cody Morris Paris.
Menurut Paris: flashpacker bisa disebut sebagai individu hypermobile yang secara fisik dan virtual melekat dengan kultur backpacker dan hidup dalam proses penyatuan yang berlangsung antara teknologi digital dan kehidupan sehari-hari. Flashpacker adalah perintis awal yang mengadopsi, mengeksplor, mencipta ruang virtual dari backpacking".
Pernyataan diatas jelas menekankan adanya keterlekatan antar teknologi digital dengan mobilitas dikalangan flashpacker. Selanjutnya, Paris mencoba membandingkan kultur traveling antara flashpacker dengan kelompok traveler yang disebutnya 'non-flashpacker' (backpacker). Analisis Konsensus Kultural digunakan untuk melihat perbedaan keduanya.Â
Survei dilakukan secara online di sebuah grup Facebook backpacker dan offline di sebuah motel di Australia. Preferensi dan intensitas penggunaan gadget ketika traveling digunakan sebagai instrumen survei untuk membentuk 2 kelompok: flashpacker dan non-flashpacker. Hasilnya:
"Flashpackers lebih tech-savvy dibanding non-flshpackers, namun ada beberapa kemiripan antara keduanya seperti: Senang membawa kamera digital ketika traveling dan sering internetan ketika di rumah... Salah satu perbedaan yang mencolok adalah lebih dari 75% flashpackers membawa laptop, kurang dari 14% bagi non-flashpacker. Flashpackers lebih menginginkan tinggal di hostel dengan akses Wifi ketimbang non-flashpackers, dan jauh lebih sering login ketika traveling".
Bagaimanapun, teknologi digital dan internet berkontribusi menciptakan transformasi kultur baru dalam dunia backpacking atau melahirkan 'sub-kultur' traveling seperti kata Paris. Kultur traveling Anda backpacking atau flashpacking?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI