Asistensi mengajar di MAN Kota Batu adalah salah satu babak terpenting dan paling transformatif dalam perjalanan akademik serta pribadi kami sebagai mahasiswa Pendidikan Matematika. Pengalaman ini jauh melampaui sekadar pemenuhan kewajiban kurikulum; ia adalah sebuah immersi mendalam yang membentuk kami secara utuh, mulai dari kegiatan akademik mengajar matematika di kelas X hingga serangkaian peran non-akademik yang tak kalah berkesan dan bermakna. Bagi kami, Nizrina Nadia, Devanty Farizka, dan Faiqoh, setiap momen di MAN Kota Batu adalah pembelajaran yang tak ternilai, menguatkan visi kami untuk berkontribusi di dunia pendidikan.
Tugas utama yang diemban adalah mengajar matematika di kelas X. Materi trigonometri, dengan segala kompleksitas sudut istimewa, identitas dasar, dan aplikasi rumus, seringkali menjadi momok bagi sebagian siswa. Namun, kami melihatnya sebagai tantangan sekaligus peluang untuk berinovasi. Setiap hari, kami memutar otak, mencari cara terbaik untuk membuat angka dan rumus-rumus ini tidak hanya mudah dipahami, tetapi juga menarik dan relevan bagi kehidupan mereka. Momen-momen di depan kelas adalah panggung bagi kami untuk menguji teori-teori pedagogi yang telah dipelajari di bangku kuliah.
Salah satu metode yang paling berkesan dan berhasil kami terapkan adalah Team Games Tournament (TGT). Metode ini membawa suasana kompetisi yang sehat dan kolaborasi ke dalam kelas. Kami membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen, di mana setiap anggota memiliki peran penting dalam memahami dan memecahkan soal. Melihat antusiasme siswa saat berkompetisi dalam turnamen kecil, saling membantu dalam proses diskusi, dan merayakan keberhasilan kelompok bersama adalah kepuasan yang tiada tara. TGT tidak hanya efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep trigonometri, tetapi juga melatih siswa untuk bekerja sama, berpikir kritis, dan mengembangkan strategi. Kami sering menemukan siswa yang awalnya kesulitan, justru menjadi bintang di kelompoknya karena dukungan teman-teman dan suasana belajar yang menyenangkan. Proses ini juga menguji kesabaran kami dalam membimbing, mengelola dinamika kelompok, dan kreatif mencari solusi atas pertanyaan-pertanyaan tak terduga dari siswa. Interaksi yang hidup---mulai dari pertanyaan spontan yang kadang melenceng, diskusi kecil tentang cara tercepat menyelesaikan soal, hingga tawa renyah saat ada kekeliruan lucu---menjadikan setiap jam pelajaran matematika begitu hidup dan penuh warna. Kami belajar bahwa mengajar bukan hanya tentang menyampaikan materi, tetapi juga tentang membangun koneksi, memfasilitasi pemahaman, dan menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif.
Pengalaman asistensi mengajar ini jauh melampaui batas-batas kegiatan akademik di dalam kelas. Keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan non-akademik memberikan dimensi yang lebih kaya dan mendalam pada pemahaman kami tentang ekosistem sekolah. Setiap peran ini adalah kesempatan untuk belajar hal baru dan berkontribusi dalam skala yang lebih luas.
Piket Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) adalah salah satu tugas rutin yang mengajarkan kami tentang pentingnya kedisiplinan, kerapian administrasi, dan koordinasi operasional sekolah. Kami belajar bagaimana memastikan setiap proses belajar mengajar berjalan lancar, mulai dari menyiapkan absensi, memastikan ketersediaan sarana kelas, hingga mengatasi kendala-kendala kecil yang mungkin muncul. Pengalaman ini memberikan perspektif berharga tentang kompleksitas manajemen sekolah dan peran krusial setiap elemen di dalamnya. Kami menyadari bahwa keberhasilan sebuah institusi pendidikan tidak hanya bergantung pada kualitas pengajaran, tetapi juga pada efisiensi dan ketertiban sistem pendukungnya.
Selanjutnya, piket perpustakaan membuka mata kami pada peran sentral literasi dan bagaimana perpustakaan menjadi jantung pengetahuan sekolah. Berinteraksi dengan siswa yang datang mencari buku referensi, meminjam novel, atau sekadar mencari tempat tenang untuk belajar, adalah pengalaman berharga yang menunjukkan minat baca dan haus ilmu di kalangan mereka. Kami membantu dalam mengelola sirkulasi buku, menata ulang rak, dan terkadang memberikan rekomendasi bacaan. Pengalaman ini memperkuat keyakinan kami bahwa perpustakaan bukan hanya gudang buku, tetapi juga pusat inspirasi dan pengembangan diri.
Setiap hari Jumat, kami mendapatkan kesempatan mulia untuk mengisi kegiatan keputrian. Ini adalah momen refleksi dan berbagi nilai-nilai keagamaan dengan siswi-siswi putri MAN Kota Batu. Menyiapkan materi yang relevan, inspiratif, dan mudah diterima oleh mereka, mulai dari akhlak, motivasi diri, hingga isu-isu keperempuanan dalam Islam, adalah sebuah kehormatan sekaligus tantangan. Kami belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif, membangun koneksi emosional, dan menjadi role model bagi mereka. Diskusi interaktif dan pertanyaan-pertanyaan polos dari siswi-siswi membuat setiap sesi keputrian menjadi sangat hidup dan bermakna, memperkaya pemahaman kami akan pentingnya pendidikan karakter.
Bulan Ramadan membawa serangkaian pengalaman spiritual dan sosial yang tak terlupakan. Pendampingan OSIS dalam kegiatan Safari Ramadan adalah salah satunya. Kami terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan kegiatan sosial dan keagamaan yang melibatkan seluruh elemen sekolah. Melihat semangat kolaborasi di antara anggota OSIS, antusiasme siswa dalam berbagai kegiatan amal, dan kebersamaan yang terjalin selama bulan suci ini sungguh mengharukan. Demikian pula, pendampingan Pondok Ramadan adalah momen-momen spiritual yang mempererat hubungan kami dengan siswa di luar konteks akademik formal. Kami menyaksikan bagaimana siswa-siswi bertekun dalam ibadah, memperdalam ilmu agama, dan membangun kebersamaan dalam suasana yang penuh berkah. Pengalaman ini tidak hanya meningkatkan spiritualitas pribadi kami, tetapi juga memberikan insight tentang bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat diintegrasikan dalam pendidikan karakter siswa.