Indonesia negara yang sangat kaya budaya. Banyak sekali tradisi budaya di negara kita ini yang menjunjung tinggi terhadap nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom).
Salah satu kearifan lokal di seputar Gunung Bromo, Gunung Merapi, dan banyak gunung atau tempat-tempat 'istimewa' lain berwujud penghormatan pada alam semesta via persembahan berbagai bentuk sesajen, upacara-upacara adat yang intinya ikut serta aktif dalam merawat lingkungan sekitar gunung-gunung tersebut dan menghaturkan rasa syukur pada Tuhan Sang Pencipta.
Kita pun mengenal ragam etika, budi pekerti, dan rumpun-rumpun nilai sosial dalam masyarakat, yang juga memberikan keseimbangan di tengah geliat kemajuan teknologi saat ini.Â
Saya berani mengatakan, (terkadang) modernitas menjadi salah satu alasan munculnya dinamika-dinamika baru terhadap nilai-nilai sosial yang kerap terjadi di sekitar kita.
Kejadian menendang sesajen di Lumajang beberapa waktu lalu menjadi sorotan. Seorang pemuda asal Dusun Dasan Tereng, Tirtanadi Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur (yang konon menurut kabar) sedang melakukan studi di Yogyakarta ini melakukan penendangan dan pembuangan sesajen yang dipersembahkan warga sekitar Gunung Semeru (dalam rangka upacara syukur, merawat alam, dan meminta perlindungan pada Sang Pencipta).
Pemuda asal Lombok Timur tersebut saat ini sudah berhasil diamankan pihak yang berwajib karena perilakunya tersebut. Peristiwa yang dilakukan oleh Hadfana Firdaus itu akhirnya memberikan sebuah penegasan, bahwa benar terjadi dinamika atas nilai-nilai sosial yang tengah berlaku dalam masyarakat kita.
Kultur asli Indonesia erat sekali dengan penghormatan terhadap budaya leluhur. Ritual pemujaan tentu saja bukan barang baru, bahkan cenderung sudah menjadi sebuah gaya hidup bagi beberapa lapisan masyarakat tertentu di daerah yang (masih) sangat menjunjung tinggi penghargaan terhadap alam semesta di tengah hempasan modernitas saat ini.
Sebut saja 'tradisi rasulan', dimana masyarakat daerah Indramayu, Jawa Barat memberikan penghargaan terhadap leluhur dengan menyelenggarakan ritual selamatan dan ungkapan rasa syukur kepada Sang Khalik dengan mempersembahkan sesaji dan membersihkan lingkungan.
Selanjutnya ada upacara 'Yadnya Kasada', yang dilakukan oleh masyarakat umat Hindu Tengger sebagai sebuah ritual ungkapan rasa syukur kepada Tuhan agar dijauhkan dari malapetaka dengan melarung beberapa hasil bumi yang dibawa oleh masyarakat tersebut ke kawah Gunung Bromo.
Nah, dua fenomena tradisi tersebut merupakan representasi dari ungkapan syukur umat manusia terhadap Tuhan sebagai Pribadi yang melindungi, mengayomi, dan memberikan kehidupan.Â